10

4.3K 195 1
                                    

Saat sedang asik menikmati angin dari atas motor, Sam tiba-tiba saja menepikan motornya ke pinggir jalan, tepatnya ke tempat penjual ketoprak.

“Makan dulu aja ya Zil” Dia melepas helm dan kaca matanya. Aku hanya mengangguk mengamini ajakan Sam, kebetulan sekali aku juga sedang lapar.

“Mang ketoprak nya dua porsi ya, makan di sini” Teriaknya.

“Iya den, oia duduk dulu” Si mamang mempersilahkan kami duduk.

Aku dan Sam telah duduk dan menunggu pesanan kami datang. Ku edarkan pandangan ku ke setiap arah, sedikit tidak yakin bahwa aku pergi ke tempat ini bersama Sam, manusia paling sombong yang pernah aku temui dalam sejarah hidup ku.

“Emm... Sam... Kamu gak papa makan di sini? “ Tanya ku hati-hati.

“Eh.... Kenapa emang nya? Kamu gak biasa makan makanan di pinggir jalan Zil? “ Tanya nya padaku.

Aku segera menggeleng cepat.
“Bukannnn... Aku biasa juga makan di tempat ginian bareng Mia, maksud pertanyaan aku itu, kamu!”

“Hahahha.... Izly.... Aku udah langganan di sini, sejak kuliah aku udah sering makan bareng teman-teman aku di tempat mang Basyir, ya kan mang? “ Jelas Sam, sembari meminta persetujuan si mamang.

“Iya itu neng, gak secara langsung den Sam udah jadi pelanggan tetap mamang” Jawab mang Basyir.

Aku sempat kaget, ternyata Sam tidak seburuk yang selama ini ku bayangkan. Bahkan makan dipinggir jalan saja dia tak malu, sedangkan banyak orang berada di luaran sana yang gengsi makan dipinggir jalan. Bahkan tidak hanya orang kaya, orang miskin saja terkadang enggan, aku suka bingung, memangnya apa yang harus digengsikan dari mereka jika makan di tempat seperti ini?

“Udahlah.... Kamu gak usah kagum gitu sama aku, mending kita makan aja ya” Ucap Sam sembari menggeser sepiring ketoprak ke hadapan ku.

“Issss.... Ini Kapan datengnya Sam? “ Tanyaku.

“Barusan aja, makannya jangan asik mengagumi suami terus, jadi lupa kan sama sekeliling, aku tau kok Zil, aku emang bijak, baik, kaya, gak sombong dan satu lagi yang paling penting, aku ganteng” Sam tersenyum kemudian menaik turunkan alisnya.

Baiklah untuk kali ini aku akui ucapannya itu ada benarnya, tetapi tidak semua. Terkecuali yang tidak sombong dan bijak atau apalah itu, bukannya dia baru saja menyombongkan dirinya sendiri? Kemudian bijak, bijak dari mananya,  Dasar aneh, Salah dan dosa apa aku, bisa-bisanya menikah dengannya.

“Kayanya kamu barusan aja sombong deh Sam”

“Kalau itu bukan sombong Zil, Cuma kasih tau kamu aja supaya peka, kemudian bersyukur karena udah di anugerahi suami sebaik aku”

Aku memutar bola mataku jengah, memang seperti itu jika bersama Sam. Ketika sudah sekali merespon nya dengan baik, maka lambat laun dia akan bertingkah seperti sedia kala. “Udah lah Sam... Aku Laper, mau makan,”

“Gak ada niatan mengagumi ku dulu Zil?”

“Gak! Kagumnya udah batal” Gumamku kemudian langsung menyantap ketoprak yang sudah tersaji di hadapan ku.

“Apa Zil? Gak denger aku” Tanyanya.

Aku menatapnya acuh tanpa menjawab sedikitpun pertanyaan nya, kemudian aku melanjutkan makan ku lagi. Jujur menjadi guru itu harus kuat lahir dan batin, terlebih menjadi istri Sam, intinya semua itu sungguh menguras tenaga, Alhasil aku menjadi sangat lapar seperti ini. Aku tidak peduli jika Sam akan malu dengan porsi makan ku, anggap saja itu sudah menjadi konsekuensi nya sebagai suami ku.

“Oia Zil.... Kamu gak malu kan, aku jemput pake motor itu... Secara itu kan Cuma motor... “

“Butut...? “ Ucapku cepat.

Dia hanya tersenyum sembari menggaruk kepalanya.

Padahal aku tidak pernah mempermasalahkan motor yang ia kendarai, walau terbilang motor itu sangat lawas, namun masih tampak terurus. Membahas mengenai motor tua itu, aku jadi penasaran, dari mana Sam bisa mendapatkan motor itu. Bahkan setelah menikah dengannya aku tidak tahu jika Sam memiliki sepeda motor. Bisa dikatakan aku baru mengetahuinya hari ini.

“Gak masalah, ketimbang kamu bawa mobil mahal yang tadi pagi, aku lebih nyaman pakai motor itu, emang kamu dapat motor itu dari mana sih?“ Aku menatap Sam serius. Dan seketika itu pula aku menyesali karena sudah menatap Sam, sebab saat ini aku baru menyadari jika Sam sangat tampan.

“Oh..motor itu dari kakek....cerita singkatnya gini, jadi motor yang kita pake itu, motor pertamanya kakek aku, kakek beli sebelum dia sukses Zil, kalau gak salah, waktu kakek masih kuliah, sambil jualan koran keliling, kadang ngojek juga loh, lambat laun  karena kegigihan kakek, dia bisa sukses, terus kakek pernah bilang kalau dia sayang banget sama motor itu, makannya kakek janji bakalan warisi motornya ke cucu yang paling dia sayang, ya kamu taulah itu siapa.... Hahahha” Jelasnya.

Aku mengangguk paham, ternyata kakek Sam dahulunya pernah mengalami kehidupan yang sulit juga, pantas saja Sam tidak merasa keberatan berada di tempat seperti ini, terlebih dia mau menikah dengan ku yang menyandang status sebagai wanita biasa saja. Jika dibandingkan dengan hidupnya, aku dan Sam bagaikan langit dan bumi, sangat jauh berbeda.

“Udahan yuk, udah kenyang....” Ajak ku pada Sam.

Sam hanya mengangguk, kemudian beranjak dari duduk nya untuk membayar makan kami.

Setelah membayar, kami kembali melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda tadi. Sam sengaja memilih rute terjauh katanya supaya bisa mengajakku berkeliling lebih lama. Kami kembali berhenti ketika melewati sebuah taman kota yang cukup bagus, terdapat penjual es krim di sana. Tanpa Ragu Sam mengajak ku mampir untuk sekedar mengobrol, tentu saja aku langsung mengiyakan ajakannya. Jarang sekali aku bisa memiliki banyak waktu dengannya.

“Sam!” Panggil ku. Dan dia yang sedang menikmati es krim coklatnya seketika menoleh ke arah ku.

“Kenapa?”

“Kita akhiri aja ya Sam ikatan kita”

“Uhuk..Uhuk..Uhuk”

“Sam, kamu gak-“

“Gak usah pura-pura peduli!” Aku tercekat ketika mendengar suara dingin dan datar itu. Bahkan Sam tak segan-segan berkata sekasar itu pada ku.

“Sam!”

“Kenapa? Puas hampir bikin aku mati di tempat?”

“Bukan itu maksud aku Sam!”

“Jadi apa? Kamu mau kita bercerai kan? Kenapa? Apa aku nyakitin kamu lagi? Apa usaha aku supaya kamu kembali cinta ke aku kurang di mata kamu Zil?”

“Sebab aku  gak yakin Sam sama diri aku sendiri! Aku bimbang Sam, aku bahagia sama kamu tapi di satu sisi terkadang aku ngerasa tersakiti,”

“Tapi gak harus pisah kan? Kita bisa obrolin baik-baik, berulang kali aku bilang ke kamu, semua butuh proses Zil, kasih aku waktu dan kepercayaan buat buktikan semuanya”

“Asal kamu tau Sam, rasa sakit itu terkadang buat aku lupa kalau sebenarnya aku bahagia sama kamu” Bulir air mataku perlahan menyeruak dari kelopak mataku.

Sam segera merengkuh tubuh ku, dan mengusap lembut rambutku. Saat ini aku sudah menangis di pundaknya. Meluapkan segala kegundahan ku di setiap isak tangis ku. Aku lelah dengan perasaan bimbang ini, aku juga ingin bebas merasakan bahagia tanpa aku harus memikirkan masalah yang sebenarnya tidak perlu aku pikirkan.

“Apa pun yang terjadi kita gak akan pernah pisah kecuali memang takdir yang memisah kan Zil, percaya sama aku kalau kamu bisa jalanin semua ini, maaf karena aku kamu ngerasain luka yang sulit disembuhkan, luka yang mungkin gak akan ada obatnya, maaf”

“Aku mau pulang Sam” Lirih ku.

Dia hanya mengangguk kemudian menggandeng ku menuju tempat di mana dia memarkirkan sepeda motor nya.

Di sepanjang perjalanan pulang, tak ada Satu pun di antara kami yang saling membuka percakapan. Mungkin dia sedang sibuk berkutat dengan pikirannya sendiri. Begitu juga aku.

“Sam... Aku duluan ya” Ucapku setelah kami sampai rumah.

“Iya.. Kebetulan aku juga harus balik ke kantor lagi” Ucapnya.

“Yaudah... Hati-hati “
Dan kulihat dia hanya mengangguk tanpa menatap ku. Melihatnya seperti itu membuat ku sakit, dan aku menyesal sudah merusak hari yang sebenarnya bisa menjadi hari terbaik yang pernah aku lewati.

Aku memasuki rumah besar ini, terkadang aku bingung rumah sebesar ini hanya ditempati kami berdua, apa tidak mubazir? Mungkin lain kali aku akan mengusulkan pada Sam agar membeli rumah yang lebih kecil saja. Tetapi nanti ketika hubungan ku sudah mulai membaik.

“Non baru pulang?” Tanya bik Marni.

“Oh... Bibik... Iya bik”

“Tadi pak Anant datang Non”

Aku mengernyit mendengar namanya yang cukup asing namun aku seolah pernah mendengarnya.

“Kakeknya tuan Sam non”

“Ah.... Sekarang kakek ada di mana?” Tanya ku setelah aku tahu bahwa beliau adalah kakek Sam.

“Ke rumah orang tua tuan Sam non, mungkin sore dia kemari lagi”

“Iya bik?”

“Iya non, non Izly jangan kaget ya sama pak Anant, pak Anant itu kaya setrika, hobinya bolak balik, sebelum orang yang dia cari ketemu, gak akan berhenti buat cari, percaya deh sama bibik non, pasti nanti sore Pak Anant datang lagi”

Aku hanya mengangguk mendengar cerita bik Marni, segigih itukah? Pantas saja bisa menjadi orang yang sangat sukses seperti sekarang ini.

“Panggil aku aja ya bik kalau kakek dateng” Ucapku.

“Beres Non”

Aku segera pergi ke kamar untuk membersihkan diri dan beristirahat, rasanya hati dan pikiran ku lelah. Ya... Mari Izly biarkan mereka beristirahat.

***

Pengantin Pengganti (Telah Tersedia Di PlayStore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang