16

3.9K 170 3
                                    


Aku tengah mengeringkan rambutku, rasanya begitu tenang, tanpa Sam. Dia saat ini sedang mandi, awalnya dia memaksa untuk mandi bersama, karena kebetulan kamar mandi di rumah ini hanya ada satu, namun aku mengelabuhi nya, aku memintanya untuk mengambilkan handuk ku jika ingin mandi bersama, dan disaat ia sedang mengambil handuk, langsung saja ku tutup pintu kamar mandi, dan selamat tinggal Samudra ku. Rasanya Aku benar-benar bahagia.

Aku mendengar getaran dari ponsel ku, awalnya ku kira itu dari Ramza, tapi ternyata dari sahabat ku, Mia.

From Mia.

Jangan lupa oleh-oleh nya, titik!

Aku terkekeh membaca pesan nya, oleh-oleh? Beras maksudnya?

To Mia

Gue gak ke mana-mana Miaaaa

From Mia

Gak usah nipu lo, suami lo tadi pagi rela ke sekolah cuma buat minta izin.

BRAKKK

Baru saja aku ingin membalas pesan dari Mia, Sam masuk kamar dengan diiringi suara gebrakan pintu yang cukup kencang. Apa dia kira membangun rumah ini tidak memerlukan biaya. Bagaimana jika rumah ayah roboh karena ulahnya. Benar-benar sempit sekali pikirannya.

"Pelan Sam! rusak rumah ayah, kamu mau gantiin? Kamu ngapain kaya gitu?"

Kulihat dia sudah menggunakan pakaian rumahan, namun rambutnya masih basah seperti tidak dikeringkan dengan handuk.

"Handuk rambut aku mana?" Dia malah kembali bertanya padaku.

"Mana ku tau, di lemari mungkin" Ucapku acuh.

Tingkat rambut saja handuk dibedakan, aku kira hanya wajah saja. Kalau wajah memang harus dibedakan, supaya tidak timbul jerawat. Apa salahnya mengeringkan rambutnya dengan handuk biasa, ketimbang seperti ini, baju yang ia gunakan sedikit basah karena terkena tetesan air dari rambutnya.

Bukannya segera mencari handuknya itu, Sam malah menatap mataku, sembari memanyunkan bibirnya tentunya tanpa beranjak sedikit pun dari tempatnya berdiri.

"Gak usah manja Sam, aku udah susun baju kamu di lemari, ambil aja sendiri, mungkin ada di situ, lagian ya apa salahnya ngerikan rambut pakai handuk badan"

"Salah, rambutnya gak higienis nanti"

"Berarti badan kamu yang berkuman" Ucap ku sambil menahan tawa ku. Sedangkan Sam, pria itu malah memanyunkan bibirnya semakin panjang.

"Gak usah manyun, aku cium baru tau"

"Boleh"

"Tapi bohong, hahahahahahahah"

Sam hanya menatap ku datar. Aku yang ditatap seperti itu perlahan mengecilkan volume tertawa ku. Beberapa detik sudah berlalu, ku lirik Sam masih menatap ku, sangat mengerikan.

"Ekhem... Kok skincare aku habis ya" Monolog ku sembari menatap skincare yang sebenarnya baru ku beli tiga hari yang lalu.

"Masih banyak itu" Ucapnya datar.

"Eh... " Aku terkejut ketika Sam sudah duduk di meja rias.

"A.. Apa sih? Gak usah liatin aku kaya gitu, tau lo aku cantik"

"Yaudah, berarti gak salah kan kalau aku liatin kamu kaya gitu karena kamu cantik?"

"Tapi aku ngerasa nya kamu kaya mau bunuh aku, udalah mau keluar aj-"

Jantungku seakan berhenti berdetak ketika Sam menarik ku. Tatapan kami bertemu dan sialnya tubuh ku seperti mati rasa dan tidak bisa bergerak sedikit pun. Semua kinerja tubuh dan organ lainnya seolah bersimpangan, kenapa pengaruh Sam sekuat ini. Seperti tak membiarkan ku dengan keterkejutan ini, Sam lantas mencium bibir ku. Sekarang aku tidak tahu harus apa dan bagaimana, yang aku bisa lakukan hanyalah mengikuti alur yang sudah terbentuk.

"Awass Sammm" Aku mendorong tubuh Sam yang terlalu dekat dengan ku. Jika biasanya aku bahagia ketika bangun tidur, saat ini aku sedikit frustasi dan penuh beban. Sedikit banyaknya aku merasa tidak percaya kenapa aku semudah itu menyerahkan harta yang paling berharga milikku padanya. Jujur aku ingin mempermasalahkan hal ini, namun bagaimana lagi, aku juga yang mengizinkan nya tadi. Sam kembali memeluk ku, dan aku tentu saja kembali mendorong nya.

"Ahhhh.... Ngantuk lo" Gumamnya.

Aku mendengus kesal, ketika ponsel Sam berdering, rasanya aku malas sekali bangun, padahal ponsel itu letaknya ada di nakas tepat di samping aku tidur. Aku meraihnya. Dan ternyata itu dari Deza. Dasar anak gila batinku. Dengan malas mengangkatnya.

"Apa" Ucapku.

"Disuruh makan sama ayah"

"Makan apa lagi?".

" Makan malam lah, lo kira makan apa? Makan hati?"

"Hah.. Malam?"

"Iya kakak ku sayang, udah jam sembilan malem loh..... Kemane aje lu? Udalah pulsa gue habis nanti, "

Dia mematikan sambungannya sepihak, setelah kulihat ternyata benar ini sudah malam, aku kira tadi aku hanya tidur satu jam. Ternyata sudah berjam-jam.

"Sam, Sam..... Bangun..... "

Ia tidak bergeming sedikitpun.

"Samudra..... Bangun loh... Ih... Kebo banget"

Ku lihat dia hanya menggeliat kecil, kemudian kembali tidur menjelajahi alam mimpinya , aku yang sudah kesal akhirnya memutuskan untuk meninggalkannya.

"Kok sendirian, Sam mana Zil?" Tanya ibu saat masuk ke ruang makan. Dan melihatku makan sendirian.

"Masih tidur dia bu"

"Loh kok gak dibanguni?"

"Males bu, entar kan bangun sendiri dianya"

"Ck.... Mana boleh gitu, sama suami sendiri kok kaya gitu" Omel ibu sembari membuat kopi.

"Buat siapa bu, banyak banget?" Tanyaku.

"Itu ada orang ngeronda," Jawab ibu.

Aku hanya mengangguk, karena kebetulan rumah ayah dekat pos ronda, sehingga tak jarang warga yang meronda lebih memilih untuk duduk di teras rumah, sekalian mengobrol dengan Ayah.

"Ibu mau keluar dulu nganter kopi, jangan lupa bangunin Sam ya"

Aku mengangguk malas.

Aku sudah selesai makan, namun mau membangunkan Sam, rasanya malas sekali. Lagi pula dia sudah besar bahkan mendekati uzur, sudah pasti jika dia lapar dia akan bangun dan mencari makanannya sendiri.

"Kak..... "

Aku melirik ke depan, ternyata ada anak bar-bar itu lagi, siapa lagi jika bukan Deza. Terkadang aku berpikir mengapa duniaku dipenuhi manusia seperti itu. Tidak Sam tidak Desa, sama saja.

"Kakak Izly ku yang cantik". Dia tersenyum kepadaku

" Hmmm"

"Kapan balik?" Tanya nya.

Aku menatapnya sebal "elo ngusir?"

"Ih... Sensi,"

"gue gak pernah ngusir lo, punya niatan kaya gitu juga enggak, malahan ya gue senenggggg banget lo dateng" Tambahnya.

Mendengar ucapannya aku merasa mual sendiri, ada aroma kemunafikan di dalamnya. Aku tebak pasti dia menginginkan sesuatu yang aneh-aneh. Aku sudah paham dengan tabiatnya.

"Terus?" Tanya ku malas.

“Gue ikut ya.... Boleh ya kak.... Ya.... Please" Dia menangkup kan kedua tangannya sembari menatap ku penuh harap.

Benar bukan dugaan ku, pada akhirnya ada saja yang diinginkannya. Dan ketika aku tidak memberikan apa yang dia inginkan, tentu saja dia akan kembali ke watak nya yang semula.

"Ngapain? elo kan sekolah"

"Ngelibur gue, Boleh ya kak"

"Enggak"

"Pelit!"

"Emang gue pelit"

"Kuburan lo sempit!"

"Biarin aja, toh elo kan yang nantinya ke ganggu sama jenazah gue yang busuk"

"Kenapa gue?"

"Ya iyalah, gue mah peduli apa, kalau gue udah meninggal, yaudah, urusan gue sama yang diatas, gak ada lagi ngurusin jasad, itu mah urusan lo,"

"Kok gitu?"

"Ini nih, disekolahin tapi kerjaannya ngebolos mana paham sama pelajaran,"

"Ni ya Za, merawat jenazah seorang muslim itu hukumnya fardhu kifayah,  apalagi elo adek gue kan? Jadi kalau lo do'ain kuburan gue sempit yang ada elo yang susah sendiri" Imbuh ku

"Yaudah, gue do'ain supaya kuburan lo luas kaya lapangan bola"

"Tambah susah lagi"

"Kok gitu?"

"Iyalah, mau cari tanah dimana lo buat nutup kuburan gue? Suka gak pakai logika elo mah"

"Yaudah normal ajalah kuburan lo, biar kita sama-sama seneng"

Aku terkekeh mendengar ucapan Deza, aku yakin dia pasti sangat kesal saat ini.

"Udalah, mau main aja ke rumah Onji"

"Iyalah, kerjaan lo kan main gak pernah belajar"

"Kalau gue belajar kak, takut pinter"

"Bagus dong"

"Gak juga, gak enak sama yang lain"

"Serah lo"

"Hahahha.... Anyeong noona"

"Gak usah mulai Za!"

"Hahahahahahahah" Dia tertawa sembari berlari meninggalkan ku. Hanya beberapa menit duduk dengannya rasanya kepala ku sudah sakit sekali.

Perihal dia ingin ikut pulang bersama ku, Sebenarnya aku tak masalah jika dia ikut. Tetapi yang ku permasalahkan kali ini adalah sekolah nya. Aku tidak mau hanya karena aku dia memilih meninggalkan belajar, walaupun sebenarnya sudah setiap hari juga dia membolos demi bermain game di warnet.

"Lain kali aja, kalau libur semester" Ucapku sedikit berteriak.

"Bener ya... Oke, gue tunggu... "

"Kalau lo dapat peringkat dua... Hahahha"

Dia berbalik menatap ku dengan tatapan sebal.

"Apa?"

"Kak..... Dari peringkat dua puluh, jadi peringkat dua, itu mustahil... "

"Makannya belajar, main mulu si kerjaan lo"

"Serah gue lah, intinya libur semester ini, titik." Kemudian dia benar-benar hilang dari pandanganku. Bukan menghilang seperti berteleportasi melainkan berlari sembari bersenandung aneh.

"Nih"

Aku terkejut ketika Sam datang tiba-tiba dan meletakkan ponsel ku tepat di hadapan ku. Aku menatapnya aneh sedangkan dia hanya duduk sembari ikut menikmati buah yang baru saja ku potong.

"Kenapa dibawa kemari?” tanya ku.

"Ada yang telpon tadi"

"Siapa yang telpon?"

"Selingkuhan mu"

"Sam... Aku gak selingkuh ya" Ucapku kesal.

"Terus... Pacaran setelah menikah sama pria lain itu apa namanya? Aku gak suka ya Zil, kamu malem tidur sama aku tapi siangnya kamu sayang-sayangan sama orang lain" Sam menatapku tajam.

"Maksud kamu itu apa sih?"

"Udalah kamu gak usah sok gak paham Zil"

"Tapi aku pacaran sama dia sebelum menikah sama kamu"

"Apa sih artinya pacaran kalau kamu udah nikah sama aku?"

"Jadi mau kamu sekarang itu apa?" Ucap ku mengalah.

"Putuskan Ramza!" Ucapnya lirih namun tepat mengena di Hati ku.

"Kamu...? Kamu tau.....?" Mendadak lidah ku kelu, bagaimana dia bisa tau tentang Ramza. Padahal selama ini aku tidak pernah bercerita apa pun tentangnya pada Sam.

"Izly aku gak sebodoh yang kamu kira, aku mau besok kamu gak ada hubungan apa-apa lagi sama dia"

"Kamu cemburu?"

Sam melihatku jengah "Menurutmu? Emangnya aku kamu, lihat suaminya digodai perempuan cantik tapi gak cemburu"

"Oh.. Jadi Nisa cantik?"

"Nisa? Oh... Iya dong, cantik, unyu, imut lagi, gak galak"

"Aku juga gak galak, imut juga, cantik juga," Gumam ku.

"apa Zil?"

"Telinga kamu ada kutunya" Ucap ku sebal.

"Eh.. Gak usah ngalihin pembicaraan, intinya besok kamu Putusin Ramza, aku gak mau tau"

"Tapi Sam, dia it-"

"Pilih aku atau dia?"

"Tapi dia cinta aku"

"Apa kamu gak pernah lihat cinta aku ke kamu"

"Emang kamu pernah cinta sama aku?"

"Kalau aku gak cinta sama kamu kenapa aku nikahnya sama kamu"

"Dulu kamu juga pernah bilang kaya gitu Sam, tapi apa buktinya kamu tinggali aku juga kan?"

"Itu masa lalu Zil"

"Tapi karena masa lalu itu buat aku gak nyaman dan susah percaya sama kamu" Dengan sekuat tenaga aku menahan air mataku ketika kenangan buruk itu muncul kembali di dalam ingatanku.

"Kamu gak ngerti Zil"

"iya emang aku gak pernah ngerti, puas kan? "

Aku segera mengambil ponsel ku dan keluar dari ruangan menyebalkan itu.


***

Hayy.... Balik lagi nih, jangan lupa tinggalkan jejak ya....

Pengantin Pengganti (Telah Tersedia Di PlayStore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang