25

4K 201 3
                                    

Sudah tiga hari aku tak bertemu dengan Sam, ia selalu pulang saat aku sudah tertidur dan pergi sebelum aku terbangun, dan itu tentunya membuat hari ku mendung kembali, apalagi disaat aku bangun ternyata sebelah tempat aku tidur, masih sangat rapi seperti tak tersentuh. Ketika ku tanya pada bik Marni, ternyata Sam tidur di kamar tamu. Tentunya aku kembali menangis mendengar nya, berulang kali bik Marni menasihati ku agar aku segera berbicara pada Sam, tetapi aku berpikir apa itu mungkin? Lantas bagaimana aku mau berbicara, bertemu saja tidak.

Aku membasuh wajah ku di wastafel dapur. Pagi ini aku sangat mual, sudah hampir tiga kali semenjak aku bangun tidur aku selalu memuntahkan semua isi perutku.

Bik Marni datang dengan segelas teh hangat yang baru saja ia buat.

"Non, kenapa?" Tanyanya, aku hanya menggeleng lemas.

"Non sakit, kita ke dokter ya non, muka non pucet banget soalnya"

Aku kembali menggeleng, memang rasanya kepala ku sangat pusing dan perutku serasa diaduk-aduk tidak jelas.
"Kayanya asam lambung ku kambuh deh bik," Ucapku lirih.

Memang sudah beberapa hari ini aku tidak selera makan, marahnya Sam padaku benar-benar membuat ku tak semangat hidup. Hidupku seolah kembali diputar sejauh seratus delapan puluh derajat.

"Non mau makan ap.... Astagfirullah... "

Itulah kata-kata terakhir bik Marni yang dapat kudengar, selebihnya aku tidak ingat apa-apa lagi.

"Aww.... " Aku terbangun dengan rasa sakit dikepala ku. Kulihat bik Marni tertidur sembari duduk di samping tempat tidurku.

"Bik.... Bik... Bangun bik... " Aku membangunkan bik Marni, karena aku tau posisi tidur nya pasti tak nyaman.

"Eh... Maaf non... Saya ketiduran" Ucapnya.

"Enggak apa, bik... Kok aku di infus si" Aku segera melepaskan jarum infus ditanganku.

"Eh... Non, kata nya dokter Dafa, non dehidrasi, kok di cabut sih?" Bik Marni panik melihatku.

"Udah enakkan kok"

"oia non, ini ada bubur masih lumayan anget, non makan ya... Atau mau bibik panasi lagi" Ucapnya.

"Gak maulah bik, simpen aja... Aku gak laper"

"Heh.... Non itu udah gak sendirian sekarang, non iya gak laper, la nyawa yang satu lagi gimana?" Bik Marni tersenyum kepada ku.

Aku memandangnya bingung, tak sendirian, nyawa satu lagi? Apa maksudnya aku?

"Iya, non Izly hamil udah dua bulan" Jelasnya seolah paham dengan raut kebingungan ku.

Aku tersenyum menatap perut datar ku, tak terasa air mataku menetes, ini bukan tangisan kesedihan melainkan tangisan bahagia. Aku merasa ini seperti mimpi baik di antara mimpi buruk. Aku berharap ini adalah jawaban atas doaku selama ini, sebab aku tidak tahu lagi harus bagaimana mana mengajak Sam berbaikan dengan ku, semua cara sudah ku coba dan akhirnya hanya aku yang menangis.

"Aku mau makan bik, siniin buburnya bik" Ucapku bahagia.

Lantas bik Marni langsung memerikan bubur yang tadi ditawarkan nya padaku.

"Sam udah balik bik?" Tanyaku antusias, aku tak sabar melihat reaksi Sam saat mendengar kabar baik ini.

"Belum non, dari tadi bibik udah telpon, tapi telpon nya gak aktif" Jawab bik Marni.

Seketika aku senyumku berubah menjadi senyuman kecut mendengar jawaban bik Marni.

"Jangan dikasih tau dulu ya bik, aku mau kasih tau sendiri ke Sam" Ucapku bahagia.

"Pasti Non, bibik udah nebak kalau non pasti pingin kasih kejutan ke tuan, jadi bibik belikan non ini waktu nebus vitamin tadi" Bik Marni memberiku sebuah alat tes kehamilan aku berterima kasih pada bik Marni kemudian aku memeluknya.

Semoga saja dengan ini, hubunganku dengan Sam bisa membaik, semoga saja. Aku sudah tidak sendirian lagi sekarang, dan pastinya anak ku tidak ingin ibunya disakiti oleh ayahnya yang keras kepala itu.

Hari sudah berganti begitu cepat, pagi ini aku menyambutnya dengan senyuman bahagia, aku tidak sabar melihat reaksi bahagia Sam ketika mendengar kabar baik ini.

Ku turuni anak demi anak tangga dengan hati-hati sembari bersenandung kecil. Aku menemui bik Marni yang saat ini, tengah membersihkan dapur, sisa aku memasak tadi.

"Cantik banget non, mau ke kantor tuan?"

"Iya bik, bibik taukan alamatnya?" Tanya ku sembari menenteng rantang berisi makan siang yang sudah kusiapkan spesial untuk Sam.

"Minta antar pak ujang aja non"

"Oke bik, duluan ya... Do'ain ya bik" Ucapku senang.

Aku begitu antusias hari ini, aku ingin melihat Sam tersenyum kembali padaku. Jadi kuputuskan hari ini aku akan menemui Sam di kantor nya.

Di sepanjang perjalanan senyumku seolah tak bisa memudar sedikit pun, terlebih ketika aku memandangi kotak kecil berisi alat tes kehamilan yang sengaja ku simpan di kotak ini, supaya Sam sendiri yang membukanya.

"Udah sampai non" Ucap pak Ujang tiba-tiba.

"Ah.. Iya Pak, makasih ya pak udah dianterin" Ucapku kemudian.

"Mau ditunggui non? " Tanya nya setelah aku turun dari mobil.

"Gak usah pak, saya pulangnya bareng Sam aja"

Pak ujang mengangguk kemudian meninggalkan ku.

Aku menatap gedung perusahaan Sam. Gedung itu sangat besar, pantas saja, dia selalu menyombongkan diri dengan kekayaannya.

"Permisi.... " Sapaku pada resepsionis.

"Iya..Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" Dia tersenyum ramah.

"Em... Saya mau ketemu Sam, bisa?"

"Bapak Sam hari ini ada di ruangannya, kalau boleh tau embak siapa ya? Sebelumnya sudah ada janji?"
Aku sedikit mendengus, apa Sam tidak pernah mengakui ku sebagai istrinya di sini? dan apa istri jika ingin bertemu suami harus punya janji terlebih dahulu.

"Saya istrinya," Jawabku asal.
Wanita di hadapan ku lantas memandangku kaget. Kenapa? Ada yang aneh?

"Sebentar saya telpon sekretaris nya dulu"

"Bilang ya mbak, saya Izly " Ucapku lagi. Dia hanya mengangguk.

Tak lama aku menunggu dia tersenyum kembali padaku. "Ruangan bapak ada di lantai enam belas bu, mau saya antar?"

"Saya sendiri aja, makasih ya" Aku berlalu dan menuju ke sebuah lift, ada dua lift di sini, namun yang banyak karyawan pakai adalah yang di sebelah kiri, ya sudah aku pakai saja yang di sebelah kiri, mungkin yang di sebelah kanan rusak. Sayang sekali katanya kaya, tetapi lift rusak saja tidak mampu memperbaiki.

Sesampainya dilantai enam belas, Rama sudah menunggu ku. Aku tersenyum padanya, dan dia tampak canggung tersenyum padaku.

"Rama, makasih lo coklatnya"

"I-iya sama-sama Bu" Ucapnya sembari menunduk.

"Note nya juga"

Seketika wajahnya bersemu merah padam mendengar ucapan ku. Rasanya aku ingin tertawa saja melihat reaksinya yang sangat berlebihan itu.

"Biasa aja kali muka lo Ma, sumpah ya, gak kuat nahan ketawa liat lo blushing kaya gitu" Ucap ku santai. Aku tak mau saja Rama selamanya canggung dengan ku, aku ingin menganggapnya seperti adik ku sendiri.

"Sam ada di dalam?" Tanyaku kemudian.

"Bapak ada di Rootrof bu, ibu tunggu di dalam saja"

Aku menggeleng "gue mau ngomong serius, gak bisa ditunda.. Rootrof nya lewat mana? Biar gue yang samperin" Ucapku lagi.

"Bapak sedang ada tamu pribadi bu"

"Gue istrinya Rama, berarti gue lebih pribadi kan? udah lewat mana...?atau gue nangis nih di sini?

Dia tampak pasrah mendengar ancaman ku, namun akhirnya dia memberitahuku arah ke Rootrof.

Aku segera ke sana, saat akan membuka pintu, aku menarik nafasku untuk menenangkan dan menguatkan diri ku. Ku atur senyum terbaik ku, berita yang baik harus di sampaikan dengan senyuman terbaik juga.

KREEKKKK

BRAKKK

Seketika aku menjatuhkan rantang berisi makanan yang kubawa khusus untuk Sam. Aku tidak percaya dengan apa yang tersaji di depan mataku sekang.

"Izly?"

"Tega kamu Sam!"



***

Terimakasih sudah mampir, pesannya jangan jadi pembaca gelap ya.... Hehehehe

Pengantin Pengganti (Telah Tersedia Di PlayStore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang