9. Kesedihan

20 1 0
                                    

Kegiatan ke museum pun berjalan dengan lancar. Semua murid menikmati perjalanan mereka. Banyak yang berfoto ria. Tapi tidak dengan Viany. Ia lebih banyak murung dan diam saja. Wirda dan Tiany masih terus berusaha mengajak sahabatnya itu untuk bicara dan bersenang-senang. Sesekali mereka berfoto bersama juga. Tak bisa dipungkiri terdapat raut wajah yang tak semangat dari Viany. Mereka berdua memaklumi itu

Masih tak menyangka dengan apa yang ia dengar. Viany baru saja bisa mengakrabkan dirinya dengan Dymash. Apa ia akan berusaha melupakan perasaanya dan berusaha tak mengakrabkan dirinya dengan Dymash. Tapi bagaimana pun juga Dymash temannya, dan Melvy pun dekat dengan Dymash apa tak aneh jika nanti ia tak dekat dengan Dymash.

Hari pun telah berganti sore, mereka semua pun bergegas meninggalkan area museum dan menuju ke bus untuk segera pulang. Saat ini pun posisi duduk sudah kembali seperti semula, Wirda sudah kembali bersama Tiany  sementara Viany bersama dengan Anna. Rasanya Viany ingin cepat-cepat sampai dan bergegas menuju rumah Melvy. Ia sungguh tak betah dengan situasi yang seperti ini. Lagi dan lagi ia hanya menatap jendela selama perjalanan. Tak berminat mengalihkan pandangan dari sana.

Disisi lain Wirda mencoba menengok kearah Viany, melihat bagaimana keadaan sahabatnya itu. Saat ditemukan lagi-lagi ia menatap kearah jendela dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Ia mencoba mengajak bicara menawari Viany makanan.

"Vi, lu mau makanan? Nih gue ada roti kalo lu mau" Viany yang merasa namanya disebut pun menoleh.

"Enggak, gue ga mood makan" tolak halus Viany pada sahabatnya itu.

"Yaudah lu tidur aja kalo gitu, kayaknya lu capek banget" ucapan Wirda itu pun hanya diangguki oleh Viany. Wirda yang memahami perasaan sahabatnya itu pun hanya bisa membiarkannya saja.

Dua jam kemudian mereka sudah  sampai di halaman sekolah. Mereka semua pun bergegas turun dari bus. Sudah banyak jemputan yang tengah menunggu, ada juga dari mereka yang  sedang menunggu jemputan mereka.

Viany pun menuju kearah luar gerbang untuk menunggu taksi yang sudah ia pesan tadi. Tak lama Wirda dan Tiany menghampirinya yang memang sedang menunggu jemputan mereka masing-masing.

"Vi, lu udah dijemput belom?" Tanya Wirda yang sedang menunggu jemputan juga.

"Enggak, gue naik taksi. Habis ini gue mau mampir kerumah Melvy dulu"

"Emang ngapain mau kerumahnya Melvy, mau minta oleh-oleh ya" ucap Tiany bermaksud menggoda sahabatnya itu.

"Gatau nih, tadi dia ngabarin gue kalo udah pulang suruh mampir kerumahnya" jelas Viany yang kemudian mendapat anggukan dari Wirda dan Tiany.

Sebenarnya mereka berdua tau Viany pergi kerumahnya Melvy karena Melvy ingin Viany menumpahkan segala kesedihan yang dirasakannya  dihadapannya. Karena Melvy tadi memang memberi tahu Wirda tentang hal itu. Tak lama setelah itu Tiany  pun berpamitan pada mereka berdua karena jemputannya sudah datang. Tinggallah Viany dan Wirda yang masih menunggu jemputan mereka.

"Vi, mau gue temenin kerumahnya Melvy" tawar Wirda dengan memasang wajah cukup khawatir. Mengingat apa yang dirasakan oleh gadis itu cukup membuatnya khawatir jika dibiarkan sendiri.

Viany yang menangkap ke khawatiran dari mata Wirda pun mencoba tersenyum dan meyakinkan bahwa ia akan baik-baik saja.

"Gausah, ku tenang aja gue gapapa kok. Lagian jarak kerumahnya Melvy ga begitu jauh kan, aman lah"

"Beneran? Kalo ada apa-apa kabarin gue ya"

"Iya gausah khawatir berlebihan gitu. Gue tau lu juga capek ga mungkin juga kan gue biarin lu ikut. Badan lu juga butuh istirahat dirumah"

Let's MoveonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang