BAB 6

110 6 2
                                        

Cklek

Seseorang masuk. Bukan, tidak hanya satu orang, tapi dua orang. Perhatian mereka teralih.

"Oh, maaf. Kita nggak akan ganggu kok."

"Tidak. Masuk saja. Urusanku sudah selesai di sini," Yumna berseru menghentikan langkah kedua orang itu. Ia sudah tak ada urusan dengan orang gila di depannya.

Ia melangkah. Menjauhi Rai. Menuju tempat di mana ada dua orang tengah menatapnya bingung.

"Siapa yang bilang sudah selesai, Sayang?" Ucapan Rai menghentikan hentakkan kakinya. Yumna menoleh sebal. Ingin sekali ia melempar sepatunya pada wajah itu.

"Aku. bilang. sudah." Yumna menekan kata perkata.

"Tapi aku berpikir belum." Tatapan Rai semakin menajam. Yumna sama sekali tak gentar. Ia sudah terbiasa mendapatkan pelototan mematikan seperti itu dari Kakaknya.

Ia terkekeh. Kemudian lenyap. Digantikan oleh pandangan tak kalah tajamnya. "Aku bilang selesai. Itu berarti selesai. Paham?"

Ia berbalik. Meraih heandle pintu. Dua orang tadi sudah tak ada. Biarlah. Bukan urusan Yumna. Namun, kenapa handlenya seperti seret? Atau-- Yumna mengembuskan napas kasar.

"Buka puntunya!" Ia menoleh. Pandangannya menangkap Rai yang tengah berjalan pincang menuju sebuah meja. Ia mengernyit. Bukannya tadi baik-baik saja. "Kamu kenapa?"

"Aku kenapa?" Rai mengulang pertanyaan Yumna. Ia mendengus geli. "Nona Yumna, ini semua karena perbuatanmu. Jika kamu lupa," Kemudian tersenyum manis.

"Aku? Kamu---" Yumna menelan rangkaian kalimat yang telah tersusun. Satu ingatan menghampiri. Oh, bagaimana mungkin ia melupakannya? Orang itu terluka karena dirinya. Karena kakinya yang cantik ini. Telunjuk tangan yang sudah mengarah terpaksa ia turunkan. Dan ... lihatlah. Tatapan cowok itu. Yumna tak akan segan memukulnya jika ia tak ingat telah melukainya.

Yumna mendekat. Tangannya merogoh sesuatu dalam saku untuk kemudian  ia serahkan pada Rai. "Ini."

Rai mengernyit. Mendapati satu kertas lusuh di atas mejanya. "Apa ini?"

"Itu kartu kesehatan klinik sekolah." Rai semakin berkerut dalam. Ia memandang Yumna seolah meminta penjelasan. "Dengan kartu itu kamu bisa berobat dengan gratis. Anggap saja ini bentuk tanggung jawabku terhadapmu."

"Apa?!" Rai menggeleng tak percaya. "Kamu pikir aku tak cukup mampu untuk membayar dokter-dokter murahan itu?"

"Murahan? Kurasa enggak. Soalnya beberapa dokter di sana adalah spesialis di rumah sakit besar."

Rai menggeleng. Tatapannya masih tak percaya. Ia terkekeh geli. "Aku tak perlu ini. Tidak menerima ini." Ia menggeser kartu itu. Mengembalikan  pada Yumna.

"Kenapa? Bukannya tadi kamu mengataiku sebagai pengecut karena aku tak mau bertanggungjawab. Sekarang aku sudah melakukan tugasku. Dan kamu menolaknya." Yumna menatap jengkel. "Terserah. Aku mau keluar."

Yumna mengambilnya. Menaruhnya kembali pada saku jas. Lalu melenggang pergi. Tapi pintu masih terkunci. Huft! Ia tolehkan kembali kepalanya. "Buka! " 

"Kamu hanya bisa keluar jika telah bertanggung jawab atas luka yang kamu berikan." Rai menyenderkan bahunya pada kursi. Memandang Yumna intens. Dari rambut, wajah, tubuh hingga kaki jenjangnya. Tak ada yang terlewat.

DUGH! 

Rai menyipit kan matanya. Pening mendera. Gadis itu menyakitinya lagi? Tidak bisa dipercaya. "Tidak bisakah kamu diam dan tidak melukaiku, Yumna? Argh!"

Yumna kembali menghampirinya. Mengambil sepatu yang terkapar di samping Rai. Mulus. Sepatu itu menjalankan tugasnya dengan baik. Ia menyeringai. Puas. Rasanya semua kekesalannya sudah tersampaikan.

Yumna's Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang