BAB 54

84.3K 6.7K 196
                                    

love dulu buat part ini

***

Inginku tempuh ribuan jalan untuk meninggalkanmu, namun tulus cintamu yang mengikat erat hatiku untuk bertahan di sisimu.

-
-

"Mas Arse.." bisik Afiqah di telinga suaminya dengan lembut. Namun tidak ada jawaban. Tubuh pria itu tidak bergerak satu pun. Arsena masih terlelap dalam tidurnya.

"Bangun." Afiqah berbisik lagi dengan menaikan tinggi suaranya. Namun Arsena hanya bergumam kemudian kembali tidur. Membuat Afiqah kecewa.

"Mas..." Terus berulang kali seperti itu. Tapi sia-sia hasilnya.

"Bangun!!!!!!" Pada akhirnya Afiqah berteriak nyaring di telinga Arsena hingga pria itu terjaga. Matanya membuka menatap linglung sekeliling.

"Kita jadi sahur barengkan mas?" Tanya Afiqah disaat kesadaran Arsena belum pulih.

"Em... Jam berapa ini sayang.."

"Jam dua mas."

"Astaga masih pagi dek, nanti aja jam tiga. Mas tidur dulu." Astaga dia baru tertidur dua jam. Namun istrinya dengan tega membangunkannya di pagi buta ini.

"Ih.. Mas Arse Jahat.. katanya janji mau ajak Afi jalan-jalan naik sepeda di kompleks."

"Jadi yang bener itu kamu bangunin mas buat sahur atau jalan-jalan." Arsena mengatakan itu sambil memejamkan matanya. Ia masih mengantuk dan badannya pegal semua. Ia ingin istirahat.

"Dua-dua nya.... Hehehe..."

"Nanti aja dek sekalian sholat subuh."

"Mas tapi ini yang minta bukan Afi, tapi dedek yang minta." Ujar Afiqah memelas sambil mengelus perutnya.

Arsena menghela napas sabar. Ia heran dengan istrinya itu apa tidak lelah padahal mereka tidur jam 12 malam. Apa jangan-jangan gadisnya itu tidak tidur semalaman. Mau tidak mau Arsena bangun, apalagi kalau sudah berkaitan dengan anak mereka. Arsena tidak bisa menolak.

"Kita naik apa emang dek? Sepeda maskan di rumah." Sebuah alasan meluncur di kepala Arsena. Siapa tahu istrinya ini bisa mengalah. Sekali-kali lah dia berbuat seperti ini. Akhir-akhir ini tubuhnya sering kali terasa lelah dan kepalanya juga pusing. Jadi ia ingin beristirahat. Lagi pula yang ia katakan benar. Mereka menginap di rumah bundanya. Otomatis semua barang nya ada di rumah.

"Tenang mas, semalem Afi udah minjem sepedanya pangeran."

"Pangeran? Sejak kapan pangeran punya sepeda?" Pikir Arsena. Ia hanya tahu kuda hitam kebanggaan Pangeran itu. Lagipula mana mau pangeran naik sepeda. Pasti dia akan merasa harga dirinya turun sebagai anak sultan.

"Semalam mas Ahwan beliin Pangeran sepeda buat sekolah, gara-gara mas sita SIM sama STNK-nya." Arsena tersenyum kecil. Sepertinya tindakannya kemarin salah. Seharusnya ia tidak menyita surat Pangeran.

"Ayo mas...."

"Afi udah ngak sabar."

Mau tidak mau Arsena bangun dari tidurnya. Baru ia sadar jika Afiqah sudah berdandan rapi. Sedangkan dia hanya mengenakan piyama panjang di tubuhnya.

"Mas ganti baju dulu ya."

"Nggak usah mas. Keburu jam tiga nantikan mas mau sahur." Afiqah menarik lengan piyama Arsena dengan tidak sabaran. Ia ingin cepat-cepat naik sepeda di bonceng Arsena.


"Kamu yakin dek kita naik ini?" Arsena menatap ngeri ke sepeda lipat yang tingginya hanya setengah darinya. Pasti Pangeran juga akan berpikir sama dengannya. Laki-laki macam mereka naik sepeda seperti ini sama saja menurunkan harga diri.
"Iya dong mas, ayo..." Afiqah langsung duduk di belakang dengan posisi miring.

Arsena menghela napas kemudian duduk di depan. Ia berusaha yakin lagipula sudah malam tidak akan ada yang melihat mereka. Karena sepeda ini sungguh tidak cocok dengan badannya yang besar ini.

Kaki Arsena yang panjang membuatnya sulit untuk menggoes sepeda, bahkan Arsena mengendarainya dengan ugal-ugalan. Ia masih berusaha untuk menyeimbangkan diri.

"Mas Arse bisa ngak sih naik sepeda. Pegang yang bener stang sepedanya."

"Mas.."

"Mas Arse pelan-pelan!!!" Teriak Afiqah karena merasa takut

"Mas... Itu mas.. nanti jatuh.."

"Dek Afi... Bisakah kamu hanya perlu memeluk mas, dan mas pastikan kamu tidak akan terjatuh." Pada akhirnya Arsena berbicara ia pusing mendengar teriakan Afiqah.

Mendengarkan itu Afiqah melingkarkan tangannya ke pinggang Arsena. Begitu juga dengan Arsena ia tersenyum karena Afiqah menurut. Beberapa goesan di sepeda akhirnya Arsena berhasil melakukannya. Mereka mengelilingi kompleks di malam hari di bawah langit berbintang. Afiqah menyenderkan kepalanya sambil berseru senang.

"Dek?" Panggil Arsena di tengah keheningan. Mereka sudah berputar-putar lebih dari dua puluh menit.

"Iya mas."

"Kamu kok berat banget ya mas bonceng."

"Oh jadi maksud mas Afi sekarang gendut. Ih mas Arse Jahat!!!"

"Bukan itu dek maksud mas."

"Terus apa lagi!!"

"Itu."

"Berhenti mas! Afi mau turun!"

"Kok gitu dek."

"Berhenti!!!!" Mau tidak mau Arsena menuruti. Pria itu menghentikan laju sepedanya. Afiqah berdecak sebal. Lalu berjalan mendahului Arsena.

"Dek mau kemana?"

"Mau pulang!!"

"Tunggu dek." Mau tidak mau Arsena mengikuti gadis itu dari belakang sambil menuntun sepedanya. Baru saja mereka berbaikan udah marah lagi. Emang salah ya menyinggung berat badan sama perempuan.

"Sabar Arsena kamu terlalu tampan untuk menang melawan istrimu." Guman Arsena sambil mengikuti Afiqah dari belakang.

****

gmn part ini?

spam next di sini!!!

ada yang mau di sampaikan ke Arsena?

ada yang mau disampaikan ke Afiqah?

Follow Instagram author @wgulla_ atau @arse_fa

Love you.... 😘😘😘

Semoga suka..

Yuk sepuluh jutakan Arsena sebelum akhir Maret..

ARSENA -Sejauh Bumi dan Matahari- Tersedia di GramediaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang