"Kalo emang aku ngomong semuanya emang Mas Randi bakalan percaya?!!"
Randi terhenyak saat cowok kurus berkulit putih di hadapannya itu berteriak emosi dengan diiringi air mata.
"Ka..." Jemmy tak sampai hati melihat Azka yang terus saja menangis. "Kita bukannya gak percaya, tapi --"
"Waktu aku dorong Mas Randi, seharusnya Mas Randi pergi jauh!! Seharusnya kita gak pernah ketemu lagi!!"
"Raka..." Randi merasakan ada gejolak di dalam hatinya. Melihat sosok itu menangis, sungguh mengingatkannya pada seseorang yang amat disayanginya. Yaitu adik kandungnya sendiri.
"Mas sekarang udah hidup bahagia dan senang sama papah. Tapi kenapa ---"
Randi menarik tangan Azka. Lalu dipeluknya sosok itu erat sekali.
"Maafin gue, Ka ---" Ucap Randi terisak. Disini, dia semakin yakin kalau Azka itu memang adiknya. Dari aroma parfum segar yang biasa selalu dipakai Raka, dan juga --- banyaknya cemilan yang terdapat di meja tamu, lemari dekat tv, dan juga meja makan.
"Selama ini kamu tinggal sama siapa, Ka?" Pertanyaan Jemmy memaksa Randi melepaskan pelukkannya.
Azka tertunduk lesu. Matanya masih kelihatan basah dan memerah. Ia menatap Randi sebelum akhirnya ia bangkit menuju kamarnya, dan kembali dengan membawa sesuatu.
"Mas Randi masih inget celana ini kan?"
Randi tertegun. Meski kejadian itu sudah terjadi bertahun-tahun silam, namun memori akan celana itu masih melekat erat di otaknya.
"Waktu aku kembali setelah mendorong Mas Randi, papah --- maksudku orang itu ---" Azka kelihatan gugup sekali ketika mengatakan itu. "Dia dan Mas Arlan terlibat pertengkaran hebat. Aku takut dan panik sekali, jadi aku --- aku --- "
Randi menungkupkan kedua telapak tangannya pada pipi Azka.
"Kamu gak usah takut lagi, Ka. Karena Mas tidak akan pernah pergi meninggalkanmu lagi."
Jantung Azka berdegup kencang. Ia tak sepenuhnya yakin dengan apa yang dikatakan Randi.
"Aku tuangkan bensin, terus aku bakar ruangan penjara itu ---"
"Jadi, ledakkan itu ---" Jemmy menelan ludah. Matanya kontan bertemu dengan mata milik Randi.
"Aku pikir dengan aku melakukan itu, aku bisa mengusir orang-orang itu. Tapi ternyata, malah aku yang terjebak..."
Randi mencoba memutar kembali kaset memori bertahun-tahun silam itu. Saat adiknya mendorong keluar, dan tubuhnya terhempas -- lalu ia berlari dengan sisa tenaga yang dimilikinya, dan tak berselang lama -- DDDUUUAARRR...!! ledakkan besar yang membuat tanah tempatnya berpijak ikut bergetar pun terjadi.
Saat orang-orang itu menolongnya, disaat itulah ia melihat kobaran api merah menyala dari dalam pekatnya hutan.
"Aku senang sekali ternyata waktu itu Zein membaca pesan whatsappku." suara Azka menyadarkan Randi kembali.
"Zein langsung memberitahuku waktu itu, Ka." Ucap Jemmy. "Kamu gak tahu betapa paniknya kakek, daddy, dan papi waktu itu.."
Azka tersenyum kecut. "Apa mereka masih mau menerima kehadiranku?"
"Kamu jangan ngomong gitu, Ka." Ucap Jemmy lagi. "Mereka pasti akan senang dan bahagia banget, kalo tahu kamu ternyata masih hidup."
"Aku mengalami luka bakar parah. Dan --- Mas Ryan lah yang menolongku waktu itu."
"Azka..."
Disaat itulah, sosok Ryan muncul di muka pintu dengan mata berkaca-kaca.
"Mas Ryan..." Suara Azka bergetar melihat kemunculan kakaknya itu.
"Kalian ---"
Azka mengangguk dengan air mata yang mulai menitik kembali. "Aku sudah bertemu kembali dengan mereka, mas.."
"Mereka..." Dahi Ryan berkerut.
"Iya, mas. Mereka itu --- keluargaku."
$$$$$$
KAMU SEDANG MEMBACA
H.I.M 2
Teen FictionMereka tidak sadar kalau selama ini ia tidak pernah pergi jauh... Dia melakukannya karena dia cuma ingin melindungi orang-orang yang dicintai dan disayanginya... Namun masalah muncul semakin rumit, ketika ketiga orang itu datang untuk memperebutkan...