Bab 48

102K 7.6K 232
                                    

love dulu part ini

***

Mas khawatir sama kamu, dek..

-
-

Arsena terdiam membaca beberapa artikel di internet. Saat ini ia sedang duduk di warung makan bersama Rendi sahabatnya. Mereka sedang istirahat makan siang. Mereka makan di salah satu warung dekat kantor.

"Baca apa Bro serius banget?" Tanya Rendi sambil mengunyah makanannya.

"Ini berita tentang Gejayan memanggil di Jogjakarta, udah baca?" Rendi mengangguk menjawab itu. Ia agak ngeri juga baca berita itu. Dimana para mahasiswa seluruh Jogja berkumpul untuk demonstrasi. Kalian pasti tahu mahasiswa pasti punya segala macam ide untuk demo. Kadang ia heran dengan sikap kritis para mahasiswa. Gejayan ini juga harus membuat polisi siaga 24 jam di tempat agar tidak jadi kerusuhan.

"Akhir-akhir ini aku punya firasat buruk. Apalagi sekarang bener-bener lagi demo besar-besaran. Kemarin Jakarta, Makassar, Jogjakarta, pasti di Solo tinggal menunggu hitungan hari. Apalagi sekarang anak STM ikut-ikutan ricuh di tengah demo." Jelas Arsena sambil terkekeh, ia merasa heran dengan anak STM yang ikut demo tapi mereka tidak tahu apa yang mereka perjuangkan.

Rendi memicingkan matanya menatap Arsena bingung apa yang perlu di khawatirkan dengan demo bukannya mereka sudah terlatih. Bahkan di tengah kerusuhanpun mereka pernah merasakan, dulu mereka sampai tidak tidur 24 jam.

"Apa itu?"

"Soal demo yang terjadi akhir-akhir ini membuatku gelisah. Afiqah juga begitu bahkan dia ingin aku mundur dari kepolisian sama seperti kemauan ibuku." Jelas Arsena frustasi. Walau ia menganggap kedua perempuan itu terlalu berlebihan. Ia tidak akan mati hanya karena demo. Buktinya dia masih hidup sampai sekarang bahkan ia juga pernah dilibatkan misi berat seperti menangkap teroris dan sebagainya.

"Pasti ada suatu alasan yang membuat mereka seperti itu?"

"Sebenarnya Pamanku pernah meninggal karena kerusuhan demo." Jawab Arsena. Hal itu sontak membuat Rendi terkejut. Ya jelas aja kalau gitu.

"Berarti mereka kayak gitu takut hal itu terjadi juga sama Lo!" Balas Rendi.

"Afiqah belum tau hal itu. Jadi dulu ibu larang masuk polisi karena itu." Ucap Arsena.

"Lah terus kok Afi kalau belum tahu jadi ikut-ikutan larang lo bukannya lo masuk polisi karena dia bukan gua jadi bingung ngak ngerti sama jalan pikiran istri Lo padahal bapaknya sendiri juga polisi kenapa dia juga ngak khawatirin bapaknya?" Tanya Rendi yang bingung.

"Nah itu alasannya. Mungkin Afi punya firasat buruk taukan ibu-ibu hamil mereka pasti punya pikiran negatif dimana dia takut kehilangan suaminya. Makanya dia berpikir seperti itu, seharusnya dek Afi jangan baca berita itu. Apalagi kalau dia juga tahu masalah kakaknya bunda pasti dia tambah merengek minta keluar dari polisi."

"Nah keputusan Lo sendiri apa? Gua yakin keluar dari kepolisian pun hidup Lo terjamin."

"Entahlah, mungkin nanti aku mau sharing sama bunda dan bapak mertua dulu." Arsena mendesah kemudian meletakkan ponselnya dan ikut melahap makanannya.

"Pikirin baik-baik bro. Kalau lu keluar juga ada hati yang kehilangan juga." Arsena mendelik mendengar ucapan Rendi. Hati siapa yang kehilangan. Apa jangan-jangan selama ini ada yang menyukainya.

"Siapa?"

"Gua lah bro, siapa lagi????" Jawab Rendi sambil merentangkan tangannya meminta peluk.

"Jijik, kalau kamu mah bodo amat!!! Mau merasa kehilangan atau apapun itu...."

ARSENA -Sejauh Bumi dan Matahari- Tersedia di GramediaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang