BAB 5

221K 18.2K 1.3K
                                    

Love dulu buat part ini ♥️♥️♥️♥️




****

Apa aku berhak cemburu disaat dia bukan milikku?

****

Afiqah turun dari motor Arsena. Ia menatap sekeliling bingung, mereka berhenti di hamparan sawah ada sebuah pendopo disana. Pria itu lebih dulu duduk di pendopo tersebut.

"Duduk sini." Ucap Arsena menepuk pendopo tersebut.

Afiqah duduk ragu sambil membawa rantang. Ia menata makanan tersebut di depan Arsena. Pria itu memperhatikan Afiqah senang. Ia malah membayangkan Afiqah menjadi istrinya dan menyiapkan keperluan untuknya.

"Nih makan pak." Setelah itu Afiqah mengambil ponsel di tas selempangannya. Ia mengecek chat dari Andreas. Ia memberitahu pria itu akan datang terlambat. Arsena menggelengkan kepala melihat gadis itu sibuk main ponsel.

"Kamu tidak berniat makan bersama saya? Kamu tidak lapar? Dari tadi sibuk main hp aja. Pake acara senyum-senyum ngak jelas." Sindir Arsena.

Afiqah mendelik mendengar itu. "Aku habis ini mau makan di cafe."

"Jadi kamu mau kencan." Tebak Arsena.

"Tadinya begitu, kalau bukan karena bapak tidak menahan kunci, SIM dan STNK saya. Pasti sekarang saya sudah makan bersama Andreas bukan dengan bapak." Ucap Afiqah berapi-api ia mengatakan apa yang dipendamnya sedari tadi.

"Bukannya ibumu melarangmu untuk berpacaran? Lalu apa bedanya apa yang kamu lakukan dengan larangan ibumu?"

"Apa yang saya lakukan juga dilakukan semua orang. Banyak temen saya yang juga sering berbohong pada orangtuanya dan menyembunyikan keburukan mereka dari orang tua. Bahkan ada yang lebih parah mereka sampai melawan orang tua mereka. Lagi pula saya tidak melakukan hal yang aneh-aneh. Saya masih tahu batasan pak." Balas Afiqah tidak terima dengan ucapan Arsena yang selalu mendiktenya.

"Memangnya bapak sendiri tidak pernah melakukan itu pada ibu -bapak-" Arsena yang tadi sibuk memakan makanan yang lezat ini menghentikan kegiatannya. Wajahnya jadi murung setiap ada orang yang membahas tentang ibu-nya. Pria itu berbalik membelakangi Afiqah. Pandangannya kosong menghadap ke depan. Ia jadi teringat ibunya.

Afiqah yang tadinya kesal jadi bungkam. Melihat wajah sendu Arsena. Ia bingung kenapa pria itu jadi sedih. Padahalkan disini yang jadi korban dia. Afiqah menghembuskan napas, ia bangkit ikut duduk di sebelah Arsena.

"Bapak kenapa kok jadi murung?" Tanya Afiqah. Bukannya menjawab Arsena malah menyandarkan kepalanya di bahu kanan Afiqah. Hal itu membuat Afiqah terpaku. Beda dengan pria itu yang terasa nyaman bahkan memejamkan matanya menikmati desiran angin sore. Rasanya nyaman sekali, apalagi hamparan sawah dan gambaran bukit membelakangi membuat sore semakin indah. Afiqah menelan ludah gugup menahan debaran jantungnya yang berdetak semakin kencang.

Arsena tersadar dengan apa yang ia lakukan. Ia menegakkan kepalanya lalu meledek gadis itu untuk menyembunyikan kesedihannya. Ia tidak ingin terlihat lemah di hadapan gadis itu.

"Jantung kamu berdebar dengan keras. Jangan-jangan kamu suka sama saya."

"Apaan sih pak!! Ngawur mana mungkin saya suka sama bapak udah tua, tukang paksa lagi! Kembaliin
Kunci, SIM, dan STNK saya pak!!" Arsena menutup telinga seolah-olah tak mendengar apa yang gadis itu katakan.

ARSENA -Sejauh Bumi dan Matahari- Tersedia di GramediaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang