21

3.7K 195 10
                                    

Saat ini kami telah tiba, di area tempat kami akan melaksanakan kemping, suasana cukup asri dan tentunya menenangkan. Kami tiba sekitar pukul setengah dua siang, dibutuhkan waktu lima jam untuk mencapai tempat seindah ini.

"Zil" Panggil Mia sembari menepuk pundak ku. Aku sedikit terkejut dan menatapnya sebal.

"Apa?"

"Ke sungai" Mia tersenyum sembari menunjuk catatannya.

"Gue makan dulu ya, sebenarnya ini bekal sarapan, tapi gue lupa"
Mia mengangguk kemudian duduk di sebuah kayu di dekat tenda ku yang baru saja berdiri sekitar lima menit yang lalu. Setelah mengambil kotak bekal di dalam tenda aku segera menghampiri Mia dan duduk di sebelahnya.

"Lo yang masak"

"Sam"

"Serius? Uh... Wuw banget sih"

Aku tersenyum sembari membuka kotak bekal itu dan senyuman ku perlahan memudar, digantikan gelak tawa Mia.

"Kayanya Selai satu pabrik diborong sama dia semua demi elo Zil"

"Kalau kaya gini seminggu dia masak, gue bisa kena diabetes"

Aku sedikit memijat pelipis ku, melihat hasil karya Sam, dua lembar roti tawar dengan selai coklat yang menumpuk di tengah dan diatas permukaan roti tawar yang tidak terkena selai coklat diberi selai strawberry dan mungkin ini maksudnya gambar hati, namun karena mungkin dia tidak pandai membuatnya, terlihatnya seperti lingkaran yang tidak sempurna.

"Hahahha.. Ada hati peyotnya Zil"

"Sumpah aku gak mudeng sama sarapan yang dia buat" Ucap ku sedikit terkekeh.

"Hahahah, eh jarang-jarang loh ada suami kaya dia, gak bisa masak tapi diusahain buat sarapan supaya elo bisa sarapan, makan gih"

"Lo mau?" Tawar ku.

"Hehehe.... Makasih aja deh, gue gak suka manis soalnya"

"Apanya? Lo kan penggila coklat, ini banyak lo selai coklatnya Mi"

"Makasih Zil, tapi masalahnya gue gak mau makan cinta Sam yang tulus buat lo, lo aja ya yang makan"

Aku mendengus mendengar ucapannya, bilang saja dia tidak selera melihatnya. Dan mau tak mau aku yang harus menghabiskan sarapan yang penuh gula ini.

Selesai menikmati roti selai karya Sam, aku dan Mia menuju tempat yang Mia maksud. Untuk tiba di tempat itu kami harus melalui medan yang cukup licin dan sedikit di penuhi oleh berbatuan yang berlumut. Setelah berjalan cukup jauh, kami sudah bisa mendengar suara gemercik air, senyum ku mengembang menikmati semua ini. Sangat jauh berbeda dengan hingar bingar kota yang selama ini aku dengar.

Mia yang berjalan di depan ku mendadak berhenti dan berbalik menatap ku.

"Kenapa?" Tanya ku bingung.

"Jalannya licin, sini tangan lo Zil, gue gandeng" Ucapnya sembari mengulurkan tangannya.

"Gak usah, gue bisa"

"Bawel banget sih" Mia langsung saja menggamit tangan ku dan akhirnya kami berjalan bersama, beberapa kali aku hampir terjatuh karena kurang berhati-hati, untung saja ada Mia yang selalu menjaga ku.

"Woahhh" Takjub ku ketika melihat sungai yang sebenarnya tidak begitu luas, namun airnya sangat jernih dengan bebatuan yang tidak besar, aliran sungai ini juga memiliki arus yang tidak deras. Bahkan jika menyeberangi sungai tanpa melewati jembatan juga bisa, karena sungai ini tidak dalam.

Aku memilih duduk di salah satu batu sembari mengedarkan pandangan ku ke sekitar. Ku lepas sepatu supaya aku bisa merendam kaki ku. Rasanya begitu tenang, seolah aku bisa melepaskan pikiran dan masalah ku sejenak. Selain airnya yang jernih, sekitaran tepi sungai ini juga dipenuhi pohon bunga Angel trumpet,  atau bunga lonceng yang berwarna-warni, berada di tempat ini seolah berada di negeri dongeng karena keindahannya.

Cekrek

Ku alihkan pandangan ku ke arah Mia, dia hanya tersenyum senang setelah melihat hasil jepretannya.

"Cantik banget"

"Kaya lagi galau Mia! Lo kalau mau foto gue, berkabar dong"

"Hahahha"

"Eh, mau kemana?" Tanya ku bingung ketika Mia tiba-tiba saja berjalan masuk ke sungai, memang tidak dalam, hanya sebatas mata kaki saja, tapi tetap saja, itu bahaya, bagaimana jika ada serangga air atau mungkin benda-benda berbahaya seperti duri, bukankan itu membahayakan keselamatannya.

"Gue gak lama lo ada di sini, cepetan lo pose, biar gue foto"

"Hahahha.. Oke-oke"

Kami banyak menghabiskan waktu bersama di tempat ini, saling mengambil gambar satu sama lain, dan tentunya gambar ketika kami sedang berdua. Selain itu ada satu hal yang selalu kami lakukan yaitu tertawa, tidak tahu selera humor kami yang rendah atau mungkin apa yang kami bahas memang lucu, terkadang bersama Mia membuatku sulit mengontrol intensitas tertawa ku.

"Gue mau simpen yang ini boleh?" Tanya ku setelah mengambil tiga lembar foto yang ku anggap bagus.

"Boleh, ada yang foto gue gak?"

"Adalah"

"Huh... Syukurlah"

"Kenapa gitu"

"Supaya calon menantu gue bisa lihat betapa unyunya ibu mertuanya waktu muda, hahahha"

"Demam anak gue liat ekspresi lo"

"Eh Zil" Tanya Mia yang tiba-tiba serius sembari melihat foto ku.

"Apa?"

"Kok kaya ada orang ya?"

"Gak usah nakut-nakutin Mia, ih... Nyebelin"

"Liat deh"

Aku melihat foto yang ditunjukkan Mia, benar saja sekilas seperti ada seseorang yang menggunakan topi hitam dan jaket hitam bersembunyi dibalik semak tepat di belakang ku. Aku menoleh ke arah belakang, ku perhatikan semak itu namun tidak ada siapa - siapa.

"Balik aja ya"

Aku hanya mengangguk dan menggamit tangan Mia, sejujurnya aku sangat takut.

"Kita buang aja fotonya,"

"Jangan"

"Kenapa?"

"Aku simpen aja,"

"Tapi Zil"

"Aku simpen ya" Ucap ku kemudian mengambil foto misterius tadi.

Sekarang sudah jam empat sore, dan kami sudah kembali ke tenda. Sedari tadi, aku mengamati foto itu, foto yang sempat akan dibuang oleh Mia, namun tiba-tiba saja Nia datang dan melemparkan sebuah peta ke arah pangkuan ku.

"Nih.... Lo cek wilayah ini buat kegiatan besok"  Aku melihatnya sekilas kemudian membaca peta itu dengan seksama, mudah bagiku untuk memahami rute ini, sebab semasa sekolah aku sudh aktif di kegiatan Pramuka .

"Ni, Bukannya jalur utara gak jadi kita ambil ya?" Tanyaku bingung, pasalnya kesepakatan seminggu yang lalu, jalur utara tidak jadi kami pilih untuk rute lintas alam, sebab terlalu dekat dengan hutan, dan memiliki jalan yang cukup rumit, selain itu lebih jauh dari area tenda kami. Intinya banyak hal yang harus kami pertimbangkan mengenai wilayah itu.

"Buktinya ada petanya, berarti jadi kan? Udah deh, kalau elo emang gak mau, sini biar gue aja deh... Pemalas banget si" Nia hendak merebut kertas berisi peta yang diberikan padaku tadi, dengan cepat aku bangkit dan tersenyum.

"Gak usah Ni, biar gue aja...kebetulan juga gue lagi gak ada kerjaan kok" Ucapku.

"Bagus deh, yaudah sono... Keburu magrib entar" Ucapnya.

Aku mengangguk kemudian mulai menelusuri jalan setapak sesuai pada selembar peta yang ku bawa. Awalnya aku tak curiga sedikitpun, namun lama kelamaan aku semakin merasa aneh pada tempat ini, semakin ke dalam semakin rimbun dan semakin sepi saja. Atau mungkin ini hanya sugesti ku saja, entahlah.

"Ini bener kan denah nya? Masa iya anak masih SMP harus kesini?" Gumamku.

Bukan hanya pepohonan saja yang semakin rimbun, semakin aku melangkah ke dalam hutan, jalan yang ku tapaki pun menjadi lebih sempit dari jalan awal yang aku lewati hingga ketika cuaca mulai gelap aku menemukan jalan buntu. Ternyata benar kecurigaan ku bahwa ada yang tidak beres, apakah Nia sengaja mengerjai ku, bukankah ini tidak lucu?

"Astagfirullah...." Pekik ku kaget.


***

Tinggalkan jejak ya... Terimakasih...

Pengantin Pengganti (Telah Tersedia Di PlayStore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang