Wanita paruh baya itu menggerakkan tangannya lalu beralih mengusap lembut kepala putrinya yang masih terlelap dengan posisi duduk di samping ranjangnya.
Setetes bulir air mata lolos dari mata tuanya, mengartikan bahwa ia sangat menyayangi dan mencintai putri semata wayangnya itu.
"Eomma" lenguh Nayeon saat ia tersadar dari kantuknya. Ia meraih tangan milik eommanya, menggenggamnya erat lalu menciumnya. "Apa yang terjadi padamu?" Tanyanya lembut.
"Aku hanya kelelahan sayang"
"Jangan berbohong. Aku tahu kau membohongiku. Bagaimana bisa kau tak melakukan cuci darah selama beberapa minggu terakhir ini eomma?" protesnya pelan namun sangat terlihat raut khawatir di wajah manisnya. "Wae? Kenapa kau melakukannya?"
Tangan sang eomma kini turun pada pipi cubby milik Nayeon, mengelusnya perlahan lalu tersenyum.
"Aku.. sangat tak ingin merepotkan siapapun. Saat kutahu tagihan rumah sakit untuk 3x cuci darah dalam seminggu sangatlah besar, aku rasa aku tak ingin lagi melakukannya. Bagaimana bisa aku bergantung pada kau, Jin dan juga eomma kalian""Eomma hentikan. Saat ini kesehatanmu adalah yang utama. Jangan fikirkan apapun, apalagi mengenai biaya. Bahkan jika kau sangat tak ingin merepotkan Jin dan Ahn Rin eomma, begitu aku lulus kuliah aku akan bekerja dengan sangat rajin dan membayar semua biaya yang mereka keluarkan untukmu. Percayalah padaku hm?"
"Bagaimana bisa seseorang meminta sebuah kepercayaan dengan sangat imut?" Kekeh sang eomma saat melihat wajah putrinya.
"Eommaaa~" rajuk Nayeon.
"Jangan lakukan hal yang dapat membuatku khawatir. Berjanjilah untuk sembuh eomma? Hm hm?" Pintanya dengan aegyo nya."Arraseo arraseo. Eomma akan sembuh untuk melihat sifat manjamu setiap hari" balasnya menggenggam erat tangan Nayeon.
----
Seokjin memejamkan matanya di atas bean bag jumbo kesayangannya, melepaskan seluruh energi di tubuhnya. Rasanya ia tak berniat untuk melakukan apapun. Hanya bean bag, angin semilir, dan kesunyian malam yang membuatnya nyaman.
Dalam pejaman matanya yang gelap, bayang gadis itu langsung hadir tanpa perlu dipanggil dari pusat memorinya. Senyumnya, tawanya, candanya, kesedihannya, bahkan tangisnya yang baru saja terjadi beberapa hari kemarin kini berputar-putar dibenaknya tanpa mau dihentikan. Hari ini lagi-lagi ia tak berkunjung ke rumah sakit, bukan karena tak mau. Tapi karena ia yakin Nayeon akan terbebani oleh kehadirannya.
Ia tak berdaya, relungnya bagaikan tertancap duri tajam yang serasa sulit untuk dikeluarkan.
Dirinya merasa sangat buruk. Teramat buruk.
Mengapa selalu saja, dua orang yang saling mencintai pada akhirnya harus saling menyakiti? Pertanyaan itu terus terngiang-ngiang dalam benaknya.Namun dibalik ketidakberdayaannya, dirinya masih saja merindukan gadis itu. Dirasanya, semakin rasa rindunya yang kian membuncah justru ia semakin tak ingin menemuinya.
Bukan karena rindunya yang palsu, hanya saja ia tak memiliki keberanian untuk menunjukkan wajahnya yang pasti akan mengingatkan pada luka gadis itu. Ia tak ingin gadisnya semakin tersakiti. Baginya hidup gadisnya sudah sangat menderita, dan ia tak ingin menambah perih di hatinya.
Bayangan Nayeon memudar seketika saat getar ponsel di saku celananya menganggetkannya. Bahkan untuk bergerak mengeluarkan ponselnya saja ia tak ingin. Ia biarkan panggilan itu terputus, saat ini ia tak ingin mengeluarkan tenaganya untuk berbicara dengan siapapun. Hingga ketiga kalinya masih saja ia diamkan dan tak lama getar dari sebuah pesan berganti mengusik Seokjin.
From : Paman Kang
Hubungi aku secepatnya. Ada yang ingin aku sampaikan.----
KAMU SEDANG MEMBACA
The Best Part || INY X KSJ
Fiksi PenggemarIm Nayeon dan Kim Seokjin,mereka memiliki luka tentang masa kecil yang berbeda dan tak bahagia. Sampai akhirnya mereka di pertemukan untuk menjadi housemate dan jatuh cinta. Namun perasaan benci yang menguasai Seokjin seolah menghalanginya untuk tid...