Pria tua itu menyudahi sarapannya dengan wajah lesu. Sepasang mata kelabu miliknya itu tak pernah ia lepaskan dari dua pemuda yang duduk bersebelahan namun seolah tak saling mengenal satu sama lain.
"Pah..." Anak laki satu-satunya yang ia miliki menyentuh tangannya. "Papah kenapa?" Pertanyaan itulah yang kemudian membuat kedua pemuda itu menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan kakek mereka.
"Mau sampai kapan kalian melakukan hal bodoh itu?" Ucap Kakek Malik yang tentu saja membuat kedua pemuda itu meletakkan sendok dan ikut menyudahi sarapan mereka.
"Hal bodoh juga kan bisa ngasilin uang, kek."
"Randi.." ujar pelan pria berkumis tipis yang duduk berseberangan dengan pemuda berkulit putih itu.
"Tapi emang kenyataan gitu kan?!" Nada suara Randi meninggi. "Dari youtube, aku bisa beli apartemen, mobil, dan ---"
"Tapi kamu masih belum bisa menemukan adikmu itu kan?" Potong Kakek Malik.
Randi terdiam seribu bahasa. Lima tahun hampir berlalu. Namun ia masih belum bisa menemukan keberadaan adik kandungnya itu. Meski sebenarnya ia sudah hampir putus asa, dan melupakan semua tentang --- Raka.
"Umur Kakek memang sudah tidak lama lagi. Dan bisa saja, Allah memanggil kedua orang tua kalian ini sebelumnya.." Kakek Malik berbicara dengan penuh emosional. "Lalu siapa yang akan meneruskan semuanya, kalau bukan kalian berdua?!"
"Jem, dengarkanlah kakek. Daddy disini tidak pernah memintamu untuk yang aneh-aneh." sambung Ervan.
"Tapi apa yang kulakukan ini cuma semata-mata membantu Zein. Itu juga kan gak setiap hari."
"Membantu katamu?" Ervan mengangguk-angguk. "Berapa lama kamu ada di rumah ini dalam seminggu, Jemmy?" tatap Ervan tajam. "Berapa kali skripsimu tertunda cuma gara-gara ---"
"Van..." Hendrik coba menenangkan Ervan. "Bulan depan Faro sudah kembali ke rumah ini. Papi mau kalian saling menghargai dan yang terpenting, tolong jaga selalu perasaannya."
Jemmy bangkit dari kursinya dengan wajah makin kusut. Mendengar nama Alfaro disebut, membuat pagi harinya yang kacau dan berantakkan. Daripada ia harus tinggal serumah dengan kakaknya itu, lebih baik ia menyingkir saja untuk sementara waktu.
"Sekali kau keluar dari rumah ini, maka jangan harap Kakek akan membukakan pintu lagi untukmu.."
Jemmy berdiri dengan wajah menegang. Sekalipun dia tak pernah takut dengam ancaman kakeknya itu.
"Jemmy.." Ervan meminta anaknya itu untuk kembali duduk. "Habiskan sarapanmu."
"Tck!" Jemmy pun kembali duduk meski dengan perasaan dongkol sekali. "Ngapain lo senyum-senyum?!! Lo ngetawain gue ya?!" Jemmy tiba-tiba menggebrak meja.
"Randi.." Hendrik mendesah pelan.
"Aku gak ngeledekkin dia, pap. Orang aku cuma ---" Randi terdiam. Kembali wajah sosok itu terlintas begitu saja di hadapannya.
"Cuma apa?!"
Randi mengerjap. "Gak papa. Cuma semalem gue mimpi ketemu sama Raka."
"Mimpi ---" Jemmy langsung terdiam. "Raka..." Ia pun memang pernah beberapa kali di datangi sosok Raka lewat mimpinya. Hanya saja dalam mimpi itu, mereka tak pernah bertegur sapa meski ia dan Raka berada dalam jarak yang begitu berdekatan.
"Hari ini, kalian berdua harus ikut Kakek ke pabrik. Karena ada yang ingin Kakek perlihatkan kepada kalian berdua."
"Tapi, kek...!?" ujar Jemmy dan Randi nyaris bersamaan.
"Kalian ikut, atau kalian akan kakek coret dari daftar keluarga ini!"
$$$$$$
KAMU SEDANG MEMBACA
H.I.M 2
Teen FictionMereka tidak sadar kalau selama ini ia tidak pernah pergi jauh... Dia melakukannya karena dia cuma ingin melindungi orang-orang yang dicintai dan disayanginya... Namun masalah muncul semakin rumit, ketika ketiga orang itu datang untuk memperebutkan...