Yumna menyandarkan tubuhnya. Memandangi orang yang berlalu lalang. Ada yang bersepeda dan hanya berjalan. Yumna tak masuk dalam kumpulnya orang-orang itu. Memilih berdiam diri sendiri. Sudah cukup Rai memaksanya menemani pergi ke acara seperti ini. Yumna tak mau lagi. Suasana seperti menyesakkan baginya.
Rai berlari mendekat ke arahnya. Mengulurkan air minum. Bulir-bulir keringat membias di pelipis. Wajahnya sudah tak sepucat pagi tadi.
Yumna mengambil air minum itu. Segalanya sudah terbuka. Ia tak perlu repot-repot untuk membukanya lagi.
Rai menghempaskan dirinya sejajar dengan Yumna. Napasnya terdengar naik turun. Belum sempurna normal. Yumna menoleh. Mengernyit. Untuk apa Rai memberikan air mineral ini jika dirinya sendiri lebih membutuhkan?
"Kamu haus?" tanya Yumna memastikan.
Rai mengangguk. Retina hijau itu berbinar bahagia. Ada apa? Mengapa Rai seperti orang yang baru menerima lotre?
"Ya, aku haus. Jadi kamu mau membagikan airmu?"
Mata Yumna menyipit. Alisnya hampir menyatu. "Kenapa tidak beli sendiri?"
"Kamu tidak ingin membagikannya?" Rai membalas dengan pertanyaan. Aneh!
"Kurasa keluarga Alexander belum bangkrut. Kamu bisa menyuruh para ajudanmu untuk memberikannya untukmu," Yumna menggeleng. Memejamkan matanya. Menganggap idenya sudah terbaik.
"Satu-satunya ajudanku sudah kusuruh pulang. Aku juga sudah memastikan tak ada biodyguard yang menguntit kita. Hari ini, kamu bisa merasakan kebebasan."
Yumna berbinar. Ia bahkan tak sadar menggoyangkan tubuh Rai dengan kencang. Terlalu bahagia. Tak dikelilingi dengan bodyguard itu cita-citanya. Yumna bersorak senang.
"Are you happy?" Rai mengambil botol dari Yumna. Meneguknya. Menghabiskan sisa air itu. Dia tersenyum tipis.
"Tentu saja." Mengangguk Meng-iya-kan. Siapa yang tidak akan senang? Itu impiannya. Dan Rai berhasil mewujudkannya. Ia tak akan melupakan kebaikan Rai. Mengingat penjaga ..., "Rai, apa kamu juga menyuruh beberapa pengawal untuk mengawasiku?"
"Uhuk!"
Rai tersedak air. Terbatuk kaget. Dia menatap Yumna tak percaya. Yumna semakin menajamkan pandangan. Respon Rai sudah cukup menjawab apa yang ia tanyakan.
"Katakan. Untuk apa kamu melakukan itu? Sudah terlalu banyak orang yang mengawasi gerak-gerikku. Mengapa juga harus ikut bergabung?" Yumna meninggikan suaranya. Napasnya memburu. Kemarahannya tersulut. Rai tak bisa dibiarkan. Beruntung saja ia tak lepas kendali dengan meninju rahang itu. Yumna bahkan ingin bersumpah nanti ia akan melukai wajah yang nyaris sempurna itu.
"Aku hanya ingin melindungimu." Rai menunduk. Melempar botol pada tempat sampah. Tepat. Tak terpeleset. Senyuman kembali mengembang.
"Melindungi? Nggak masuk akal!"
Yumna masih belum bisa menerima alasan Rai. Baginya itu sama sekali tidak logis.
"Lalu aku harus menjawab apa? Itu kebenarannya. Entah kamu percaya atau tidak, itu yang terjadi. Aku hanya ingin melindungimu. Itu saja."
"Kenapa, kenapa kamu melindungiku?" Yumna tak mengalihkan pandangan. Bahkan dari jarak pandangnya hanya ada Rai Reifansyah. Suasana tiba-tiba hening. Semua orang lenyap.
"Karena ... aku mencintaimu. Sejak dulu. Sejak dua tahun yang lalu."
Yumna menggeleng tak percaya. Mengalihkan atensi. Ia tertawa sinis. "Kita baru bertemu belum genap satu minggu. Kamu yang menolongku. Dan aku yang menerima bantuan. Tidak ada pertemuan sebelum itu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Yumna's Secret
Novela Juvenil"Cerita ini telah diikut sertakan dalam kompetisi ODWC menyambut Anniversary AMB Publisher tahun kedua." Yumna Khaura Adriyani. Putri terakhir dari keluarga Adriyansyah. Bersifat cuek--pada selain keluarga, suka beradu kekuatan terutama bagi yang me...