17

2.2K 179 1
                                    

"Selamat pagi Daniel, cucu Kakek..."

Remaja itu membalas senyuman ramah kakek tua itu dengan wajah masih mengantuk berat.

"Kakek..."

"Sudah-sudah, kalau kamu masih ngantuk tidur lagi saja ya..."

"Iya, kek..."

Remaja itu pun kembali menarik selimutnya, dan memejamkan mata. Kepalanya masih terasa berat, dan tenaganya serasa dikuras habis semalaman tadi.

"Jangan ada yang menganggu cucuku. Biarkan dia istirahat sampai tenaganya pulih kembali.."

"Baik, Tuan."

Cklek.

Dia kembali bangun, begitu semua orang itu sudah keluar dari kamarnya. Pertama yang dilakukannya adalah, mengamati seluruh keadaan kamar tidurnya yang sangat besar dan dipenuhi oleh banyak barang itu.

Ada satu bingkai foto yang diletakkan di atas meja lampu, samping kasurnya. Ia mengambil bingkai foto itu, dan memperhatikan sosok seorang cowok kurus dengan seorang kakek tua di tepi sebuah danau berair jernih.

"Daniel --- jadi dia yang namanya Daniel itu..." Ucapnya pelan.

Ia turun dari kasurnya dengan sangat hati-hati. Meski tubuhnya masih lemas, namun ia merasa bahwa ini adalah kesempatannya untuk mencari sesuatu yang sangat penting dan berharga di kamar ini.

Deegghhh...!!

Jantungnya berdetak kencang, saat ia berdiri di depan cermin lemari. Matanya nyaris tak berkedip, melihat pantulan dirinya sendiri.

Sekarang ia tahu, kenapa orang itu memperlakukannya dengan sangat baik dan istimewa sekali. Tapi setidaknya ia harus bersyukur, karena nasibnya tidak berakhir tragis seperti 'remaja-remaja' itu.

"Aku harus menghubungi Mas Ryan dan meminta pertolongannya. Tapi bagaimana caranya? Aku aja gak tahu, apakah dia masih hidup atau enggak?" gumamnya.

Tidak banyak petunjuk yang ia dapatkan di kamar ini. Semua barang di kamar ini, mengingatkannya pada sosok kakak kandungnya.

Bola basket yang diletakkan dalam sebuah keranjang besi. Dinding-dinding yang dipenuhi poster pemain basket dan bola. Gitar yang ditempel di dinding, yang entah apa maksudnya. Belum lagi koleksi botol-botol minuman beralkohol kosong yang diletakkan dalam sebuah lemari kaca khusus.

Saat ia membuka lemari pakaian, dan mencoba salah satu kaos yang tergantung di dalamnya, ternyata kaos itu berukuran lebih besar dari tubuhnya. Tak hanya kaos, celana, sepatu, sweater, jaket, sampai beberapa jas dan blazer di dalam lemari itu pun semuanya kebesaran di tubuhnya.

"Kayaknya Daniel ini badannya seukuran sama Kak Jemmy.." ucapnya.

Setelah puas mengobrak-abrik seluruh isi kamar itu, ia duduk kembali di atas kasur dengan wajah bingung.

"Aku gak tahu nomernya Kak Zein. Aku juga gak tahu nomernya Kak Jemmy. Mas Randi apalagi..." gumamnya. "Tapi --- Dokter Farhan!! Waktu itu kan aku ngeliat dia lagi ngobrol berdua sama Mas Faro. Mungkin aja dia tahu nomernya Mas Faro." Senyum penuh harapan sempat mengembang di wajahnya. Namun senyum ia hilang saat ia teringat akan sesuatu. "Kalau aku kembali ke rumah sakit, itu artinya aku akan ketemu lagi sama orang itu --- gak boleh!! Aku gak boleh ketemu lagi sama ---"

"Daniel ---"

Ia menyengir saat cowok bertubuh sedang itu berdiri mematung di muka pintu kamarnya.

"Daniel, bagaimana mungkin kamu bisa hidup lagi...?"

Gdebukkkk...!!

Ia kontan melompat dari atas kasurnya, saat cowok berkaos kuning celana pendek itu tiba-tiba saja jatuh pingsan dengan wajahnya yang pucat dan tubuhnya yang terasa dingin sekali.

"Ehh, bangun!! Aku ini bukan hantu!! Bangun ihh...!! Duhh, gawat banget nih...!!"

$$$$$$

H.I.M 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang