Dugggg -- Dugggg -- Dugggg...!!
Aryani menguap lebar di atas kasurnya yang awut-awutan. Dia jelas bingung, siapa orang gila yang menggedor pintu apartemennya di tengah malam buta seperti ini.
"Iya, bentar...!!"
Cklek.
Mata wanita muda itu membulat seperti mau copot saja. Melihat dua orang yang sangat dikenalnya, namun dalam kondisi yang sangat bertolak belakang sekali.
Pria setinggi 185 senti itu menghambur masuk dengan wajah cemas luar biasa. Ia menaruh pria yang sama tinggi dengannya di sofa ruang tamu apartemen rekan seprofesinya itu.
"Han, Ryan kenapa?" Aryani masih mencoba tetap tenang. Meski ia melihat rekan sprofesinya itu dalam keadaan babak belur dan luka parah dimana-mana.
Farhanmembuka kaos Ryan, ia mengambil kotak p3k seadanya yang terdapat di apartemen sahabat karibnya itu.
"Mau sampai kapan kamu berdiri disitu, hah?!" Suara Farhan sontak menyadarkan Aryani. Membuat wanita itu bergerak cepat, mengambil peralatan medis yang ia simpan di lemari khusus di dalam kamarnya.
Baik Farhan dan Aryani, keduanya memulai dengan membersihkan semua darah dan kotoran yang melekat pada tubuh Ryan. Mereka sampai menghabiskan berbotol-botol obat kompres luka, kapas, handuk, dan juga bergulung-gulung perban.
Pukul tiga dini hari, Aryani selesai menjahit luka terakhir pada pelipis kiri Ryan. Begitupun dengan Farhan yang selesai mengganti kantung infus untuk rekannya itu.
"Aku udah curiga dari awal!!" Tukas Farhan sambil berdiri di dekat jendela dengan wajah cemas. "Orang itu bukan Ryan!! Dia bukan Ryan!!"
"Orang siapa, Han?!" Aryani mendekati Farhan. "Aku gak paham, Farhan!!"
"Ya Tuhan...!!" Farhan cemas bukan main. Ia memang sudah berpuluh-puluh kali mengoperasi pasien dengan berbagai kondisi dan penyakit. Namun untuk kali ini, masalah yang dihadapinya cukup pelik dan sangat berbeda.
"Rileks,Farhan. Istighfar!!"
Farhan mencoba tenang. Ia menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan.
"Minum dulu, Han..."
Farhan menerima secangkir teh hangat dengan tangan gemetaran. "Dia tiba-tiba datang ke rumahku, Ar. Aku juga gak tahu apa yang terjadi, tapi kata driver gojek yang mengantarnya, dia menemukan Ryan di dekat gerbang pembakaran sampah."
"Kamu jangan main-main, Han. Gak lucu tau.."
"Aryani!!" Farhan memelotot. "Dengan kondisi Ryan yang seperti itu, kamu kira aku lagi main-main?!"
Aryani duduk bersila di atas sofa lainnya. "Kita berdua kan kenal banget sama Ryan --"
"Iya.."
"Dan kita tahu kan, kalau Ryan itu gak pernah punya masalah sama siapapun."
"Iya.."
"Kecuali..." Aryani diam sejenak.
"Azka!!"
"Come on, Farhan!!" Aryani menepuk dahi. "Lo kan tahu Azka itu badannya sebesar apa?! Mana bisa dia geret-geret tubuh kakaknya, terus ngelakuin itu semua sama Ryan?!"
Farhan masih aja merasa ada sesuatu yang mengganjal. Ia pun mengeluarkan hapenya dan mencoba menghubungi satu nomer.
Baik dia dan Aryani, keduanya sama-sama memasang wajah tegang. Berharap bahwa nomer yang dihubungi itu tak ada yang jawab.
Kali ini Farhan coba menghubungi nomer lain. Rumah sakit. Dia masih tidak puas percobaan pertama tadi.
Klik.
'Selamat malam, Dokter Farhan. Tumben nih..'
"Apa malam ini Dokter Ryan di rumah sakit lagi?"
Aryani kontan mendesis pada rekannya itu. "Kamu sudah gila ya?!"
'Ahhh iya. Lima menit yang lalu Dokter Ryan dan Daniel baru saja kembali dari kafetaria.'
Wajah Farhan dan Aryani memucat seketika. Pandangan keduanya lantas beralih pada sosok yang masih tak sadarkan diri di atas sofa sana.
"Kamu yakin kalau itu Dokter Ryan?!"
'Ya ampun, Dokter Farhan. Emangnya ada berapa sih dokter yang gantengnya kayak Dokter Ryan di rumah sakit ini?'
Klik.
"Aku --- masih --- gak --- percaya.." Ucap Aryani.
"Sejak kapan Ryan jadi terbuka dan ramah kepada siapa saja?!"
"Hei! Sifat manusia itu kan bisa berubah!" Jawab Aryani.
"Terus ---"
"Han ---"
Perhatian kedua orang itu sontak teralihkan pada sosok Ryan.
"Han ---"
"Ryan...!!" Aryani dan Farhan sama-sama melompat dari kursi yang mereka duduki.
"Yan, kamu kenapa?!" Tanya Aryani panik.
"Tolong --- kaliaaannn ---" Suara Ryan terbata-bata. "Kaliaaannn --- jaga --- anak --- itu..."
"Anak siapa, Yan?!" Farhan memburu. "Yan, sebenarnya apa yang sedang teejadi sama kamu?!"
"Dia bukan aku ---"
"Dia bukan aku ---" Aryani dan Farhan mengulang kalimat itu.
"Raka --- namanya --- bukan Daniel..."
"Raka...? Daniel...?" Dahi Farhan berkerut.
"Maksud kamu pasien VVIP itu?!!" Pekik Aryani.
"Dia --- berba --- haya --- lin --- dungi --- Raka --- dia --- tidak...."
$$$$$$
KAMU SEDANG MEMBACA
H.I.M 2
Teen FictionMereka tidak sadar kalau selama ini ia tidak pernah pergi jauh... Dia melakukannya karena dia cuma ingin melindungi orang-orang yang dicintai dan disayanginya... Namun masalah muncul semakin rumit, ketika ketiga orang itu datang untuk memperebutkan...