7

2.7K 212 13
                                    

Ryan bukan tidak pernah memperdulikan keluarganya. Ia cuma ingin membuktikan pada satu-satunya anggota keluarga yang masih dimilikinya, yaitu adiknya --- bahwa ia juga bisa mendapatkan sebuah pekerjaan dengan upah yang terbilang sangat fantastis. Meski ada sebuah pengorbanan yang harus dilakukannya, demi semua itu.

Dia memejam saat orang itu menyuntikkan lagi obat yang sama seperti minggu lalu. Seperti biasa, kepalanya langsung bereaksi sedikit pusing dan tubuhnya melemas seperti tak ada gairah.

Disaat seperti inilah, wajah adiknya yang terus terbayang dalam kepalanya.

'Suka-suka gua mau bergaul sama siapa aja! Orang itu baik dan peduli sama aku!'

'Emang kenapa kalo gua udah ngesek sama dia?! Lo malu punya adek gay kayak gua?!'

'Lo liat nih, kalo bukan karena uang dari orang itu -- mungkin gua udah mati kelaperan kali!'

"Ehemmm...!"

Ryan tersentak. Ia agak salah tingkah ketika pria berkemeja putih itu berdehem dan menatapnya dengan ekspresi menyeramkan.

"Buka semua pakaian kau!" Perintah pria itu.

Ryan tertegun. Namun tak ada yang bisa dilakukannya selain menuruti perkataan pria itu.

Jantungnya berdegup kian kencang, saat layar lebar di hadapannya itu mulai memutar video porno. Baik hubungan seks sesama pria, maupun pria dengan wanita.

Tak sampai semenit, dua pria berbadan kekar atletis dan seorang wanita bertubuh seksi mendekatinya dengan tatapan nakal. Tentunya ketiga orang yang tak mengenakan sehelai baju pun, mulai melancarkan aksinya.

Mereka mencumbu bibirnya, melumat putingnya, menjilati ketiaknya, menghisap penisnya, sampai salah satu dari kedua pria itu dengan nafsu menjilati lubang anus Ryan.

Setengah jam berlalu sudah. Tubuh Ryan tak hanya basah bermandikan peluh. Namun banyak tanda bekas ciuman dan gigitan yang sengaja ditinggalkan oleh ketiga orang tadi.

Ryan sudah agak tenang ketika ketiga orang itu meninggalkannya berdua dengan si pria berkemeja putih itu. Tapi dia masih belum bisa bernafas lega, karena si pria itu agak tidak suka saat tadi penisnya mengeluarkan precum.

"Besok atau lusa, obat kau dosisnya akan ditambah."

Ryan tak tahu harus bereaksi apa. Ia sudah mendapatkan beberapa kali suntikkan kebiri kimia. Yang artinya, ia tidak bisa lagi menikmati apa itu surga dunia.

Dan sebagai bahan pembuktiannya, penisnya tidak pernah ereksi apalagi sampai memuntahkan lahar panas, meskipun dihisap, dijilat, dan dirangsang sedemikian rupa oleh orang-orang tadi.

"Ini gajimu untuk bulan ini." kata pria itu sambil menyodorkan selembar cek senilai dua puluh lima juta.

Pria itu bangkit dari kursinya lalu mendekati Ryan. Tangannya meraba dada Ryan yang padat dan menonjol, juga perut Ryan yang sixpacknya terpahat sempurna.

"Saya tidak suka dengan ini dan ini. Hilangkan semua dalam waktu tiga bulan. Kalau tidak, jangan harap kau bisa keluar dari tempat ini hidup-hidup.."

Bukan kali ini saja pria itu mengatakan hal seperti tadi. Namun ini sudah kesepuluh kalinya, sejak ia bekerja dengan pria itu.

Ia sudah berusaha makan sebanyak mungkin. Bahkan yang tadinya ia tidak pernah minum soda dan air dingin, kini kedua jenis minuman itu menjadi minuman wajib pengganti air putih.

Namun tetap saja, ia tidak bisa menghilangkan begitu saja tubuh atletisnya itu. Karena sehabis makan dan minum, ia selalu saja melakukan olah raga ringan seperti push up dan plank, dengan beban berupa sosok yang saat ini tengah terbaring tak sadarkan diri di atas kasur itu.

Ryan masih berdiri mematung. Melihat pria itu membelai kepala remaja yang tak pernah sadarkan diri dari koma panjangnya itu.

Ia juga sering melihat pria itu menangis saat sedang berbicara dengan sosok itu.

"Saya pergi dulu. Jangan lupa untuk terus kau pantau dan berikan semua obat itu padanya." kata pria itu sambil menepuk bahu Ryan.

Ryan berjalan mengekor di belakang pria itu. Tentunya masih dalam keadaan telanjang bulat. Ia mengantarkan pria itu sampai pada sebuah pintu teralis besi yang dijaga oleh lima orang bertubuh kekar dan menyeramkan.

"Pak Jeff, maaf..."

Pria bernama Jeff yang sudah berada di luar tralis itu lantas menoleh kembali dengan satu alis terangkat.

"Hmmm..?"

"Kenapa anda tidak bawa adik anda ke rumah sakit saja?"

Jeff agak tersentak mendengarnya. Ia meminta kepada penjaga membuka kembali pintu tralis itu.

Bugghhh...!

Ryan jatuh tersungkur hanya dengan sekali pukulan yang mengarah di perutnya itu.

"Kuberitahu kau sekali lagi, untuk tidak mencampuri setiap urusanku."

"Maaf ---" sahut Ryan dengan nada merintih.

Pria itu menjambak rambut Ryan dengan kasar sekali. Lalu ia mendekatkan bibirnya pada telinga Ryan.

"Karena aku tidak mau, mereka merebutnya kembali." Pria itu kini menekan sepatunya pada penis Ryan. "Dan jika, kau berani macam-macam dengannya --- akan kubawa adikmu kesini dalam keadaan sudah terpotong-potong...!"

$$$$$$

H.I.M 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang