BAB 4

127 8 2
                                        

“Lo tadi dari mana?” Frada meninggikan suaranya demi menyeimbangi bunyi lalu lalang kendaraan. Tangannya mengenggam sebuah es krim bertoping coklat, sisa-sisa dari jatah anak-anak tadi. Tak ada tanggapan, sehingga Frada menolehkan kepalanya ke samping kanan. Dan tangannya mengguncang lengan Yumna pelan.

Yumna mengembuskan napas sejenak. Mengeluarkan segala pikiran yang hinggap di kepala. “Pasar malam.” Guncangan lengan kirinya semakin mengencang. Yumna menoleh. Alisnya hampr menyatu ketika mendapati binar mata sahabatnya bertambah. Lengkungan bibir mungil melebar.

“Beneran? Kamu diajak Rai Reifansyah ke pasar malam?” Frada memekik heboh. Bahkan ia meloncat-loncat kecil, membawa beberapa pandangan penasaran dari pengguna jalan. Rasanya Yumna ingin membungkam mulut dn memborgol tubuh itu. Bikin malu saja! 

“Kamu apaan, sih? Bisa diem nggak?” Ia melepaskan rangkulan Frada. “Lagian, dari mana kamu tahu tentang Rai. Aku saja baru ingat namanya.” Tambahnya acuh.

Frada menghentikan gerakannya. Matanya melotot tak percaya. Bahkan dia sudah melupakan tentang es krim yang ia pegang. Perhatiannya teralihkan, “Lo nggak kenal Rai? Dia itu Rai Reifanyah Al—“

Kalimat Frada menggantung ketika bunyi decitan ban di rem menghampiri. Serontak, mereka mengalihkan pandangan. Ah mobil itu, sejenis mobil pribadi seharga berlian 50 karat. Mobil yang hanya dimiliki oleh orang-orang yang berkantong tebal. Sudah pasti, itu bukan mobil yang akan di sewa untuk taksi online. Dan sialnya Yumna tahu siapa pengendara di dalam. Seorang lelaki dengan hidung mancung, rahang tegas dan mata yang tajam. Yumna tak perlu dua kali untuk mengenalinya, siapa lagi jika bukan kakak protektifnya?

Beberpa bodyguard berjalan mendekat. Yumna mengebuskan napas pelan. Ia melirik Frada penuh penyesalan. Frada mengangguk mengerti. “nggak apa-apa. Lo pulang aja dulu. Nanti kalau gue nyampe rumah gue kabari,” bisiknya.

“Nona Yumna, silahkan.”

Seorang bodyguard membuka pintu penumpang Nonal. Sedangkan pemilik mobil tetap bergeming.

Kini Yumna menoleh sepenuhnya pada sahabatnya. Sudah tak ada es krim di tangan itu. tatapannya teduh dengan anggukan jangan khawatir. Sekali lagi, ia tak mampu menepati janji. “Jaga diri,” pesannya yang hanya dibalas lambaian riang oleh Frada. Ck, anak itu!

Keheningan menyelimuti sepanjang perjalanan. Noval tampak kaku di kursi pengemudi, sementara Yumna terlihat acuh. Sungguh suasana seperti ini adalah yang paling dibenci Yumna. Ingin sekali ia berteriak, namun ego melarang. Huft!

“Ikut kakak!” ucap Noval ketika keluar dari mobil. Ia sama sekali tak mengarahkan pandangannya pada adik bungsunya. Berjalan lurus ke dalam rumah. Sementara Yumna mengikuti tanpa suara. Menunduk dalam, menyiapkan hatinya atas segala kemaran Noval nanti.
BRAK!!

Yumna berjengkit ketika mendengar gebrakan pintu itu. ia bahkan mengintip beberapa perabotan yang menyender pada dinding sekitar pintu, semua bergetar. Layaknya gempa berkekuatan kecil.

Yumna berusaha menelan ludahnya, hanya saja terasa seret. Ah, kemaran Noval benar-benar berada di puncaknya.

“Apa arti kakak dalam hidupmu, hm?” Noval bertanya pelan dan berat.

“Maaf.” Balasnya. Tak mau menyuarakan apapun di benaknya. Ia masih cukup waras untuk tak mengumpankan dirinya pada singa yang tengah mengamuk.

“Maaf,” ulang Noval. Ia mendudukkan diri pada kursi kerjanya. Sedangkan Yumna dibiarkan berdiri kaku di seberang meja. “Harus berapa kali aku mendengar kata itu, Yum?” ada kekecewaan yang tersirat. Dan Yuman menyadarinya.

“Dari dulu—dari kamu masih bersama orang itu, aku selalu menerima kata itu. berulang kali, tapi kamu masih melakukannya,” sambungnya. “bahkan ketika dia sudah tiada, kamu masih melakukannya. Diam-diam. Seakan aku hanyalah orang tolol yang mudah dibodohi.”

Yumna's Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang