1

8K 306 18
                                    

Drapp.. Drapp.. Drapp..

Hanya sekitar empat ratusan meter lagi, ia akan sampai di minimarket itu. Hanya saja... semakin ia mempercepat langkahnya, maka secepat itulah juga langkah orang yang menguntitnya sejak di halte bus tadi.

Sinar lampu mobil..!

Syukurlah, karena sebelum tikungan itu ada sebuah mobil yang mesinnya dalam keadaan menyala. Mungkin ia bisa meminta tolong pada si pemilik mobil itu.

"Pak...!!" ia sengaja mengeraskan suaranya.

Si pemilik mobil itu memunculkan kepalanya dari bagasi belakang mobilnya. Dahinya berkerut memandang aneh sesosok remaja yang memanggilnya itu.

"Ya...?"

Namun saat remaja kurus itu berdiri tak lebih sepuluh meter dari pria gempal itu, ia merasakan ada sesuatu yang aneh dengan pria berkacamata itu.

Syyutttt...!

Dia melirik ke arah lain. Arah dimana orang mencurigakan yang terus menguntitnya itu, berjalan mendahuluinya begitu saja.

Ia sempat melongok sejenak sambil memperhatikan bagian belakang sosok mencurigakan itu.

"Apa kamu bisa bantu saya, dek?" suara pria gempal itu membuyarkan lamunannya.

Dia mengangguk sambil bernafas lega. Mungkin saja ini akibat dari ia terlalu banyak menonton film thriller dan melihat berita serta artikel tentang pembunuhan berantai yang sedang terjadi.

"Bantu saya angkat ini ke bagasi..." suara itu mengejutkannya lagi.

"Ohhh iya, pak."

Ia pun membantu pria itu sebagai rasa terima kasih, karena sudah bisa terbebas dari si penguntit mencurigakan itu.

"Berat juga ya, pak.." celotehnya.

Pria gempal itu tak menjawabnya. Namun disinilah kecurigaannya itu kembali muncul. Selain ia melihat ada beberapa tumpukkan terbungkus plastik hitam besar di bagasi mobil, ia juga mencium sesuatu yang aneh. Bau anyir darah yang bercampur dengan bau busuk.

Glek...!

Pikirannya mulai bercabang kemana-mana. Dalam benaknya, ia membayangkan kalau apa yang ada di dalam bungkusan plastik itu isinya adalah potongan tubuh manusia yang sudah mulai membusuk.

"Mas Azka lagi ngapain disini?"

Ia menoleh ke arah sumber suara itu. Sontak pikirannya jadi tenang dan bahagia sekali.

"Aku lagi bantuin bapak ini tadi." Sahutnya. "Kamu sendiri?"

"Saya baru aja mau ke minimarket." jelas cewek berpostur biasa, namun berwajah manis itu. "Maaf mas saya telat. Soalnya tadi adik saya susah tidur."

"Ayam...!"

Keduanya sama-sama menoleh ke arah pria gempal itu.

"Maksudnya ini bangkai ayam. Saya tertipu sama penjual di pasar. Ayam yang mereka kirimkan ternyata ayam tiren!"

Azka mengangguk paham. Lagi-lagi ini efek akibat dia sering tidur larut cuma demi menonton hal-hal yang berkaitan dengan pembunuhan, mayat, darah, dan penyiksaan korban yang disekap.

"Kami permisi dulu, pak." tukas Azka sambil menarik tangan cewek yang usianya tujuh tahun lebih tua darinya.

"Kok tumben malam-malam kesini, mas?"

"Kenapa emangnya?! Minimarket Mas Ryan itu kan punyaku juga..! Kamu gak suka ya?!"

"Bukan begitu Mas Azka. Soalnya kan biasanya Mas Azka itu gak boleh berkeliaran malam-malam sendirian sama Pak Ryan."

Azka menghempas tangan cewek itu. "Pertama, Mas Ryan lagi sibuk operasi besar dua pasiennya malam ini. Kedua, itu artinya liburan ke Raja Empat besok jadi tertunda. Ketiga, kenapa jadi tertunda? Soalnya Mas Ryan besok mau cari gedung buat pernikahannya!"

"Hhehe, kan saya gak tahu Mas Azka.." jawab cewek itu ringan.

Akhirnya keduanya sampai juga di minimarket. Sesosok pria yang sedang berdiri di belakang meja kasir dengan wajah dongkol, lantas mengembangkan senyumnya ketika melihat Azka datang bersamaan dengan rekan kerjanya itu.

"Ehhh Mas Azka.." kata cowok berambut ikal yang dikuncir itu.

"Aku mau istirahat dulu. Kalau ada yang dateng cari aku, bilang aja lagi tidur."

"Mas Azka mau saya buatkan cokelat hangat dan sandwich?" Tanya cowok ikal itu.

"Boleh deh." Jawab Azka sambil melihat ke seluruh penjuru minimarketnya.

Keadaannya tidak terlalu ramai. Hanya saja, masih ada tiga pengunjung yang sedang duduk santai sambil minum latte dan memanfaatkan fasilitas wifi gratis yang disediakan olehnya.

Lain lagi ceritanya kalau saat siang dan sore hari. Hampir seluruh kursi di minimarket ini penuh terisi semua. Baik oleh para mahasiswa yang sedang mengerjakan tugasnya secafa berkelompok, ataupun para siswa SMA yang iseng download-download file berukuran besar maupun bermain game online.

Azka mendorong pintu kayu yang berada persis di sebelah mesin minuman. Ada sebuah lorong dengan penerangan temaram untuk menuju ruangan dimana biasanya ia beristirahat. Namun, sebelum ia mencapai ruangan itu, ia berhenti sejenak di depan sebuah pintu lain.

Tangannya sudah memegang gagang pintu itu. Dan tanpa ia duga, seseorang dari dalam toilet itu juga menarik gagang pintunya.

Azka nyaris aja terjatuh. Namun ia bisa mengendalikan situasi dan rasa malunya secepat mungkin.

Mata Azka terbelalak saat melihat siapa sosok yang kini sedang berdiri persis di hadapannya.

Dia adalah si penguntit mencurigakan yang mengikutinya sejak di halte bus tadi!

Azka berbalik kaku. Ia ingin segera berlari sambil berteriak menyelamatkan diri. Namun seluruh tubuhnya terasa sangat berat sekali.

"Sorry..."

Tubuh Azka mendadak tak bisa digerakkan sama sekali. Ia merasakan tangan orang yang mememegang tangannya, dingin dan menusuk sekali.

"Ini punya lo kan?"

Meski agak takut, namun Azka menoleh kembali ke belakang. Ia melihat bindernya yang tebal dan penuh dengan coretan spidol tulisan tangannya itu, berada dalam genggaman si penguntit itu!

"Gue nemuin ini di perpus. Waktu itu mau langsung gue balikkin. Tapi gue ada urusan mendadak. Sorry ya.."

Azka menelan ludah. Matanya memicing. Ia berusaha mencerna tiap kata yang keluar dari mulut orang itu.

"Perpus..?"

Orang itu mengangguk santai. "Lo tenang aja. Gue gak ada maksud apa-apa kok." kata cowok itu sambil berlalu. Namun, sebelum menghilang di balik pintu menuju bagian dalam minimarket kembali cowok itu kembali menoleh sambil memperhatikan Azka sejenak.

"Terima kasih." Ucap Azka pelan.

Cowok itu mengangguk sambil mengulas senyum.

Sampai pintu itu tertutup, Mata Azka masih saja tak berpindah. Ada perasaan aneh menghinggapinya saat ini. Perasaan antara canggung, gugup,  ketakutan, resah, dan gelisah.

Azka mendekatkan binder miliknya ke arah hidungnya. Dahinya mengerenyit karena sebuah aroma yang tak begitu asing baginya.

"Bau ini --- kenapa begitu sama persis dengan bau...."

$$$$$$

slow update, nunggu banyak respon dari kalian dulu ya gays...!

😘😘😘😘😘


H.I.M 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang