BAB 21

166K 15.2K 515
                                    

Jangan lupa follow, vote and Coment 💜

Love dulu part ini ♥️♥️


**

Ternyata semua hal bisa membuat kita bahagia walaupun hal itu tidak menyenangkan asal dilakukan bersama orang yang kita cintai.
-
-

Disaat Afiqah masuk, ia sempat melihat Andreas yang menatapnya tajam. Afiqah hanya menghindar, ia tidak sedang mood menghadapi tingkah Andreas yang kekanak-kanakan. Ia jadi malas berhadapan dengan Andreas, padahal dulu ia senang sekali hanya bisa menatap laki-laki itu. Ternyata cinta bisa berubah secepat itu.

Afiqah baru saja ingin duduk. Suara cempreng Dhea membuatnya menghela napas kesal. Apalagi berita yang Dhea katakan membuatnya lemas.

"Afi kamu udah ngerjain tugas Matematika?" Lutut Afiqah seakan lemas mendengar itu. Ia lupa akan hal itu. Semalam ia langsung tertidur saking galaunya. Padahal Arsena sudah mengingatkan PR-nya. Meskipun sekarang cuma kelas tambahan untuk ujian masuk perguruan tinggi, tapi penting. Karena UN sebentar lagi. Sekolah mereka lebih fokus ke UN dan ujian masuk perguruan tinggi. 

"Kamu belum?" Tebak Dhea melihat wajah Afiqah yang murung. Ini kali pertama Afiqah melupakan suatu hal yang penting. Padahal biasanya dia yang ceroboh. Tapi ini malah kebalik.

"Tamatlah riwayatmu lari sepuluh kali di lapangan." Timpal Dhea bukannya mencari jalan keluar malah membuat Afiqah tambah panik. Kalau mau dikerjakan juga sudah tidak ke kejar. Karena bel sudah masuk. Dan Bu Erin akan masuk sekitar 5 menit lagi.

"Bu Erin udah Dateng..." Timpal anak-anak lalu pada berhamburan dan duduk di meja masing-masing sambil diam. Afiqah hanya bisa menghela napas pasrah. Ia tidak tahu harus melakukan apalagi. Mau mengerjakan sudah terlambat. Ini salahnya yang ceroboh hingga melupakan tugasnya.

Bu Erin masuk dengan wajah angkuh. Ia memulai kelas dengan salam kemudian dia mengabsen murid-murid. Setelah itu ia menanyakan tentang tugas yang kemarin ia berikan. Seperti biasa jika ada yang tidak mengerjakan maka harus lari keliling lapangan. Afiqah hanya bisa diam menuruti perintah. Dengan langkah gontai Afiqah bergerak menuju lapangan. Ini kali pertama untuknya tidak mengerjakan tugas rumah dan harus di hukum.

Afiqah mendesah, baru dia mau mulai berlari kakinya terserimpet tali sepatunya yang lepas. Ia menarik simpul hingga berbentuk pita. Kemudian bangkit untuk lari. Disaat itulah ia melihat Arsena berjalan tegap dengan seragam kebanggaannya menuju ke arahnya. Afiqah mengerjakan matanya tak mempercayai hal itu. Keperluan apa pria itu kembali?

Afiqah langsung panik, pasti Arsena akan memarahinya jika tahu ia mendapat hukuman karena tidak mengerjakan PR. Afiqah berpaling pura-pura tidak melihat tapi usahanya gagal. Karena pria itu sudah lebih dulu melihatnya.

"Assalamualaikum calon ibu dari anak-anakku.." sapa Arsena ketika melihat Afiqah berada di hadapannya. Baru saja ia ingin menitipkan uang pada petugas piket tapi Afiqah sudah berada di hadapannya.

"Waalaikumsalam" ucap Afiqah lirih karena malu. Ia berusaha untuk tidak menatap Arsena.

"Ini uang jajan kamu." Afiqah langsung mendongak ketika Arsena mengatakan itu. Jadi pria ini repot-repot kembali hanya untuk memberikan ini. Padahal ia saja lupa dengan itu. Rasa malunya hilang seketika.

"Terimakasih." Afiqah menerima satu lembar ratusan ribu dan satu lembar lima puluh ribuan yang di berikan Arsena. Tadi ia terlalu terburu-buru hingga lupa meminta uang jajan. Uang yang diterimanya begitu banyak lebih dari uang sakunya sehari-hari. Afiqah menatap Arsena dengan penuh tanya. Untuk apa pria itu memberikan uang sebanyak itu.

"Yang satu itu upah tadi malam." Afiqah tersenyum mendengar itu. Padahal semalam ia hanya bercanda tapi pria ini menganggapnya serius. Afiqah melipat selembar lima puluh ribuan lalu memasukkannya ke dalam kantong baju Arsena. Hal itu membuat pria itu mengernyit bingung.

"Ongkos ojek tadi pagi." Ucap Afiqah dengan lirih.

"Hahahaha... Kamu itu lucu sekali, oke saya terima." Ujar Arsena sambil mengusap kepala Afiqah. Ia merasa gemas dengan tingkah Afiqah.

"Terus saya di kasih bintang lima kan?"

"Afi kasih Bintang satu soalnya kita di tilang. Andai mas tadi ngak bikin ulah, pasti aku kasih bintang lima padahal nanti dapat hadiah kecupan di-.." Afiqah langsung menutup mulutnya seakan salah bicara. Ia merasa bodoh karena telah mengucapkan hal itu. Sedang Arsena hanya terkekeh.

"Kamu kenapa bisa di lapangan, ngak di dalam kelas, sendiri lagi?" Tanya Arsena, ia berusaha menahan diri untuk tidak menggoda Afiqah. Ia takut jika ia bisa berbuat lebih dari batas. Sedangkan mereka ada di lingkungan sekolah. Ia tidak ingin Afiqah mendapat tambahan hukuman karenanya.

"Afiqah di hukum lari di lapangan karena lupa ngerjain PR." Afiqah menunduk takut. Ia siap menerima kemarahan pria itu. Namun yang ia dapat malah sebuah uluran tangan. Afiqah menatap uluran tangan itu tak mengerti. Apalagi tatapan Arsena yang mengisyaratkan untuk menggenggamnya. Tapi Afiqah hanya diam seolah tak mengerti. Ia malu untuk memulai duluan.

Melihat tak ada reaksi dari Afiqah. Arsena menarik tangan Afiqah lalu membawanya ke dalam genggaman. Afiqah terpaku menerima genggaman tangan itu. Ia bahkan hanya bisa tersenyum kecil. Untung saja lapangan sepi hanya ada mereka. Karena siswa lainnya pada sibuk KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) di kelas.

"Kalau kita melanggar peraturan, kita harus berani menerima resikonya. Walaupun hukuman itu harus lari, bukan berarti kita lari dari tanggung jawab. Sama seperti tadi pagi, saya ingin menunjukkan ke kamu bahwa saya bukan pria yang akan lari dari tanggung jawab." Setelah mengucapkan itu Arsena menarik tangan Afiqah membawanya berlari mengelilingi lapangan. Afiqah tertawa senang bisa berlari bersama pria itu. Apalagi perkataan Arsena tadi membuat hatinya tersentuh.

Pria itu bahkan tidak memarahinya sama sekali. Rasanya hukuman ini terasa menyenangkan jika bersama pria itu. Setiap langkahnya saat ini terasa begitu berarti. Punggung tegap pria itu terlihat begitu mempesona dimata Afiqah. Tiba-tiba ada rasa ingin memeluk pria itu. Pipi Afiqah bersemu, lalu Afiqah menggeleng ketika memikirkan hal itu.

Setelah lima kali berputar Arsena melepas genggaman. Membuat mereka berhenti sejenak. Lalu menatap satu sama lain. Arsena tidak terlihat lelah sama sekali berbeda dengan Afiqah yang nampak sudah tidak kuat. Bahkan napasnya tersenggal tak beraturan beda sekali dengan Arsena. Pria itu bahkan tidak terlihat seperti habis berlari mungkin karena pria itu seorang polisi. Dan sudah terbiasa lari seperti ini.

"Saya kerja dulu!! Semangat Dek Afi. Ingat nanti saya jemput dan saya pastikan bintang 5 akan saya dapatkan dari kamu." Setelah mengatakan hal itu Arsena berbalik dan lari meninggalkan Afiqah yang terpaku di tempat. Pria itu terlihat begitu gagah, bahkan disaat tangannya melambai kepadanya.

Afiqah tersenyum senang. Tanpa sadar tangannya memegang dadanya. Ternyata jantungnya berdebar begitu kencang. Perasaan ini begitu menyenangkan, mungkin ini yang namanya jatuh cinta sesungguhnya. Lalu dia lari memutari lapangan, sambil tersenyum-senyum sendiri membayangkan ia melakukan hal ini bersama Arsena. Ternyata semua hal bisa membuat kita bahagia walaupun hal itu tidak menyenangkan asal dilakukan bersama orang yang kita cintai.

****

Gimana part ini?

Spam komen next di sini yaa!

1000 komen lanjut ya

Ada yang mau di sampaikan ke Arsena?

Ada yg mau di sampaikan ke Afiqah? 

Follow Instagram @wgulla_
@arse_fa (Arsena Afiqah)
@andreaswijaya87

Love you

Salam

Gulla
Istri sahnya Lee min ho ♥️

ARSENA -Sejauh Bumi dan Matahari- Tersedia di GramediaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang