22

3.6K 202 10
                                    

Jantungku berdetak cukup kencang, tubuhku seketika melemas, sampai-sampai aku berpegangan pada sebatang pohon yang tidak terlalu besar. Aku tidak dapat membayangkan bagaimana jika aku terperosok dan masuk ke dalam jurang yang bahkan ujungnya saja tidak terlihat.

Setelah merasa cukup kuat, aku memutuskan untuk kembali namun saat hendak kembali, denah yang ku bawa tak dapat ku baca dengan jelas, karena langit sudah mulai gelap.

Aku mengeluarkan ponsel ku untuk menerangi denah yang ku bawa, sengaja aku menghidupkan kompas, dan sayangnya letak wilayah ku sekarang tidak bisa terbaca, aku mulai panik dan kemudian aku berusaha kembali ke tempat awal semampuku. Mengandalkan peta yang diberikan nia sebelumnya.

Tiga jam sudah aku berjalan mengelilingi tempat ini, namun jalan keluar tak kunjung ku temukan. Karena sudah lelah, akhirnya aku duduk di bawah pohon, sembari menangis aku sangat takut, terlebih tidak ada sinyal di sini, aku berusaha menelepon dan mengirim pesan pada teman-teman ku, namun tentunya tak bisa.

Semakin larut udara terasa semakin dingin dan gelap. Seketika aku teringat dengan foto misterius itu, sedikit merutuki ingatan ku yang mengingat kejadian janggal disaat seperti ini, kesannya seperti tidak ada waktu yang tepat saja.

"Kenapa harus percaya sama Nia, udah tau dia gitu, masih aja percaya, goblok banget sih" Aku memukuli kepalaku kesal sendiri.

SRAKKKK

Mataku menajam mengamati sekitar, aku yakin aku mendengar langkah kaki seseorang yang menginjak dedaunan. Mungkin jika aku menurut pada Sam aku tidak akan berada di posisi ini, dan tentu saja aku tidak perlu merasakan ketegangan yang sangat mengerikan ini. Apakah ini yang dinamakan karna istri pembangkang?

"Tenang Izly, tenang, mungkin cuma tupai, kam-"

SRAKKKK

SRAKKKK

SRAKKKK

Bukan hanya detak jantungku yang berdetak sangat kencang, nafas ku pun sepertinya sudah berhenti, ketika suara langkah itu terdengar semakin jelas. Aku berusaha menghidupkan senter di ponsel ku, soalnya baterai ponsel ku habis. Kenapa semuanya seolah tidak bisa diandalkan disaat genting seperti ini.

“katanya handphone mahal, tapi gak guna juga kalau baterainya habis”

SRAKKKK

"M-Mia?" Panggil ku lirih. Namun tak ada balasan apa pun, hanya ada suara nyamuk yang berkeliaran di sekelilingku.

"Nia? Itu lo?"

"Atau Ramza? Ram! Ramza!"

"Please deh kalian jangan bercanda ini serem tau, udah gelap, dingin aku tu takut" Akhirnya aku menangis juga. Tangisan ku semakin kencang ketika suara langkah itu semakin melambat namun semakin jelas jika langkah itu menuju ke arah ku.

“A’udzu billahi minasy syaithonir rojiim”

“A’udzu billahi minasy syaithonir rojiim”

“A’udzu billahi minasy syaithonir rojiim”

SRAKKKK

"Sam...tolongin aku, aku takut" Ucapku.

Kulihat jam yang ada di pergelangan tangan ku, jika tidak salah melihat saat ini sudah pukul sembilan malam, dan berarti aku sudah tersesat selama lima jam, tetapi belum ada yang mencariku, aku semakin histeris ketika suara langkah itu yang awalnya sempat menghilang kini lantas berbunyi kembali.

"Sammm, kamu dimana sih, aku itu takut...SAMMMM!!!" Jerit ku sembari menutup wajahku dengan telapak tangan.

“Ya Allah, tolong hamba, kirimkan perantara  mu ya Allah,” Ku rapalkan doa sembari terus menutup mataku.

"IZLY....! " Ku kerjapkan mataku berulang kali, Samar-samar ku lihat, seseorang berlari dengan cepat ke arah ku. Aku memandangnya penuh harap, semoga saja itu benar-benar dia.

Dia mengarahkan lampu senternya ke arah ku, kulihat ternyata dia Sam yang tak lama kemudian disusul oleh Rama dari belakangnya. Sam langsung berlari ke arah ku dan memelukku, aku menangis histeris di dalam pelukannya, aku benar-benar takut, sangat takut.

"Kamu gak apa-apa?" Tanyanya. Ingin sekali aku memukulnya yang masih sempat bertanya seperti itu, sudah jelas aku kenapa – kenapa. Namun, ini bukan saat yang tepat untuk berdebat dengannya. Sabar Izly, tahan emosi mu.

"Aku takut Sam, tadi ada suara langkah kaki dari sebelah sana" Aku masih terus menangis. Jujur aku benci situasi dimana aku lemah dan harus menangis.

Sam melepaskan jasnya kemudian memakaikan nya kepadaku, dia masih menggunakan jas? apa dia dari kantor langsung kemari? Entahlah aku tidak peduli lagi dengan apa yang ia gunakan yang terpenting bagiku dia sudah ada di sini, itu sudah lebih dari cukup. Sam berjongkok di hadapan ku.

"Naik" Ucapnya.

Aku mengangguk, dan dia langsung menggendong ku, aku tidak tahu harus senang atau sedih. Namun aku cukup lega Sam akhirnya datang dan membawa ku kembali.

Saat akan sampai ke arah tenda aku meminta untuk turun, awalnya Sam menolak, namun aku memaksa dan akhirnya dia menuruti ku, dia selalu menggandeng tangan ku hingga para guru dan beberapa siswa berlari ke arah ku. Semuanya menatapku penuh khawatir, terutama Mia.

"Zillll...." Mia langsung memelukku sembari menangis.

"Seharusnya gue gak maksa elo ikut, maafin gue... Ini salah gue"

Aku menatap wajahnya yang sudah sembab, "udalah.... Gak papa" aku tersenyum padanya.

Kulihat nia pun saat ini menangis sembari menunduk.

"Zil.... Maafin gue" Ucap nia.

Aku masih teringat betul bahwa nia lah yang memberiku peta palsu itu, namun melihatnya menangis seperti itu membuatku kasihan padanya.

"Bagas!” Ucap Sam membuat keadaan semakin hening.

" Iya Pak"

"Urus Nia!" Ucap Sam Datar.

"Baik Pak"

"Tapi... Saya juga gak tau apa-apa" Ucapnya lirih dengan air mata yang menetes begitu saja.

"Sam...." Ucapku berharap Sam akan memaafkan nia.

"Ayo pulang" Sam langsung mencengkeram kuat lenganku. Aku menatap sahabatku, dan Mia hanya mengangguk.

"Pulang aja, barang lo semuanya udah dibawa tadi, maafin gue ya" Bisiknya.

Saat Sam membawaku keluar area tenda, aku mendengar Ramza memanggil namaku. Aku sempat menoleh ke belakang dan kulihat Mia menahan Ramza agar tidak menyusul ku.

Sam tidak main-main dengan ucapannya, dia sungguh membawa ku pulang ke rumah, selama perjalanan ia sama sekali tidak berbicara padaku, melihatku pun tidak, aku sudah berulang kali mengajaknya berbicara namun ia tidak juga membalas ucapanku. Kulihat Rama juga diam sembari terus menyetir mobil.

"Ram.... "Panggil ku, karena aku benar-benar bosan.

"Iya bu..."

"Fokus sama jalan, lo mau kita bertiga masuk jurang" Ucap Sam tiba-tiba yang aku tahu itu pasti untuk Rama.

"Baik Pak" Balas Rama.

Aku hanya menghembuskan nafas kasar ku. Aku menatap keluar jendela sembari menangis, mungkin Sam sangat marah padaku. Tentu saja marah, aku sudah melanggar janji ku, dimana aku berjanji padanya bahwa aku akan menjaga diri ku sendiri dan tentunya tidak bertindak ceroboh dan menyusahkan orang lain lagi.


***

Jangan lupa tinggalkan jejak

Pengantin Pengganti (Telah Tersedia Di PlayStore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang