BAB 17

61 3 0
                                    

Bagaimana jika ... kita menjadi teman. Sepertinya menarik.

Kalimat Rai masih mengiang di telinga. Tercatat jelas di otak. Dan kini, memori tengah mengulang-ulang bagaimana lelaki pembangkit masalalunya itu mengucapkannya. Yumna menggeleng. Tidak. Jangan sampai ia memikirkan orang gila itu berulang kali. Itu pantangan. Dan tidak diperbolehkan.

Yumna memungut bola basket yang merayap kearahnya. Sedang di laksanakan kelas olahraga.

"Yumna, kamu ingin mencoba? Saya dengar kamu baru menang telak kemarin?" Suara Mr. David menarik atensinya.

Lelaki dengan paras kebule-bulean itu kini tengah memberikan senyuman remeh padanya. Entah dari mana semua orang tahu, padahal pertandingan dilakukan tertutup. Hanya bodyguard yang tahu dan beberapa orang lain.

Yumna mendengkus. Pasti salah satu dari orang-orang itu ada yang membocorkan.

"Apa kemampuanmu sudah menurun?"

Pertanyaan itu bersambut Kekehan dari teman-temannya dan beberapa orang di sana.

Yumna mengeratkan genggaman. Pandangannya mengarah tajam. Senyum tersumir tipis. Tertarik ke samping.

"Jika Anda meragukan kemampuan saya, kita bisa berduel, Mr. David."

Kekehan dari sekitar seketika teredam. Diam dan hening. Mr. David meletakkan kedua tangan pada saku celana trainning. Kepalanya mendongkak congkak.

"Apa kamu yakin? Saya bukan orang yang separuh-separuh jika sedang bertanding."

"Tentu saja. Saya juga orang seperti itu, Mis---ter," tandasnya Yumna.

***

"Mr. Daviiiiid. Jangan kalah sama cewek bar-bar itu!"

"Mr. David! Mr. David! Mr. David!"

"Yumnaaaaa lo pasti bisa!"

Riuh sorak suara pendukung bergemuruh di tiap trubun. Entah sejak kapan GOR terisi penuh seperti ini. Sepertinya tadi belum ada setengahnya.

Yumna berlari cepat. Mendibrilng bola dengan cermat. Mr David sudah menunggu di depan sana. Tangannya merentang. Berusaha menghalau serangan dari depan. Yumna berhenti sejenak. Ritme bola ia turunkan. Hampir berhenti. Tangan Mr David menjulur. Ingin mengambil alih namun Yumna lebih lincah memindahkan bola ke tangan kiri. Ia kembali berlari. Melewati Mr David dengan mudah.

Dan ... shoot!

Bola masuk tepat ke ring. Yumna tersenyum kecil. Ia berbalik. Melipat tangan di depan dada. Kepalanya ia angkat sedikit. Sementara pandangannya mengarah lurus pada satu objek.

"Ini sudah akhir."

Mr David bertepuk tangan. Dia mengangguk. Rambutnya lepek.  Sama dengan Yumna. Dia mendekat.

Riuh suara penonton mulai menurun. Ada yang memekik kecewa dan juga berdecak senang.

"Kamu menang. Selamat."

Mr David menjulurkan tangan kanan. Yumna menyambut. Matanya masih tak berhenti untuk menatap lurus. Yumna sama sekali tak membalas ucapan Mr. David. Hanya senyuman sinis yang ia berikan. Mr. David sudah menyentil egonya. Dan tak ada maaf bagi orang yang berani melakukan itu.

Untaian  tangan terlepas. Mr. David mundur kemudian berbalik dan pergi. Yumna masih bergeming. Tak memerdulikan apapun. Pun dengan penonton yang mulai meninggalkan tribun dan GOR.

Sampai sesuatu yang dingin menyapa kulit pipinya. Dan benda lembut mendarat pelan di kepala.

Yumna menoleh. Menemukan Rai Reifansyah yang tengah tersenyum tipis. Netra hijaunya menujukan kebahagiaan. Entah untuk apa. Yumna tak tahu.

Yumna's Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang