BAB 59

78.4K 6.8K 208
                                    

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
(Al-Baqarah ayat 153)
-
-

Arsena mengendarai motor patroli untuk mengejar beberapa siswa yang melakukan konvoi di jalan raya. Ia tak habis pikir dengan anak zaman sekarang yang selalu melanggar peraturan. Bahkan dengan jelas sudah di larang. Ia mengambil jalan lain untuk memotong pergerakan anak-anak itu. Maka dari itu Arsena terpisah dengan teman-temannya.

Suara dering telepon di sakunya berbunyi beberapa kali. Arsena mencoba mengabaikannya, namun fokusnya terpecah. Ia kehilangan keseimbangan karena tiba-tiba ada kakek-kakek yang menyebrang jalan di hadapannya dengan memakai sepeda. Arsena berusaha menghindar, hal itu membuat ia dan motornya jatuh. Arsena meringis kesakitan. Badannya tertimpa motor patroli yang berat. Wajahnya mencium aspal membuat lecet di sekitar dagu. Arsena bersyukur ia masih selamat begitu juga sang kakek. Hatinya tiba-tiba merasa tidak enak, bayangan akan Afiqah muncul di hadapannya. Ada sedikit rasa khawatir. Lalu Arsena menggelengkan kepalanya, istri cantiknya itu tidak apa-apa. Ia jatuh karena kecerobohannya.

Arsena bangkit sambil mendirikan motornya. Untung hanya luka kecil. Kemudian ponselnya berbunyi kembali. Arsena sedikit kesal, karena dering ponsel ini mengganggunya. Siapa orang bodoh yang menelponnya berkali-kali hingga membuatnya celaka. Awas saja jika tidak penting, ia akan memberikan pelajaran untuk orang itu. Melihat nama Pangeran disana membuatnya semakin kesal. Awas saja tidak penting ia akan menggantung kaki anak itu di atas pohon.

Kemudian Arsena mengangkat panggilan itu. Keningnya berkerut mencoba mencerna apa yang Pangeran katakan. Dunia terasa runtuh mendengar setiap kata yang di ucapkan Pangeran. Tanpa menunggu Arsena menyalakan mesin motornya dan melaju ke arah rumah sakit terdekat setelah menghubungi Rendi untuk menggantikannya sekaligus mengizinkannya dari tugas. Untungnya sahabatnya itu pengertian.

Arsena melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Hatinya kalut bayangan akan Afiqah yang terbaring tak berdaya muncul di hadapannya. Ia tak kuasa membayangkan itu. Afiqah istrinya dan juga anaknya yang sedang berjuang. Buah cintanya keluarga kecilnya ia belum sanggup kehilangan salah satu diantara mereka. Benaknya tiada henti berdoa untuk keluarganya. Ia tidak bisa apa-apa sekarang, semua keputusan jika bersangkutan dengan nyawa hanya Tuhanlah yang boleh menghakimi itu bukan kira manusia.

*****
Arsena berlari menyusuri lorong rumah sakit. Nafasnya tersengal mencari ruang gawat darurat yang menangani istrinya. Melihat sosok pangeran yang duduk di salah satu kursi dengan seorang gadis, Arsena menghampirinya.

Pria itu mendekat ke arah Pangeran untuk menanyakan keadaan Afiqah beserta kandungnya.

"Bagaimana keadaan Afiqah?" Tanya Arsena. Matanya berkaca-kaca penuh airmata menahan kesedihan.

"Dokter belum memberitahu. Mereka masih mengecek keadaan mbak Afi dan juga membersihkan pendarahan yang terjadi." Pangeran sedikit kaget melihat penampilan Arsena yang wajahnya di penuhi luka. Apa om-nya ini habis jatuh? Tapi Pangeran tidak berani mengeluarkan suaranya. Jadi ia hanya diam.

"Apa pendarahan? Apa itu artinya?" Arsena terdiam, ia berusaha untuk menahan diri. Namun tiba-tiba Pangeran berlutut di hadapannya sambil menangis.

"Hiks.. maafkan aku om. Kau boleh menghukumku. Ini semua salahku yang tak becus menjaga mbak Afi." Arsena terpana melihat Pangeran. Pria itu meminta maaf padanya sambil berlutut. Hal itu tak luput dari pandangan orang-orang.

"Bangun." Perintah Arsena.

Pangeran bangun menuruti Arsena. Namun baru saja ia akan bangkit Arsena sudah lebih dahulu melepas tinju yang keras ke arah Pangeran. Hal itu membuat Serena yang tidak sengaja melihat menghampiri Pangeran yang terjatuh.

"Kamu tidak apa-apa?" Tanya Serena khawatir. Pangeran tersenyum mengangguk ia pasrah jika harus mati di tangan Arsena. Ia harus bertanggung jawab atas kesalahannya. Namun ia di kejutkan melihat uluran tangan Arsena.

"Ayo kita sholat." Ajak Arsena setelah berhasil memukul Pangeran.

"Mas ngak mau hukum Pangeran Lagi." Pangeran menatap Arsena bingung.

"Sangat ingin bahkan ingin menggantung ke dua kakimu di atas pohon. Tapi rasanya itu tidak akan berdampak untuk Afiqah yang terbaring di sana. Lebih baik kita berdoa." Ujar Arsena.

"Yā ayyuhallażīna āmanusta'īnụ biṣ-ṣabri waṣ-ṣalāh, innallāha ma'aṣ-ṣābirīn. (Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
(Al-Baqarah ayat 153)" Ucap Arsena membuat Pangeran terpaku. Ia terpana dengan om-nya ini.

Mungkin saja jika orang lain yang berdiri di hadapannya sekarang. Sudah pasti ia tidak akan di maafkan bahkan di pukuli habis-habisan. Ia baru kali ini melihat orang berhati malaikat seperti om-nya. Orang yang tak menyalahkan siapapun atas rasa sakitnya dan orang yang memiliki rasa sabar seluas samudra. Tak salah jika orang-orang banyak yang menghormatinya.

Arsena kemudian tersenyum. Ia menahan diri untuk tidak menangis dan untuk tidak marah. Baginya jika ia melakukan itu hanya sia-sia dan tidak akan membuat semuanya kembali.

"Kita sama-sama doakan yang terbaik untuk Afiqah." Pangeran mengangguk kemudian menerima uluran tangan Arsena.

"Tolong jaga mbak Afi. Jika dokter sudah keluar beritahu aku." Pamit Pangeran pada Serena yang memang tidak sholat karena berbeda kepercayaan. Gadis itu mengangguk. Kemudian Arsena dan Pangeran pergi ke mushola untuk sholat.

****

Setelah selesai sholat mereka duduk di sana menunggu Afiqah. Serena sudah pulang terlebih dahulu karena ada urusan. Arsena berulang kali menatap pintu UGD khawatir. Pikirannya kalut, di penuhi berbagai macam banyak pertanyaan tentang keadaan Afiqah dan anaknya. Ia berharap mereka baik-baik saja.

Suara sepatu mendekat menghampiri Arsena. Ternyata dokter telah keluar dari ruangan itu.

"Bagaimana dok keadaan istri saya?" Tanya Arsena pada dokter tersebut.

"Istri dan anak anda baik-baik saja."

"Alhamdulillah." Arsena langsung sujud syukur begitu juga dengan Pangeran. Beban di pundaknya berkurang dan juga rasa bersalahnya. Paling tidak dua nyawa itu terselamatkan.

"Bayi anda begitu kuat, dan pendarahan bisa di hentikan untung saja membawanya tepat waktu jika tidak maka kemungkinan kecil bisa terselamatkan. Tapi."

"Tapi apa dok?" Sahut Arsena tidak sabar.

"Tapi untuk saat ini Istri anda belum sadarkan diri pengaruh dari obat bius yang saya berikan. Beberapa jam lagi dia akan terbangun. Istri anda perlu istirahat." Arsena bernapas lega mendengarnya. Ia kira akan ada luka dalam di organ tubuh Afiqah tapi ternyata tidak.

"Saya boleh masuk dok?"

"Silahkan." Kemudian dokter beserta perawatnya pergi dari sana meninggalakan Arsena.

Arsena dengan mata berkaca-kaca duduk di kursi sebelah ranjang Afiqah. Menciumi tangan Afiqah berulang kali.

"Terimakasih untuk tetap tinggal. Aku tidak bisa membayangkan jika harus kehilangan salah satu dari kalian atau kalian berdua." Arsena juga mengecupi perut Afiqah berulang kali. Anaknya disana tumbuh kuat seperti ayahnya.

"Om."

Arsena menoleh tak kala mendengar panggilan pangeran.

"Ada apa?"

"Om habis jatuh." Ujar Pangeran.

"Kamu juga. Lagi pula ini hanya luka kecil Pangeran. Anak laki-laki tidak boleh kesakitan hanya karena luka seperti ini, sedangkan seorang perempuan masih bisa tersenyum disaat dia terluka. Luka yang paling menyakitkan yang harus kamu tahu. Yaitu disaat seorang ibu menjaga sampai ia bisa melahirkan anaknya ke bumi." Pangeran terdiam mendengar itu.

"Lebih baik kamu pulang obati lukamu, sekalian mampir ke rumah om bawakan baju saya dan Afiqah beserta boneka serigala, kemungkinan dua hari saya akan disini."

****

Maaf baru update...  author bingung untuk mengakhiri kisah yang indah ini....

Instagram: @wgulla_

Selamat Hari Ibu :)

ARSENA -Sejauh Bumi dan Matahari- Tersedia di GramediaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang