Happy reading 😘
Para bodyguard jelas memberi jalan. Mereka berbaris tegap. Yumna menengadahkan kepalanya. Memejamkan mata dengan berjalan. Langkah kakinya lamban. Terlihat malas. Keringat masih membasahi pelipis. Dan Yumna sama sekali tak berniat menghapus.
"Yumna!" Rai memanggil. Yumna malas. Ia tak merespon. Tarikan lengan di bahunyalah yang menghentikan jalan.
Yumna membuka matanya. Para pengawal sudah di belakangngnya. Baguslah. Sekarang atensinya mengarah pada pemuda di hadapannya. Yang tengah tersenyum penuh kebahagiaan. Yumna mengalihkan pandangan lagi. Ia berniat melanjutkan jalannya.
Rai meraih tangannya. Satu handuk kecil tergenggam di jemari. Yumna mengerutkan kening. Apaan sih maksud cowok gila ini?
"Keringat kamu banyak. Aku yakin, kamu pasti tahu apa gunanya benda ini," balas Rai sebelum kembali menuju ke dalam GOR. Yumna bergeming. Sedari tadi ia pandangi benda itu. Yumna merabanya. Halus.
"Pertandingan yang menarik. Terimakasih," Rai melambai. Sebelum benar-benar masuk ke dalam.
Yumna tak menyahut. Terlalu bingung akan perubahan sikap Rai. Di mana kelakuan yang menjengkelkan itu? Tetapi yang lebih penting, buat apa Yumna memikirkannya. Yumna mengangkat bahu acuh. Terserah orang itu mau melakukan apa. Ia tak peduli. Dan ... handuk kecil ini? Anggap saja itu pemberian terakhir orang gila itu sebelum mereka kembali menjadi orang asing. Yumna sudah memperkirakannya. Sepertinya akan seperti itu.
Prok! Prok!
Suara tepukan tangan datang dari samping. Yumna menoleh. Mengernyit mendapati seseorang tengah menatapnya lekat. Intens. Dari atas ke bawah. Seperti Rai pernah memandangnya dulu.
Yumna melemparkan tasnya tepat pada wajah itu. Sialan! Berani-beraninya memandangnya secara terang-terangan!
Orang itu meluruhkan tubuhnya. Berjongkok. Tangannya menahan kepala. Terlihat menahan rasa sakit. "Awh! Ternyata lo memang sebar-bar ini! Kenapa juga Rai betah sama lo?!"
"Rai?" Yumna mengulang. Orang itu menyebut nama Rai? Orang yang tengah di dalam sana. Yumna mengembuskan napas. "Orang itu sedang di dalam. Dan ... hanya sekedar pemberitahuan. Aku bukan kekasihnya."
Yumna mendekat. Mengambil tasnya. Orang itu Kini tengah Menekan-nekan hidungnya.
Yumna meringis. Ia membuka ransel. Mencari sesuatu. Dapat. Yumna mengulurkan benda itu. Sebuah plester. Dengan warna coklat pramuka. Orang itu mengernyit. Heran dan bingung. Orang itu mendongak.
"Ini. Sepertinya hidung dan keningmu terluka."
Orang itu mengambilnya dengan ragu. Yumna tersenyum. Tasnya kembali ditaruh pada punggung. "Obati lukamu. Dan juga. Kalau punya mata itu dijaga yang baik!"
Yumna berbalik. Hendak meneruskan perjalanannya. Suara Kekehan terdengar. Yumna menoleh. Sedetik kemudian keningnya berlipat. Ada apa dengan orang itu?
Kini tengah terbahak. Posisinya kini sudah berganti dengan duduk diatas lantai. Yumna masih memerhatikan. Orang itu serasa tak asing. Ia pernah melihat. Ah, ia sudah mengingatkannya. Orang itu jelas adalah salah satu siswa yang ingin memasuki kelas eksekutif waktu itu. Yumna tak heran. Orang itu temannya orang gila. Pantas saja kelakuannya hampir mirip. Sama-sama tak waras. Yumna bergidik menyadari pemikirannya.
"Lo lucu. Pantas Rai tergila-gila sama lo," katanya.
Yumna melipat tangannya. "Serah deh mau ngomong apa. Orang gila kan gitu," balasnya tajam. Sangat tajam malah.
Lelaki itu berhenti. Ia mendengus. Kembali berdiri. Tangan yang memegang plester tadi, ia simpan pada saku.
"Ternyata bener ya, kata Rai. Udah bar-bar omongannya pedes lagi! Ngalahin cabe lima kilo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Yumna's Secret
Teen Fiction"Cerita ini telah diikut sertakan dalam kompetisi ODWC menyambut Anniversary AMB Publisher tahun kedua." Yumna Khaura Adriyani. Putri terakhir dari keluarga Adriyansyah. Bersifat cuek--pada selain keluarga, suka beradu kekuatan terutama bagi yang me...