37

2K 164 18
                                    

Siang ini entah mengapa aku sangat mengidamkan rujak, tetapi rasanya aku terlalu malas untuk membuatnya. Ku lirik Deza yang sedang bermain game di ponselnya. Iya, dia tetap berada di samping ku sedari pagi, alasannya karena takut dijodohkan dengan kambing tetangga. Berlebihan sekali bukan?

“Za!“ Panggil ku dan dia hanya bergumam sekilas

“Ini enak kan ya?“ Aku menyodorkan gambar rujak yang ku dapat dari media sosial, teman kuliah ku ada yang mengunggahnya tadi.

“Issss! Minggirin dulu HP lo!” Deza sedikit menggeser posisi duduknya.

“Za! Ini enak kan ya?” Aku kembali menyodorkan ponsel ku ke arahnya, aku tidak akan putus asa sampai dia melihat foto rujak yang mempesona ini.

“Apa sih kak? Iya enak banget, enakkkk.... Banget” Ucapnya tetapi masih sibuk bermain game.

“Liat dulu baru jawab!” Ucapku sembari menempelkan ponsel ku ke wajahnya.

“KAK IZLY! IH... ELO YA! GAK HAMIL AJA NYEBELIN, HAMIL TAMBAH NYEBELIN!”

“Hahahahhaha..... Kaya elo enggak aja?”

“Pengen rujak Za!“ Rengek ku.

“KANN.... CACING GUE MATI... AH... SENENG NI YANG LAIN PADA MAKAN JASAD CACING GUE”

“Issss... Lebayyyy”

“Asal lo tau kak, gue besarin si cacing itu sekuat tenaga, gue sayangi dia sepenuh hati, sangkin sayangnya ni ya, sampe-sampe tu cacing gue kasih nama”

“Palingan juga kermi namanya”

“Husss.... Ngawur! Hargailah jasad cacing gue, doa gue Semoga cacing yang makan jasadnya si Mawar gak akan selamat, aminnn” Aku mengernyit aneh melihat kelakuan Deza, sembari membatin amit-amit tentunya.

“Itu nama cacing lo?”

“Iya sebutlah Mawar, jangan cacing-cacing mulu”

“Kok kaya penjual bakso boraks”

“Enak aja”

“Jadi?”

“Penjual cacing formalin! Ngeselin ya anda”

“Udalah... Gak usah ngurusin cacing, ntar lo cari di pekarangan kan banyak! Ni Za, gue pingin ini” Aku kembali menunjukkan gambar rujak yang sedari tadi ku inginkan.

“Rujak?”

“Iyalah masa peyek cacing”

“Jangan ungkit luka ku kak!”

“Yaudah cepetan hadirkan rujak nya ke hadapan gue”

“Hmmm....kalau gue punya kekuatan ajaib, jangankan rujak kak... Labu isi tawon juga gue bisa hadirin sekarang juga”

“Usaha dikit kek Za”

“Lah..... Suami anda kemana?”

“Kerja”

“Teleponlah... Punya HP bagus, kuota penuh, pulsa berjibun, manfaatkan dikit lah”

“punya adek pinter masak, rajin, ganteng, deket lagi di samping, manfaatkan dikit lah ya? “ Ucapku sembari sedikit memuji nya, supaya dia mau disuruh.

“Bau kemunafikan!”

“Hahahahahahaha.... Batin lah Za, Mau ya.... Please!”

“Dari dulu rujak mulu, apa gak diare anak lo kak?” Aku berpikir sejenak, iya juga ya. Tetapi mau bagaimana lagi, jika kenyataannya aku hanya menginginkan itu.

“Is... Udalah, masih untung gue pinginnya rujak, sempet gue pinginnya elo masuk sumur gimana? Udah deh, bersyukur aja! ”

“Yaudah, gue buatin nih”

“Adek baik emang”

“Hmmm....bagi duit, biar gue cari bahannya”

“Nih “ Aku memberinya uang seratus ribu.

“Ini buahnya mau apa aja?”

“Em... Apel, pir, anggur, buah naga, sama-“

“Duit seratus ribu, minta buah kelas elit? Yang ada tabungan gue dadal”

“Kaya pernah nabung aja? Lo nabung, seminggu kemudian lo pancing uangnya pake lidi, sama aja bohong!”

“Yaudah, jadi buahnya apa?”

“Ya biasanya apa Dezaaa? Ya kali rujak isinya anggur? Yang bener aja lah, gitu aja gak tau”

“Iya-iya... Yaudah otw! Eh.. Minta dulu ongkos ojek”

“Punya kaki buat apa?”

“Yang ada pulang-pulang gue yang jadi rujak”

“Separah itu rupanya?”

“Belum lagi uang minum, lo kira belanja gak haus kak?”

“Enggak lah! Haus kan bisa pulang terus minum di rumah, selesai minum balik lagi”

“Gak tau diri ya anda”

“Hahaha...Nih gak usah nelangsa gitu lah,” Aku memberinya uang seratus ribu lagi, setelah itu ia langsung melenggang meninggalkan ku. Tinggal bilang minta ongkos saja susah.


“Udah Za?” Tanyaku sembari melihat Deza yang saat ini sedang mencuci buah.

Iya dia sudah kembali beberapa menit yang lalu, hampir saja aku ketiduran menunggunya berbelanja. Hanya disuruh membeli bahan rujak saja hampir satu jam, belum lagi disuruh membeli belanja bulanan.

“Sabar lah kak! Belum lagi buat bumbunya, potong buahnya. Kalau mau instan beli yang bungkusan, tinggal seduh pake air panas”

“Lo kira mie”

“Nah itu paham! Nih potongin buahnya! Biar mama Deza yang uleg bumbunya” Aku bergidik ngeri mendengar ucapannya, mama Deza? Yang benar saja.

“Eh... Kacangnya digoreng dulu! Masa mentah gitu, yang ada gue diare” Ucapku saat Deza hampir menghaluskan kacang yang masih mentah.

“Oh.. Iyanya? Oke kita goreng”

Deza langsung memanaskan minyak goreng, saat minyak sudah panas, ia langsung saja menggoreng kacangnya.

“Astaghfirullah! Ini kacang apa mercon ya? Kok meledak gini?” Ucapnya saat kacang tanah yang ia goreng meledak-ledak. Aku hanya ingin tertawa melihat tingkahnya. Hanya seperti itu saja sudah heboh.

“Kak.... Ini kacang tanah kan?”

“Menurut lo?”

“Kok kaya mercon gini sih? Apa jangan-jangan ini mercon yang berkamuflase menjadi kacang tanah? Ih.. Kan serem ya?”

“Udahlah, cepetan angkat, gosong nanti!”

Deza segera mengangkat kacang dari penggorengan, dan saat kulihat. Benar saja kacangnya sebagian gosong dan sebagian tidak. Intinya matang tidak merata, bagaimana bisa merata? Diaduk saja tidak.

“Kan gosong! ”

“Yang garing lebih gurih kak, santai aja dulu, biarkan mama Deza yang meresep”

“Jijik ah dengernya”

“Hahahaha.... Ini aja kan bumbunya?” Dia menunjukkan bahan bumbu rujak padaku, dan aku hanya mengangguk saja.

“Gue itu sebenarnya ada bakat buat jadi Chef, Cuma gak gue asah aja, maklum udah kebanyakan bakat. Takut gak enak sama yang lain” Ucapnya sembari membuat bumbu rujak secara manual, sebab jika menggunakan blender, akan berbeda rasanya.

“Gue sebenarnya ada bakat jadi pembunuh, Cuma males aja bunuh orang, hidupnya aja bawel, gimana pas udah mati” Balas ku sembari memotong timun asal.

“Gak usah bikin horor!”

“Makannya gak usah bawel, gak enak nanti rujak nya”

“Iyeeee nyonya”

Aku kembali melanjutkan kegiatanku memotong buah, sedari tadi belum juga selesai, karena aku sedang sangat malas, bahkan bergerak juga sebenarnya malas.

“Zillll! Kamu dimana?“ Aku mengernyit ketika mendengar suara Sam memanggilku.

“Suami lo balik?” Tanya Deza.

“Mungkin”

“Zillll!” Panggilnya lagi.

“IYAAAAi! AKU DI DAPURRRRRRRRR” teriakku. Ingat bahwa aku sedang malas bergerak.

Kulihat benar saja itu Sam, tumben sekali jam segini sudah pulang. Dia tampak berjalan kearah ku, kemudian ikut duduk di sampingku.

“Siang Be” Sam mencium kening ku.

“Anggap aja gue serangga tomcat” Gumam Deza.

“Lah elo Za? Gue kira siapa?” Tanya Sam.

“Iya ini aku lo mas! Kamu udah pulang mas? Gimana harinya di kantor, semangat kan ya?” Ucap Deza yang seolah-olah dia adalah istri Sam, sudah habis kata aku mendeskripsikan nya. Dia terlalu wow.

“Lo sehat kan ya?”

“Sehat lo mas Sammm”

“Merinding gue! Lo lagi apa sih Za? Sibuk banget”

“Lagi buat rujak untuk anak kita, hahahaha”

“Anak gue! Kan gue emaknya” Ucapku tak suka mendengar ucapan Deza. Ah menyesal sudah memintanya membuatkan ku rujak.

“Hahaha.. Abisnya, udah mangga kemaren gue yang manjat, ini juga gue yang uleg”

“Hahahaha... Kan elo paman yang siaga Za” Timpal Sam.

“Hari ini aku percaya, jika jodoh adalah cerminan diri! Pasutri gak tau diri ya gini”

“Udah cepetan, sini rujak nya!”

“Nih... Rujak buat kakak tercinta, terlope lah pokoknya... Lo mau bang?” Deza memberikan ku sepiring rujak hasil karyanya, agak berantakan si, tetapi ya sudah tak apa. Lagi pula dibuatkan saja sudah bersyukur, jarang-jarangkan ada adik yang seperti dia.

“Boleh sih, tapi yang banyak bumbunya ya”

“Siappp! Buat abang tercinta apa sih yang enggak”

“Kalau sama dompet berjalan mah, elo langsung siap-siap aja”

“Hahaha.... Tau aja si kakak ini, gemar banget bongkar aib adik sendiri”

“Ini bang, jangan nilai dari bentuknya ya bang, lo nilainya pake rasa dan hati nurani lo aja”

“Oke lah... Btw Makasih ya” Ucap Sam.

“Za?”

“Apalagi si kak? Gak ngenakin orang makan deh”

“Kok gak ada nanasnya? Rujak enaknya pake nanas loh”

“Lo ngerasa kupas nanas gak tadi?”

“Enggak”

“Yaudah.... Gak ada nanas, gue gak beli nanas”

“Kok gitu? Gak seru ah rujak lo”

“Lagi hamil gak boleh makan nanas,”

“Udah kaya emak-emak”

“Kan mama Deza... Hahahahhaha”

“Serah lo lah”

Aku kembali menikmati rujak ala Deza. Ya biarpun bentuk dan rasanya sedikit memprihatinkan tetapi aku akan tetap menghargai usahanya. Kesimpulannya, rujak ini lebih baik dari karya Sam tempo hari.


***

Balik lagi...... Balik lagi...... Si sam sama izly balik lagi.... Semoga bisa menghibur ya...

Buat yang selalu komen dan kasih aku bintang,juga yang follow aku... Makasih banyak, itu semua selalu jadi mood booster aku....

Pesennya jangan bosen-bosen buat nunggu dan baca cerita aku ya...Hu..Hu..Hu😢

Terimakasih sudah membaca

Pengantin Pengganti (Telah Tersedia Di PlayStore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang