30

3.7K 255 59
                                    

Daniel menghela nafas berat. Sebetulnya ia tak sampai hati meninggalkan orang-orang yang sangat dicintainya itu.

"Kakek, aku berangkat dulu ya.."

"Kamu harus janji untuk pulang dan temui Kakek ya, Raka..." Kakek Malik mengusap-ngusap pipi Daniel dengan berlinangan air mata. "Kakek sudah tua, Kakek tidak tahu apa Kakek masih diberi umur panjang untuk bisa selalu melihatmu.."

"Papa -- Daddy..."

Ervan dan Hendrik memeluk Daniel bersamaan. Hati mereka sedih sekali karena sosok itu ternyata harus pergi kembali meninggalkan mereka.

"Mas Faro -- Kak Jemmy, kalian jangan berantem lagi ya. Kasihan kan Kakek Malik kalau terus-terusan ngeliat kedua cucunya berantem terus."

"Jaga diri kamu baik-baik ya, Ka.." ucap Jemmy pelan. "Maaf, aku gak bisa jadi contoh kakak yang baik."

"Kalo aku udah sukses, aku janji akan menyusulmu.."

Bugghhh...!

Daniel meninju perut Faro. Namun kali ini, tinjuan Daniel berhasil membuat Faro meringis menahan sakit.

"Mamah, aku titip salam buat Mas Randi ya..."

Sulis mengangguk dengan air mata yang tak berhenti menitik. Ia peluk tubuh Daniel, dan ia ciumi kepala Daniel.

"Hati-hati ya, sayang. Maaf Mamah cuma bisa mendoakan yang terbaik untukmu."

Daniel menatap satu persatu orang-orang itu. "Terima kasih untuk semuanya. Aku senang sekali bisa bertemu dan kenal dengan kalian semua."

Tap - Tap - Tap...

Randi berlari dari kejauhan. Ia langsung memeluk Daniel erat sekali, seolah tak mau melepaskannya.

"Mas Randi..."

"Maafin gue, Ka -- maafin gue ---"

Daniel menghela nafas. Ia mengusap punggung Randi yang kokoh dan basah.

"Aku nanti juga balik lagi kok, mas."

"Daniel ayo --- pesawat kita sudah siap.."

"Semuanya aku pergi dulu ya ---" Daniel melambaikan tangan dengan wajah bahagia. "Ehh, tunggu dulu kek. Aku masih menunggu mereka."

"Mereka siapa lagi, Daniel?" Tanya Kakek Robert.

Daniel mengeluarkan hapenya. Dia menghubungi satu nomer yang ternyata pemilik dari nomer itu baru saja turun dari mobil, di lobi utama bandara.

"Itu mereka!" Seru Daniel melambai pada dua orang yang sedang berjalan tergesa ke arahnya. "Kok lama banget sih, dok?"

"Biasalah. Kayak kamu gak tahu aja --- hmmm.." Ryan mengedik pada sosok bersweater kuning, dengan topi putih dan masker hitam yang menutupi sebagian wajahnya itu.

Tentu saja kehadiran sosok misterius itu membuat semua orang bertanya-tanya.

"Apaan, orang akunya yang udah siap dari pagi..." kata sosok itu sambil membuka topi dan masker hitamnya.

Dan --- mata semua orang pun terbelalak..

"Kok Danielnya ada dua?!" pekik Zein.

Dua sosok dengan wajah sama persis, dan penampilan yang juga sama persis itu, berdiri berdampingan. Kedua tersenyum lebar pada orang-orang itu.

"Hhhaahh..., makasih ya Ka. Walaupun cuma sebentar, tapi aku bisa ngerasaian gimana rasanya punya keluarga itu.."

Sosok yang baru saja datang dengan Ryan itu pun mengangguk. "Inget, kamu itu harus jagain Kakek Robert. Kalau Kakek Robert sampai gak ada, nanti kamu sama siapa lagi coba?"

"Kenapa --- kenapa cucuku ada dua...?" Kakek Robert sampai terbata-bata.

Sosok bersweater kuning dengan celana jeans denim dan sepatu kets putih yang tampak kebesaran itu, menarik kulit dari arah lehernya menuju ke atas.

Dan --- mata semua orang itu kembali terbelalak melihatnya...!

"RAKA...!!"

"Hhehe, aku kira kalian tidak kenal lagi sama aku.."

Faro refleks memegangi perutnya. Pantes saja tinjuan Daniel itu terasa begitu sakit dan menyesakkannya.

"Keren banget kan, topeng buatan Dokter Ryan ini?!"

"Topeng...?" Randi menelan ludah.

"Ehh Niel, kamu masih inget kan gimana syoknya wajah si Arlan waktu ngeliat aku muncul gitu aja?"

Danie ngangguk-ngangguk antusias. "Iyalah pasti! Wajahnya pucet banget! Pasti kan dia ngiranya kamu itu udah ganti wajah jadi aku!"

"Kalian berdua ---" Kakek Robert pun wajahnya ikutan pucat bukan main.

"Jadi, Dokter Ryan ini yang udah nyelamatin aku, kek. Pas aku udah mau sekarat, aku dibawa sama Dokter Ryan ke sebuah tempat --- dan --- Orang jenius itulah yang merancang semua ide gila ini!"

"Hahaha!!" Raka meninju perut Daniel. "Kamu baru tahu ya, kalo aku ini emang jenius?!"

Daniel lantas terdiam. Ia menatap intens Raka sebelum memeluknya erat.

"Makasih ya, Ka. Kalau saja gak ada kamu, mungkin saat ini aku udah gentayangan jadi arwah penasaran."

"Aku juga makasih banget sama kamu, Daniel. Maaf karena aku harus memaksamu melakukan itu semua."

"Aku pergi dulu ya, Ka.."

"Jangan lupa sering-sering telepon aku loh ya!"

"Apa kamu mau ikut aja sama aku?!"

Randi dan Faro langsung pasang badan dengan wajah menyeramkan.

"Sorry, Raka itu punya kita berdua!" Tukas Randi.

"Dan ini --- buggghhh..!" Faro meninju perut Daniel. "Buat yang kemare  dan barusan."

"Mas Faro!!" Mata Raka memelotot. "Kasar banget sama orang ihh!!"

"Gak peduli!" Faro cengengesan. Ia pun langsung mengapit kepala Raka di ketiaknya. "Setelah ini, ada banyak hal yang harus kamu jelaskan sama kita semua!"

"Iya-iya, tapi lepasin aku dulu dong!! Kan keteknya Mas Faro bau asem!!"

"Enak aja! Aseman juga keteknya si Randi tuh!"

"Bangsat lo!"

"Bener kan?"

Daniel tersenyum melihat ulah Raka dan kedua kakaknya itu.

"Kakek..."

"Daniel..."

"Maafin aku ya, kek. Karena selama ini aku cuma bisa nyusahin kakek aja."

"Daniel -- Kakek juga minta maaf ya..."

Kakek dan cucunya itu pun berjalan bergandengan tangan menuju pintu pemeriksan bandara.

"Oh ya kek, Raka itu orangnya baik, seru, dan perhatian banget sama aku."

"Kapan-kapan kamu undang saja dia ke rumah kita ya.."

"Boleh, kek?!"

"Tentu saja boleh, Daniel."

"Makasih ya, kek."

Daniel melihat kembali ke belakang. Meski ia sudah tak bisa lagi melihat Raka, namun wajah itu tak bisa hilang begitu saja dari kepala dan ingatannya.

'Raka --- apa mungkin aku dan kamu itu ditakdirkan berjodoh...? Hhahaa...!'

$$$$$$

-END...??-





H.I.M 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang