"Azka..."
Azka menggeliat malas. Matanya masih berat, dan ia belum mau beranjak dari atas kasurnya yang empuk dan hangat itu.
"Sudah siang, Ka. Kan hari ini kamu mau dijemput sama orang-orang itu?"
Seketika mata Azka membuka. Ia langsung duduk, meski matanya masih lengket sekali. Senyumnya mengembang melihat wajah kakaknya yang kini sedang dalam kondisi yang sama dengan dirinya. Bugil tanpa sehelai benang menutupi tubuh.
"Kok senyum-senyum gitu?"
Azka mengacungkan jari telunjuknya. "Sekali lagi ya, mas?"
Ryan tampak tak percaya dengan apa yang dikatakan adiknya itu.
Azka sendiri juga masih tak percaya dengan apa yang dilakukan oleh kakaknya itu semalam. Saat ia sedang memberesi pakaian dan barang-barangnya, tahu-tahu Ryan mendatanginya dan langsung menyetubuhinya dengan cara yang sangat liar dan jantan sekali.
Ryan belum memberi persetujuan, namun Azka sudah meraih batang penis kakaknya itu dan melumatnya seperti permen lolipop.
Azka bagaikan sedang berada dalam dunia mimpi saja. Kakaknya yang selama ini ia pandang lemah, culun, dan gak bisa melakukan apa-apa, ternyata memiliki tubuh atletis yang macho dan hot, serta mempunyai nafsu birahi seks yang luar biasa.
Ryan menikmati setiap jilatan dan hisapan yang dilakukan oleh adiknya itu. Namun ia ingat akan satu hal, bahwa gak lama lagi orang-orang itu akan datang untuk menjemput adiknya.
Jadi, Ryan memutuskan untuk mempercepatnya. Ia memuntahkan sperma panasnya di dalam mulut Azka.
"Kok udah keluar sih, mas?!" Azka tampak protes. Sebab ia baru saja akan menaiki tubuh kakaknya itu, dan menikmati rasa nikmat luar biasa saat kakaknya itu mengentotnya.
"Azka sayang, kan nanti kita masih bisa melakukannya." Ryan membelai kepala Azka. "Sekarang, kamu mandi dan bersiap ya."
"Tck!"
Saat Azka hendak turun dari kasurnya, Ryan meraih tangan Azka. Lalu dia mencium bibir adiknya yang merah dan lembut itu.
"Jangan cemberut lagi ya.."
"Iya, Mas Ryan..."
Sementara Azka mandi, Ryan pun segera memakai kaos dan celana panjangnya. Ia cuma sempat cuci muka, sebelum dua mobil mewah itu tiba di halaman rumahnya yang sederhana.
"Selamat pagi, Pak Malik. Mari silahkan masuk." Ryan mempersilahkan pria tua itu masuk. "Pak Hendrik, Pak Ervan -- mari silahkan."
"Hhhahh, aku kenal banget bau ini nih!" Tukas Zein. "Ini kan bau sabun sama sampo kesukaannya Raka!"
"Sok tahu lo!" Tukas Randi.
"Aku sama Raka itu kan dulu teman satu kamar di asrama!"
Azka muncul setengah jam dengan membawa sebuah koper besar. Wajahnya tampak tak terlalu bahagia.
Ia memeluk Ryan sambil menitikkan air mata. "Terima kasih ya, mas. Aku sayang sama Mas Ryan.."
"Datanglah kapanpun anda mau, Ryan." Ucap Kakek Malik. "Anggaplah bahwa kami ini semua adalah bagian dari keluargamu juga."
"Terima kasih, Pak Malik."
"Sayalah yang harusnya berterima kasih. Tanpa bantuan dan kebaikkan anda, mungkin saya tidak akan bisa bertemu lagi dengan cucu saya."
Ryan tersenyum sambil menghapus air mata Azka. "Azka jangan nakal ya disana. Selalu patuhi dan ikuti peraturan Kakek Malik, Daddy Ervan dan Papah Hendrik."
"Iya, mas..."
"Jangan nangis lagi dong, Ka. Kan Azka sudah besar.."
"Nanti aku boleh main-main ke rumah sakit ya, mas?!"
"Iya, boleh."
Zein meraih koper milik Azka. Namun Randi seolah tak terima. Ia pun merebut koper itu dengan ekspresi wajah mengancam.
"Aku aja sih, mas!"
"Lo siapa sih disini?!"
"Aku ini kan sahabatnya, Raka!"
"Sahabat doang kan?! Lo lupa kalo gue ini kakak kandungnya?!"
"Randi, kamu ini apa-apaan sih?" Ucap Hendrik.
"Lagian ni anak curut ikut-ikut aja! Kayak gak punya keluarga aja sih lo!"
Ekspresi Zein berubah seketika. Sebenarnya bukan kali ini aja Randi menyakiti perasaanya dengan kalimat-kalimat menyakitkan itu.
Azka mendekati Randi. Dia menginjak kaki Randi dengan wajah jengkel.
"Jangan gangguin temen aku lagi!!"
"Ehhh ---" Randi agaknya terkejut.
"Yuk, Kak Zein! Kita gak usah temenan sama orang nyebelin dan bau ketek itu!"
Zein tersenyum puas. Apalagi saat Azka meraih tangannya dan mereka berdua berjalan bergandengan tangan menuju mobil.
"Hheehh, gue udah gak bau ketek!! Gak percaya cium aja nih!" Pekik Randi.
Jemmy mensejajarkan langkahnya dengan Randi. "Ohhh, jadi cowok keren dan populer kayak lo itu pernah punya penyakit burket ya? Baru tahu gue..."
"Diem aja lo, bacot!"
"Kayaknya, bakalan banyak rahasia pribadi lo yang kebongkar nih.."
Sementara itu....
Setelah orang-orang itu pergi meninggalkan halaman rumahnya, Ryan kembali masuk ke dalam rumahnya. Dia menyalakan rokok, dan duduk di sofa ruang tamunya.
Ia meraih hapenya, dan menghubungi seseorang dengan raut wajah serius.
"Naikkan sepuluh kali lipat penawaran saya dari sebelumnya..!"
'Sepuluh...?!!" Suara dari seberang telepon sana memekik.
"Itupun kalau anda masih mau melihat wajah cucu anda..."
'Oke-oke, baiklah. Tapi, kapan saya bisa bertemu dengannya?!'
"Segera. Setelah saya menyelesaikan semua urusan saya disini."
Klik!
$$$$$$
KAMU SEDANG MEMBACA
H.I.M 2
Teen FictionMereka tidak sadar kalau selama ini ia tidak pernah pergi jauh... Dia melakukannya karena dia cuma ingin melindungi orang-orang yang dicintai dan disayanginya... Namun masalah muncul semakin rumit, ketika ketiga orang itu datang untuk memperebutkan...