38

2K 167 18
                                    

"Bang, sebelumnya Maap ni, kok kayanya emak lo punya dendam kesumat ya sama gue?"

"Dih... Jangankan elo, gue yang anaknya aja ngerasanya gitu"

"Udah, gak usah ngomongin orang tua, ayo makan malam, udah ditunggu loh sama mami" Ucap ku pada Sam dan Deza yang sedang bermain game di ponsel masing-masing.

"Duluan aja kak, gue akhiran aja deh"

"Iya Be, Duluan aja! Kamu kan anaknya mami"

"Yaudah, entar mami aja yang jemput kemari"

"Eh... Iya Be? Makan sekarang aja ya, kok tiba-tiba laper, ya kan Za?"

"Ih.. Iya ni bang, mau pingsan rasanya" Ucap Deza sembari memegangi perutnya.

Aku hanya menatap mereka jengah, perihal makan saja susah.  Bersyukur bisa menikmati makan malam, bahkan masih banyak orang di luar sana yang kesulitan hanya untuk sekedar makan sekali dalam sehari.
Setibanya di meja makan, Sam dan Deza langsung duduk di tempatnya masing-masing. Ku lihat Sam hanya diam menatap meja makan dan kemudian menatapku.

"Kok sayur semua? Lauknya mana?"Gumamnya padaku.

"Belajar makan sayur Sam, mau sampe kapan jadi karnivora? " Ucap mami.

"Gak mau mi"

"Zil, ambilin Sam nasi sama lauknya"

"Yey" Ucap Sam kemudian.

Aku kemudian mengambilkan Sam nasi beserta sayur yang sudah ku masak bersama mami tadi.

"Nih"

"Zil, kamu kan tau kalau aku gak makan sayur, kan kata mami sama lauknya, ini sayur Zil bukan lauk" Sam mengembalikan piringnya saat aku sedang mengambilkan Deza makan malam.

"Heh! Ya itu lauknya, sekarang tema makan malam kita itu alam yang hijau" Timpal mami.

"Mi... Di mana-mana, di dalam Alam juga isinya lengkap, ada flora ada fauna, ini sih namanya ekosistemnya gak seimbang, masa rumput semua"

"Anggap aja faunanya udah habis diburu sama kamu"

"Lagi pula tadi mami bilang lauk, nah yang ini sayur mi, mami belajar empat sehat lima sempurna gak sih mi? di mana-mana ini namanya sayur bukan lauk"

"Anggap aja, penebusan karena selama ini kamu selalu makan tiga sehat, lima sempurna, empatnya kamu hilangin"

"Masa mami tega sih kasih makan Sam rumput? Mi, Sam kan harus kerja, cari uang untuk menafkahi keluarga, kalau makannya kaya gini bisa lemes mi, ngetik aja udah gak bisa"

"Kerbau makan rumput masih bisa bajak sawah Sam, gak usah drama deh, tingkat makan sayur aja, kaya disuruh makan jarum"

"Laukkk.... Mii!"

"Udalah bang, nikmati aja apa yang ada," Timpal Deza.

"Nah... Denger tu, Desa yang masih kecil aja pengertian"

"Belain gue lah Za!" Bisik Sam.

"Ampun bang, gue mau cari aman aja"

Sam kemudian menggeser piringnya sembari menatap datar ke arah mami yang sedang sibuk menikmati makanannya.

"Mi.... Sam mau nanya, boleh kan?"

"Apa?"

"Papi bangkrut ya? "

"Heh... Sembarangan! Papi kamu lagi di luar kota, malahan kamu do'ain yang jelek-jelek"

"Nanya doang mi, abisnya ekor ikan asin pun gak ada"

"Jangankan ekornya sirip nya aja gak ada, udalah mi kalau ikan asin pun mahal, Sam mau kerupuk mi! Tolong mi Sam butuh lauk! Lauk miiiii! Laukkkkkk!"

"Tangkap aja nyamuk, kan lauk!"

"Emmm.... Enak nya bang.... Yakin gak mau coba?" Deza memasukkan sayur tumis kangkung ke dalam mulutnya seolah-olah itu adalah makanan yang paling enak.

"Tuh Desa aja semangat kaya kambing, ya kan Sa?"

"Ya kali kambing seganteng gue... Gak mau makan sayur disuruh nangkep nyamuk, udah makan sayur dibilang kaya kambing, jadi yang bener itu gimana sih ya? Pusing lama-lama" Gumam Deza sangat pelan, aku mendengarnya saja karena aku duduk di sebelahnya. Bisa dikatakan posisi duduk ku berada di antara Deza dan Sam.

Tak lama mbok Ni, datang dan memberiku sepiring udang goreng. Aku mengernyit bingung, pasalnya tadi kami hanya memasak sayur. Kenapa sekarang ada udang. Sebab kata mami beliau ingin mengajak kami semua hidup sehat, terutama Sam.

"Ini punya siapa mi?" Tanya ku bingung.

"Buat kamu lah sayang, makan ya! Udang bagus lo buat ibu hamil " Jawab mami.

"Be... Ini apa? Kok imut ya?" Tanya Sam sembari mengambil udang yang ada di piring.

"Ini UDANG, gitu aja gak tau" Ucap mami, merebut udang dari tangan Sam.

"Mi! Diskriminasi terus sih? Gak bagus tau"

"Suka mami lah, kan mami selalu benar,"

"Dosa miii, siksa anak sendiri, ya kan Za? "

"Eh"

"Sa... Kamu berani belain Sam?"

"Za.... Berani kamu gak belain gue?" Sam menatap deza tajam.

"Pingsan ni... Pingsan..... Kalau mau bunuh, bunuh aja! Gue laper lo bang, tan.... Dezaaaa laper, perangnya ntar dulu ya, mau isi bahan bakar dulu"

"Lebay kamu lah, gak seru! gitu aja gak bisa milih, hidup itu pilihan Sa, harus bisa belajar milih dari sekarang"

"Pake ZZZ tan! Bukan SSS! Lama-lama lelah Deza tan"

"Kamu lelah dibuat sendiri, lagian yang manggil siapa coba? Tante kan? Kamu mah cuma tinggal dengerin doang"

"Kalau kaya gitu males denger lah tan"

"Yaudah... Tante mah gak maksa, udah ya, tante duluan, ngantuk... Kalian berdua mah kalau diajak ngomong ngegas semua" Sam dan Deza hanya saling menatap, setelah mendengar kalimat yang mami ucapkan.

"oia, hampir lupa, besok subuh mami mau nyusul papi, kalian yang akur ya, buat kamu Sa jangan rindu ya! Inget... Kamu bukan tipe tante lo ya"

"Yang mau rindu siapa tan? Kejut jiwa deh lama-lama"

"Ati-ati ya mi" Ucapku pada mami.

Mami tersenyum padaku "iya sayang, kamu juga ya, kalau dua manusia itu buat kamu kesel, telpon aja mami, biar mami tendang mereka sampe ke alam kubur"

"Iya mi"

"Kira-kira emak lo pake jurus apa ya bang?"

"Pake tendangan kaki seribu....Hahahhaha"

" Parah lo.... Tapi yang gue pertanyakan ini deh bang, itu si tante emang gitu orangnya?"

"Iya... Emang dari dulu gitu, gak tau tu si papi cinta sama mami dari sudut mananya"

"Salut gue bang"

"Salutnya di mana?"

"Pertama sama si om yang betah sama si tante idup berdua bertahun-tahun, yang kedua sama lo juga. Lo tinggal sama tante tapi badan lo seger gak kurus kering, kan kebukti kalau lo gak makan ati, Kalau gue kayanya seminggu tinggal sama tante bisa kurus kering deh, gak sanggup"

"Karena itu juga SMA gue pindah ke apartemen, nah waktu kuliah awalnya gue di Jerman... Tapi karena papi maksa balik, cuma setahun di sana terus gue balik, kuliah di sini, tapi tinggal di apartemen lama, kuliah di Indonesia setahun, gue mikir buat bangun rumah, yaudah deh... Buat, noh rumah yang ditinggalin sekarang" Jelas Sam sembari menikmati udang goreng.

Pertanyaan adalah, bukankah udang itu milik ku? kenapa jadi mereka yang menikmati udang nya? Sejak kapan piring udangnya berpindah yang semula berada di hadapan ku kini menjadi di hadapan mereka? Saat ini tidak hanya piring udang, Deza pun sudah berpindah menjadi di sebelah Sam.

"Bergelimang harta lo emang dari kecil ya bang, emang patut kalau gue panggil elo Sam dua puluh empat karat"

"Ye... Dari SMA gue udah kerja di kantor papi, gak cuma modal minta, gitu aja masih suka kena bully sama si mami"

"hahahha... Salut ah bang, aku mengidolakan mu! I lope you pul"

"Mengidolakan sih mengidolakan, tapi itu kan udang gue! Kok kalian si yang makan? Ngeselin ya" Ucapku kesal.

"Hehehehe... Maapkan lah kak, kebawa suasana soalnya, jadi hilap"

"Yaudahlah... Untung udah kenyang. Gue mau tidur ya... See you next time"

Aku segera meninggalkan dua manusia yang sama-sama tidak tahu diri itu. Aku bukan kesal karena masalah udang, hanya saja aku sedikit lelah hari ini. Entah kenapa beberapa hari ini aku mudah lelah, tetapi tidak mengantuk.

Sesampainya di kamar, ponsel Sam berdering menandakan ada seseorang yang meneleponnya, namun saat hendak ku angkat panggilan itu berakhir begitu saja. Aku segera mengambil ponsel milik Sam dari atas nakas.

"Lah... Kok sidik jari ku udah gak terdaftar sih?" Gumam ku.

Berulang kali aku berusaha membuka kunci ponsel Sam. Padahal Sam sudah mendaftarkan sidik jari ku, agar aku bisa membuka ponselnya kapan saja. Pola di ponselnya juga aku ingat, namun saat ku coba, berulang kali salah. Apa sudah diganti? Tetapi sidik jari ku tidak mungkin bisa diubah atau berubah kan?

"Be... Lagi apa? Eh... Kamu ngapain?" Sam yang baru saja masuk, langsung saja merampas ponselnya nya yang ada di tangan ku.

"Mau liat handphone kamu lah, kok gak bisa sih?"

"Pake yang ini aja" Sam memberiku ponselnya yang lain, yang tadi ia gunakan untuk bermain game.

"Kalau aku maunya yang itu gimana?"

"Ini jangan, banyak kerjaan, nanti salah malah bisa gawat, yang ini aja... Ada gamenya seru loh "

"Apa gamenya?"

"Cacing"

"Cacing?" Tanyaku. Jangan bilang dia mengetahui game ini dari Deza.

"Iya Deza yang kasih tau aku tadi, awalnya aku gak tau dia lagi main apa, kayanya seru banget... Taunya emang gamenya seru.. Kamu harus main deh" Benar sudah dugaan ku, bahwa Sam mengetahui game ini dari Deza.

"Nih... Kata Deza, kalau kita main, biar cacing nya panjang umur, kita harus kasih nama.... Oke kita kasih nama speed... Biar kencang"

Aku menatap Sam jengah, umur kami itu sama, Sama-sama dua puluh empat tahun. Tapi kenapa jatuhnya dia seperti Deza. Begitu kuat toxic yang diberikan Deza ternyata.

"Sekalian aja Sam, panggil orang Komplek buat syukuran nama cacing kamu, supaya panjang umur, sehat, dan lincah"

"Serius Zil bisa gitu?"

"Ah... Taulah... Udah mirip Deza kamu" Aku segera tidur kemudian menarik selimut hingga menutupi wajah ku, hanya sebatas mulut, sebab aku belum mengantuk dan saat ini hanya mengawasi Sam yang sedang sibuk dengan cacingnya. Ya sudalah, lagi pula di masa remaja Sam, tidak ada kan game yang seperti itu.


***

Pengantin Pengganti (Telah Tersedia Di PlayStore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang