33

2.5K 125 10
                                    

"Sam"

"Hmm"

"Kok mami lama ya?"

Saat ini aku dan Sam sedang duduk bersama sembari menonton serial kartun paus kesayangan Sam di televisi. Kebetulan Sam juga sedang tidak bekerja, sebab hari ini adalah hari Sabtu.

"Bentar lagi juga kemari, palingan lagi ngegosip"

"Sok tau kamu"

Aku melihat ponsel ku yang tergeletak diatas meja berdering menampilkan nama sahabatku, Mia. Tumben sekali dia menelepon ku. aku lantas segera menerima panggilannya, sebab biasanya jika tidak ada hal yang penting dia tidak akan menelepon ku.

"Iya Mi... Assalamualaikum" Sam menoleh ke arah ku.

"Ini Mia," bisik ku dan dia hanya mengangguk.

"Iya gue di rumah Mi kenapa?"

"Apaan? langsung aja deh, jangan buat gue penasaran "

"Iyeeee, kagak"

"Inalillahi! " Seketika aku menjatuhkan ponsel ku secara tiba-tiba, Sam yang sedari tadi mengawasi ku langsung menggenggam tanganku.

"Kenapa?” Aku menatap Sam dengan perasaan yang benar-benar kacau.

"Aku tanya kamu kenapa Zil? Jawab jangan bikin aku panik!"

"Ni-Nia"

"Kenapa Nia?" Tanya Sam padaku.

"Meninggal" Seketika air mataku jatuh begitu saja.

"Ehhh? Kok nangis? Jangan nangis” Aku langsung memeluk Sam sembari terus menangis.

"Sam... Nia meninggal gara-gara aku, aku penyebab dia meninggal, aku salah Sam" Kurasakan Sam mengusap rambutku berusaha menenangkanku.

"Sam... Nia bunuh diri" Usapan jemari Sam berhenti kemudian dia langsung menatapku.

"Kamu kata siapa?"

"Mia telpon tadi"

"Belum ada bukti Be, bisa jadi cuma kecelakaan"

"Tapi ada suratnya yang dia bilang gitu, intinya bukan kecelakaan Sammm, Sam coba aja aku langsung percaya sama dia kemaren waktu kami ketemu, pasti gak gini"

"Kemaren? Jadi kemaren kamu ketemu sama Nia?" Sam menatapku tajam, sedangkan aku hanya bisa menangis. Perasaan ku sudah benar-benar kacau sekarang.

"Udah berapa kali aku bilang ke kamu, jangan deket-deket sama dia, lihatkan, gini akhirnya"

"Tapi dia bilang dia cuma disuruh Sam, bukan dia pelakunya"

"Oh... Bagus, kamu deketin orang suruhan tanpa tau siapa pelaku utamanya, aku bener-bener gak tau sama cara pikir kamu"

"Kok kamu jadi marah ke aku sih? Aku kan lagi sedih, tenangin aku kek! Di satu sisi aku ngerasa salah ke kamu, di satu sisi lagi aku ini ngerasa jadi pembunuh Sam, pembunuh! Sejahat-jahatnya kamu dulu, kamu gak pernahkan bunuh orang? Peduli sedikit kenapa sama istri sendiri" Ucapku sembari terus menangis.

Sam hanya mengusap wajahnya kasar, kemudian kembali memeluk ku. "Maaf aku gak sengaja marahnya, udah ya jangan nangis lagi"

"gak bisa Sam"

"Sam! Anterin aku ke sana!"

"Gak! Kamu di rumah aja, besok kita ke sana"

"Anterin aku Sam! "

"Enggak! "

"Anterin! Anterin pokoknya, kalau enggak aku bakalan nangis"

"Nangis aja, kamu nangis aku tidur"

"Yaudah, kalau gitu aku bakalan mogok makan"

"Entar juga kalau laper makan sendiri" Ucapnya lagi.

Aku menatapnya tidak percaya, dalam hati aku bertanya sebenarnya dia mencintaiku atau tidak sih?

"Aku minggat lagi, aku mau ngadu sama ayah, aku gak mau ketemu kamu lagi selamanya! Pokoknya kita musuhan!" Aku bangkit dari duduk ku dan hendak pergi ke kamar namun Sam menahan tanganku.

Sam menghela nafas kasar kemudian menatapku lembut "Yaudah sekarang aku kasih kamu dua pilihan kita ke sana tapi kamu janji gak akan nangis atau nyalahin diri kamu sendiri, dan pilihan yang kedua kita tetap di rumah dengan catatan kamu boleh nangis, boleh mogok makan, boleh banting-banting apa pun yang kamu mau, kamu mau robohin rumah juga boleh"

"Kita ke sana aja ya, ayo Sam, please!"

"iya Beee, yaudahlah kamu jangan nangis lagi"

Air mataku kembali menetes setibanya di rumah duka, kulihat ibunya sangat histeris melihat kepergian putrinya, tidak hanya ibunya atau keluarga nya, Ramza, Mia dan juga rekan kerjanya yang lain juga sudah berkumpul di sana. Mia menoleh ke arah ku kemudian kulihat dia beranjak menemuiku.

"Ini surat dari Nia Zil, gue asli ngerasa bersalah banget" Mia menghapus air matanya.

Perlahan aku membuka surat milik Nia, surat yang kumal dengan bercak darah di sana.

"Untuk mu yang meragukan ku, ini adalah pembuktian yang ku janjikan akan kuberikan padamu, maafkan aku, semoga dengan ini kamu bisa percaya"

Aku menatap nanar isi yang ditulis Nia.
"Kata adiknya, itu surat yang digenggam Nia waktu jasadnya di temukan,”

"Ini salah gue kan Mi?" Aku kembali menangis, dan Mia langsung memeluk ku.

"Udah! Jangan salahin diri lo terus Zil, inget lo lagi gak sendiri! Jangan sampai lo lukai anak lo karena stres, lo balik aja ya, gue bukan ngusir, tapi lo juga butuh istirahat"

"Tapi, gue gak mau Mi, gue mau di sini"

"Zil, bener kata Mia," Ucap Sam.

"Sam, gue minta anter Izly pulang sekarang, please.... Gue gak mau dia tambah syok"

Sam mengangguk kemudian membawaku pulang, aku tidak banyak memberontak dan di sepanjang perjalanan aku hanya menangis.

"Be, udalah kok kesannya jadi kaya kamu yang bunuh dia" Ucap Sam saat kami sudah sampai rumah.

"Sam...! Kamu punya hati gak sih? kamu bayangin aja Rama bunuh diri setelah kalian berantem, gimana perasaan kamu"

"kok ke Rama sih? Zil, hidup dan mati manusia itu udah diatur, mungkin aja kematian Nia itu kebetulan terjadi setelah hubungan kalian renggang"

"Tapi semua juga karena kamu Sam, coba aja kamu gak nuduh Nia, kan gak gini"

"kok kamu malah balik nyalahin aku si Zil?"

"Karena kam-"

"IYA... SALAHIN AJA AKU TERUS ZIL, BIAR KAMU SENENG," Sam langsung membentak ku.

"Lagian ya, aku tuh juga aneh sama kamu, mau - maunya kamu ngikutin peta salah kaya gitu? Kamu udah tau salah, tapi malah ngikutin terus"

"Kamu kok jadi nyalahin aku?" Aku menatap Sam sambil terus menangis.

"Terus aja pake senjata air mata, bilang aja kamu seneng kan liat aku jadi serba salah" Ucap Sam.

Aku langsung menghapus air mataku, dan menatapnya sendu. "Nangis juga salah, semua yang aku lakuin salah terus, kapan sih aku benernya?"

"Karena kamu emang salah!"

"Iya...! Aku emang selalu salah dimata kamu!" Ucapku kemudian aku memilih masuk ke dalam rumah terlebih dahulu.

"Zil!" Panggil Sam, tentu saja aku tidak menghiraukannya lagi hingga hampir saja aku menabrak mami.

"Kamu kenapa sayang? Ya ampun mantu mami bercucuran gini air matanya? Mami langsung memeluk ku dan di sini aku malah bertambah sedih mendengar ucapan mami.

"Ayo cerita sama mami, kamu kenapa?"

"Ada Sam mi, nanti dia nguping" Ucapku spontan, aku juga merasa aneh dengan ucapanku.

"Sam? Kamu berantem sama dia?" Aku hanya mengangguk menjawab pertanyaan mami.

"Oh... Pantesan tadi ada ribut-ribut, Emm, yaudah... Mami culik kamu aja ya?"

"Hah?"

"Ikut mami pulang ke rumah, kita lewat pintu belakang, oke? Biarin aja Sam sama si Desa kita tinggal, entar kalau butuh kamu juga dia nyariin"

"Kan, kalau punya masalah mesti di selesain mi, bukan kabur? "

"Yang bilang kamu kabur siapa? Kan mami bilang mami yang mau nyulik kamu, tenang aja deh, kamu bukan kabur kamu itu diculik Zil, Mau ya?"

"Bisa gitu mi?"

"Bisa-bisa, yaudah ayo buruan, entar si Sam keburu masuk!"

Mami menggandeng tanganku, dan anehnya aku menurut saja apa dikatakannya. Walau setelah dipikirkan ini sangat tidak masuk akal, dimana baru kali ini sejarahnya penculik meminta izin untuk menyulik.

"Mau kemana tan? Kak?" Tanya Deza yang sedang berada di dapur.

"Mau ke rumah mami" Jawabku

"Kok lewat pintu belakang, kan ada pintu depan, kenapa sih idup harus di buat ribet"

"Stttt....ini itu penculikan, tante lagi nyulik kakak kamu, kalau lewat pintu depan, di sana ada suaminya, nanti ketahuan"

"oh... Gitu? " Deza hanya menggaruk rambutnya mendengar penjelasan mami.

"Bolehkan?" Tanya mami lagi.

"Eh... Boleh dong tan, boleh banget malah, ati-ati ya tan! Nanti ketahuan bang Sam loh, Hehehe" Ucap Deza disertai tawa anehnya.

"Yaudah tante duluan, oia jangan lupa sampaikan ke Sam, kalau istrinya tante yang culik ya, bye Desa!" Aku dan Deza hanya melongo mendengar pesan mami. Lantas untuk apa kami menghindari Sam jika pada akhir Sam juga tahu.

"Lah...terus ngapain takut ketahuan, Percuma juga dong lewat pintu belakang kalau ujung-ujungnya gitu, bagus lewat pintu depan aja, sekalian izin sama suaminya, kan gampang ya?" Gumam Deza.


***

Pengantin Pengganti (Telah Tersedia Di PlayStore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang