"Bagaimana hasilnya, dok?" Tanya Kakek Malik cemas.
Dokter Aryani tersenyum simpul sambil menghela nafas ringan. "Hasilnya positif, Pak Malik."
"Po --- sitif?!" Hendrik gugup mendengarnya. "Jaa -- di, Azka itu benar anak kandung saya?!"
Wanita muda berwajah manis dan hangat itu mengangguk sekali lagi untuk meyakinkan.
"Menurut hasil tes dna ini, memang membuktikan bahwa Azka adalah benar anak kandung anda, Pak Hendrik."
Tak cuma Hendrik yang senang bukan kepalang mendengar berita mengejutkan sekaligus membahagiakan itu. Tapi Ervan yang sedaritadi diam saja, juga tak bisa menutupi wajah bahagia bercampur harunya.
Ervan dan Hendrik keluar dari ruangan Dokter Aryani dengan wajah lesu dan nafas berat. Keduanya cuma bisa menatap wajah anak-anak mereka dengan tatapan kosong.
"Daddy.." Jemmy bangun dari duduknya.
Seketika itu juga tangan Ervan menjulur. Ia menjewer telinga anaknya itu dengan gemas sekali.
"Kenapa kamu merahasiakan hal ini, Jemmy?"
"Aku gak ngerahasiainnya, dad!" Protes Jemmy.
Seperti tahu apa yang akan dilakukan oleh papahnya, Randi sudah berhasil menghindar lebih dulu.
"Jadi bener pap, kalo Azka itu Raka?!" Tanya Jemmy.
"Benar, Jemmy." Kakek Malik yang menjawab. Matanya berkaca-kaca menatap wajah polos remaja berkulit putih berwajah sendu itu. "Raka cucuku..."
"Kakek..." Azka pun menumpahkan air matanya dalam pelukkan Kakek Malik. Perasaannya tak pernah sebahagia ini sebelumnya. "Maafin aku ya, kek..."
"Kamu jangan pergi lagi. Jangan nakal lagi ---"
"Iya kek, aku janji gak akan pergi kemana-mana lagi..."
Kalau semua orang begitu bahagia menyambut kehadiran kembali Raka, namun tidak dengan Alfaro. Sedikitpun senyum tak pernah terlihat di wajahnya yang kian dewasa dan semakin tampan itu.
"Ka, nanti malem aku nginep sama kamu?! Hhehe.."
"Hhheehh...!" Randi menyingkirkan Zein dari sisi Azka. "Orang luar dilarang deket-deket!"
"Kak Randi apaan sih?!" Zein protes. "Aku sama Raka -- eh maksudku Azka, kan udah temenan lama!"
Randi merangkul Azka. "Lo tahu gak siapa gue?!"
Zein mengangguk. "Kak Randi."
"Gue ini statusnya apa?"
"Kakaknya Raka, eh -- Azka."
"Udah jelas kan?!"
"Ya tapi masa mau nginep doang gak boleh?!" Zein masih aja protes.
"Lo jangan lupa, Ran.." Jemmy berusaha menyingkirkan tangan Randi dari bahu Azka. "Gue ini kan juga kakaknya Azka. Malem ini, Azka akan tidur bareng gue.."
"Cih, apa-apaan lo?!"
"Sudah-sudah, kalian ini masih saja seperti anak kecil.." Tukas Kakek Malik.
"Kamu mau kemana, Faro?" Tanya Hendrik pelan, melihat Alfaro yang mengambil jalan lainnya.
"Aku mau beli minum dulu. Haus."
"Mau Papa temenin?"
"Gak usah, pap." Jawab Faro pelan.
"Faro.." Panggil Ervan.
'"Sudahlah, Van. Dia cuma mau beli minum kok." jawab Hendrik.
Faro berjalan seorang diri menuju vending machine di depan kantin rumah sakit. Dia mengeluarkan kartu emoney dan menempelkannya pada mesin scan di mesin itu.
Saat matanya masih memperhatikan minuman apa yang ia akan pilih, dari pantulan kaca di depannya itulah ia melihat satu sosok berbaju pasien rumah sakit itu sedang berdiri di belakangnya dengan wajah sedikit bingung.
Faro akhirnya memilih air mineral ukuran 600 mili. Lalu dia berbalik dan mengacuhkan sosok itu.
"Maaf..."
Langkah Faro terhenti seketika. "Ya?" Dia kembali berbalik dengan dahi berkerut.
"Aku cuma punya uang ini, boleh aku minta tolong untuk membelikan fanta kaleng itu?"
Faro pun menempelkan kartu emoney di alat scan mesin minuman itu lagi. Tak butuh waktu lama, hingga fanta kaleng dingin itu menggelinding keluar dari bagian bawah mesin itu, dan Faro menangkapnya dengan sekali gerakkan.
"Makasih ya. Ini uangnya."
Faro menolak uang itu. Dengan cuek dan santai dia berjalan meninggalkan sosok itu, yang masih berdiri diam dalam posisinya.
"Daniel, kamu lagi apa disini?"
Remaja itupun menoleh dengan sorot mata polos dan penuh keluguan. "Dokter Ryan?!" Tukasnya agak terkejut. Ia berusaha menyembunyikan minuman kaleng bersoda itu ke dalam bajunya.
"Hmmm, kok sepertinya ada yang mencurigakan ya?"
Dengan takut-takut remaja mengeluarkan fanta kaleng dingin dan menyodorkannya pada Ryan.
"Maaf..."
Ryan menghela nafas pelan. Dipegangnya kepala remaja yang tingginya tak lebih dari lehernya itu.
"Sekali ini saya izinkan, asalkan dengan satu syarat.."
"Syarat...?"
"Iya." Ryan tersenyum ramah. "Kamu harus janji sama saya, jangan pernah pergi lagi kemana-kemana tanpa sepengetahuan saya. Apalagi sampai bicara dengan orang asing."
"Aku janji.." Daniel pun menautkan kelingkingnya pada kelingking Dokter Ryan.
"Kita kembali ke kamar lagi ya, Daniel. Sebentar lagi kan sudah waktunya pemeriksaan rutin."
"Di suntik lagi ya, dok?"
"Enggak.."
Daniel cemberut dengan wajah sangat menggemaskan. "Dokter Ryan jangan bohong sama aku!"
"Cuma sekali saja kok. Lagipula hari ini kan Daniel belum disuntik.."
"Hmmm, janji ya cuma sekali aja?"
"Iya, Daniel. Saya janji."
$$$$$$
KAMU SEDANG MEMBACA
H.I.M 2
Teen FictionMereka tidak sadar kalau selama ini ia tidak pernah pergi jauh... Dia melakukannya karena dia cuma ingin melindungi orang-orang yang dicintai dan disayanginya... Namun masalah muncul semakin rumit, ketika ketiga orang itu datang untuk memperebutkan...