17

3.8K 182 8
                                    


Aku duduk di salah satu kursi yang ada di teras belakang rumah. Malam ini Cuacanya sedikit mendung dan tentunya sunyi. Perkataan Sam yang menuntut ku supaya lekas mengakhiri hubungan ku dengan Ramza terus saja terngiang. Aku tidak menyangka sebelumnya akan melalui masa rumit seperti ini. Mungkin menurut sebagian orang mudah untuk sekedar mengatakan kata putus. Namun bagi ku, itu sangat sulit. Bukannya ingin memiliki keduanya, hanya saja aku takut menyakiti Ramza yang selama ini sudah terlalu baik pada ku. Aku butuh waktu untuk menjelaskan semuanya padanya. Sebab kisah ku sangat sulit dicerna oleh logika.

Tiba-tiba saja ponsel yang sedari tadi aku genggam berdering menandakan ada panggilan masuk. Ternyata Mia dan aku segera mengangkatnya.

“Kenap-“

Bencana Zil!!!”

“Hah? Kost lo kena banjir lagi? Atau ada gempa bumi? Tapi Mi, di sini aman kok”

“Astagfirullah, bukan Zil, maksud gue, ada orang yang nyebarin foto lo sama Sam di grup sekolah”

“Lagian lo bilang Sam dateng sendiri ke sekolah, jadi buat apa panik”

“Masalahnya, pak kepsek kan gak bilang suami lo siapa, ya kita anggep nya itu alesan lo doang biar bisa gak kerja”

“Serius? Terus setelah ada foto itu di grup Ramza gimana?” Kaget ku.

“Sebenarnya gak Cuma Ramza sih Zil, hampir semua yang belum tau kaget, Cuma gue kasihan aja sama Ramza, waktu kami dapat kabar lo izin, dia tu keukeuh kalau lo belum nikah, dan yakin kalau lo cuma mau liburan lagi bareng keluarga, sekalian nemenin Wizly dimasa patah hatinya, dan setelah dia dapat foto itu, dia langsung hubung-“

Aku segera mematikan sambungan telepon ku dengan Mia, ku buka grup chatt yang ada di salah satu aplikasi chatting. Aku terkejut ketika mereka heboh membahas ku, kulihat ternyata ada yang mengirimkan foto ku saat sedang bersama Sam, mulai dari makan di pinggir jalan hingga hendak masuk rumah dan tentu saja foto itu diambil tanpa sepengetahuan ku .

Kulihat banyak hujatan yang kuterima dari rekan kerjaku. Terutama Nia yang menganggap ku sebagai perebut calon suami kakak ku sendiri, ingin sekali aku berkata aku bukan perebut, tetapi aku terlalu takut untuk muncul di grup itu.

“Ramza?” Gumam ku.

Tertera jelas sekali bahwa si pengirim foto itu adalah Ramza, Ramza Adittya. Cukup lelah aku menerka-nerka, ku putuskan untuk menghubungi Ramza sesegera mungkin.

“Ram? Maksud kam-“ ucapku setelah panggilan terhubung dengannya.

“Seharusnya aku yang tanya maksud kamu apa? Kenapa kamu nikah tanpa bilang sama aku? Bahkan setelah menikah kamu berlagak seolah-olah kita masih sama?”

Kupejamkan mataku sembari mengesah berat. Sudah ku duga inilah yang akan kuterima darinya, mungkin aku memang pantas mendapatkan ini semua.

“Kamu nyakitin aku lo Zil”

“Tapi kenapa kamu kirim foto itu Ram, apa ini cara kamu balas rasa sakit hati kamu?”

“Hahahha, bahkan kamu lupa ya Zil, padahal aku udah pernah cerita ke kamu, kalau handphone aku hilang, dan sekarang kamu nuduh aku? Aku gak mungkin sejahat itu sama kamu, walau kamu udah sakiti aku kaya gini”

Mendengar perkataannya yang tersirat luka, perlahan air mataku menetes begitu saja. Aku tidak menyangka hari ini tiba begitu cepat. Hari di mana Ramza menyadari bahwa aku sudah melukainya.

“Ramza, dengarkan aku dulu... “

“Apa Zil? Aku udah tau semua.. Kamu gak perlu jelasin apa pun lagi ke aku, dan aku dengar kamu lagi liburan ya sama suami kamu... Selamat ya atas pernikahan mu, semoga kamu bahagia “

“Ram... Ramza!” Belum sempat aku menjelaskan kronologi mengapa aku bisa menikah dengan Sam, Ramza sudah mengakhiri sambungan teleponnya padaku. Aku hanya bisa menangis kalau ini, secepatnya aku mengirim pesan pada Ramza namun tidak ada balasan setelahnya. Jangankan dibaca, dibalas saja tidak. Sudahlah mungkin dia sudah kecewa padaku.

“Kamu kenapa nangis?” Sam tiba-tiba duduk di samping ku.

“Ramza mutusin aku” Ucapku sedih.

“Bagus dong, berarti dia sadar diri”

Aku menatap Sam kesal. Bahkan aku menjadi penjahat karenanya. Seharusnya di sini dialah yang sadar diri, karena sudah menempatkan ku di tempat yang penuh duri ini.

“Aku udah nyakitin dia Sam, aku ninggalin dia demi kamu.... Jadi apa bedanya aku sama kamu yang dulu ninggalin aku demi Wizly?”

“Nah itu dia, kita sama.... Berarti jodoh, jodoh adalah cerminan diri”

“Aku serius Sam, aku gak enak sama Ramza, dia baik banget ke aku” Ucapku

“Seberapa kenal kamu ke dia Zil? Jangan menilai orang dari luarnya”

“Sebel aku sama kamu, liat nih” Aku memberikan ponsel ku padanya. Berusaha menunjukkan foto hasil untitan seseorang yang saat ini menjadi biang permasalahan ku.

“Bukannya dia yang kirim ini?”

“Bukan... Handphone dia hilang waktu itu”

“Aku gak percaya” Ucap Sam.

“Emang Kapan kamu pernah percaya sama orang lain?”

“Hahahha”

“Sam... Aku sedih aku dibilang pelakor, huh..... Kenapa masalah gak pernah berhenti, ini semua gara-gara kamu” Keluh ku

Sam menatapku aneh “gara-gara aku? Aku gak kirim foto ini”

“Tapi kamu kan yang nikahi aku, dan akhirnya kamu nempatin aku di posisi ini”

“oh.... Salahin aja penghulu nya kenapa mau nikahi kita”

Seketika air mataku menyurut begitu saja mendengar ucapannya yang luar biasa itu. Bagaimana bisa dia menyalahkan orang lain.

“Sam! Penghulu itu diundang, dia cuma kerja, pokoknya ini salah kamu”

“Salah Ayah berarti, kenapa kasih restu aku nikahi kamu”

“Terserah kamulah, kesel aku ngomong sama kamu!”

“Terima kenyataan aja kenapa, hidup kamu susah kamu buat sendiri!”

“Lagian ya Sam, kenapa harus nikahi aku, bukannya kamu mau nikah sama Wizly ya?”

“Terserah aku dong Zil, kan aku yang mau nikah, kenapa kamu yang susah sih? Udah ya, kalau kamu gak mau sedih, lebih baik kamu berhenti kerja aja deh, cukup jadi istri dan ibu yang baik aja”.

“Gak bisa.... Kalau gitu kenapa dulu aku mesti kuliah, kalau ujung-ujungnya gak kerja?”

“Aduh istriku bodoh banget ya, kamu itu kuliah biar pinter, manusia itu gak boleh berhenti belajar Zil, kan aku juga cuma kasih saran aja, aku gak mau kamu sedih, tingkat di bully di grup aja sedihnya udah kaya gini, gimana kalau mereka bully kamu secara langsung?”

“Ya... Aku bakalan tambah sedih”

“Yaudah, aku bakal buat kamu gak sedih lagi”

“Aku gak percaya sama kamu”

“Emang kapan kamu pernah percaya sama orang lain? terutama aku?” Ucapnya menirukan ucapanku sebelumnya.

“Sammmn”

“Hahahhahaha”

Aku benar-benar kesal saat ini, duduk bersama nya ternyata bukan solusi tapi sumber masalah, sumber kekesalan ku bahkan mungkin sumber kesedihan ku, intinya dia itu sumber dari segala sumber.

Ku lihat Sam sedang fokus menatap rintik hujan yang berasal dari atap rumah. Sekitar lima menit yang lalu hujan turun cukup deras, seolah langit pun tau bagaimana perasaan ku.

“Sam, kenapa kamu nikahi aku sih?”

Sam mengalihkan pandangannya ke arah ku dengan salah satu alis yang terangkat sempurna.

“Gak usah diangkat satu alisnya,”

“Kenapa?”

“Aku gak bisa gitu soalnya”

“Hahahha... Makannya belajar!”

“Jawab aku lo Sam”

“Gak tau lah, kamu gak ada soal lain apa Zil? Kayanya dari dulu pertama kali kita nikah sampai sekarang, masih aja tanya hal yang sama, gak kreatif kamu”

“Sebab aku nganggep semua ini aneh Sam? Masa iya sih, kita udah putus tiga tahun yang lalu, terus tiba-tiba kamu nikah sama aku, sedangkan kamu sebenarnya mau nikah sama Wizly, aneh Sam”

“Mungkin kamu jodoh aku”

“Mungkin?” Tanya ku lirih.

Ada secuil rasa sakit di hati setelah mendengar kata mungkin, apa Sam tidak yakin jika aku jodohnya. Sejujurnya aku mengharapkan jawaban yang lain, bukan jawaban seperti itu.


***

Jangan lupa tinggalkan jejak...maafkan typo yang bertebaran ya.... Terimakasih banyak....

Pengantin Pengganti (Telah Tersedia Di PlayStore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang