39

2K 214 28
                                    

Sesuai ucapan ku kemarin, jika hari ini aku akan pergi ke acara resepsi pernikahan Siska. Masih ingat bukan? Ia dia yang sempat ku kira adalah selingkuhan Sam, ternyata mereka hanya bersahabat. Malu sekali memang.

"Be! Ambilin jam tangan aku dong!" Teriak Sam yang saat ini tengah sibuk dengan cermin nya. Baru kali ini aku percaya bahwa tidak semua lelaki itu simpel, nyatanya suamiku? Melebihi aku.

"Yang warna apa?"

"Hitam aja" Teriaknya lagi.

"Nih... Gak usah teriak-teriak kali Sam, aku tuh masih di sini, belum budeg juga" Ucapku kesal.

Siapa yang tidak kesal coba? Kami masih di dalam ruangan yang sama, sedangkan dia berbicara seolah kami berada di ruangan yang berbeda.

"Hehehe... Aku kira kamu gak di sini, makasih ya Be"

"Hmmm.... Makannya gak usah sibuk dandan, tau si mau ketemu mantan" Gumam ku.

"Aku gak pernah ya pacaran sama dia, ciee cemburu ya? Makin cantik deh, gemesin jadi pingin aniaya....hahahaha"

Mendengar ucapannya aku malah ingin menangis. Aku terharu saja memiliki suami seromantis Sam, dia gemas dengan ku malah ingin menganiaya aku, memang dia luar binasa.

"Aku romantis kan Be?"

"Iya romantis, sampe overdosis gitu kan ya? "

"Kalau buat kamu apa yang gak aku lebih - lebihin? Jangankan cinta Zil, sayang, perhatian, sama kerinduan juga aku banyakin kalau buat kamu"

"Apaan sih?" Aku memilih tidak menghiraukan ucapannya lagi, karena tak berfaedah. Ku lihat ponsel milik Sam kembali bergetar, sudah tidak berdering. Aneh, padahal semalam ponsel itu masih berdering Jika ada yang menelepon.

"Ada yang telepon tuh, aku angkat ya?"

"Gak usah".

" Kenapa? Mungkin aja penting"

"Gak penting, cuma salah sambung kayanya, aku males ngeladenin" Sam mengambil  ponselnya kemudian memasukkan nya ke dalam saku celananya.

"Tau dari mana kalau salah sambung?"

"Berangkat sekarang aja ya, biar nanti bisa mampir makan bakso, katanya kamu pingin makan bakso?"

"Emm... Yaudah" Aku memilih mengalah saja, sebab aku sedang sangat malas jika harus berdebat panjang lebar dengan Sam.

Akhirnya kami berdua berangkat ke acara resepsi pernikahan Siska. Sesampainya di sana, kami langsung saja menemui Siska, sebab aku tidak ingin berlama-lama di sini, aku masih sedikit kesal dengan wanita itu. Walaupun hanya bercanda atau apalah, tetap saja aku kesal. Berusaha melupakan? Ini juga sedang berusaha, tetapi mau bagaimana lagi? jika kenyataannya aku masih sedikit kesal.

"Hi... Sam! Datang juga? Aku kira gak datang" Ucap Siska sembari memeluk Sam.

Sudah menjadi istri orang seharusnya tidak seperti itu kan? Terlebih ada aku yang berstatus sebagai istri Sam di sini.

"Iya... Tapi gak bisa lama-lama ya, mau pergi lagi soalnya"

"Kemana?"

Sudahlah, anggap saja aku angin. Menyesal sudah ikut ke acara reuni mantan. Bohong sekali jika di antara mereka tidak ada apa-apa. Terlihat jelas dari tatapan wanita itu dan caranya memperlakukan Sam. Apa suaminya tidak cemburu ya?

"Cari idam-idamannya istri," Ucap Sam sembari menggandeng tanganku. Mungkin dia sudah paham dengan raut wajah ku yang sedikit bosan, lebih tepatnya panas hati panas jiwa.

"Ooo, iya-iya...kamu apa kabar Zil?" Tanya Siska padaku. Baru sadar ada aku? Ingin rasanya aku berkata seperti itu. Tetapi sudahlah lupakan.

"Iya baik, selamat ya mbak"

"Eh.. Panggil Siska aja, samain kaya si Sam"

"Oh... Iya.. Selamat ya Sis... Semoga kamu dan suami diberi rumah tangga yang sakinah dan semoga segera di beri momongan"

"Amin.... Kamu juga ya, sehat selalu" Aku hanya tersenyum kemudian ikut menyalami pengantin pria.

"Oia Sam, tante mana?" Tanya Siska tiba-tiba.

"Keluar kota, titip salam katanya, semoga kamu bahagia"

"Yah.... Tapi gak papa sih, salam balik ke tante ya, makasih doanya, ditunggu hadiahnya... Hehehe"

Aku merasa bahwa Siska dan mami memang sudah sangat dekat. Terlihat dari guratan kekecewaan yang tulus di wajahnya.

"Udah dulu ya Sis... Mau cari minum gue, haus" Sam tersenyum pada Siska.

Melihatnya membuatku panas saja, padahal ruangan ini ber-AC, dasar suami genit. Ah kenapa aku jadi posesif sekali. Padahal tersenyum itu hal yang wajar bukan?

"Elo sih, yang ada makan dulu baru salaman, ini salaman baru makan"

"Hahaha... Gak papa, biar gue beda dari pada yang lain, spesial buat elo lah"

"Yeee"

Spesial buat elo? sudah lupakan saja kehadiran ku Sam. Aku benar-benar menyesal sudah ikut, rasanya ingin cepat-cepat pulang.

"Mau makan apa Be? Biar aku yang ambilin, kamu duduk aja"

"Pulang aja"

"Aku haus Be"

"Yaudah kamu minum aja dulu, aku duduk di sini"

"Oke, kamu tunggu di sini ya, aku ambil minum bentar"

Aku mengangguk, kemudian Sam meninggalkan ku. Walaupun aku tidak ikut bersama Sam, namun aku tetap mengawasinya dari sini. Aku mengernyit ketika Sam seperti mengangkat telepon, tiba-tiba saja Sam menatap ke arah ku, dengan segera aku memalingkan wajah ku. Sebenarnya aku masih penasaran, siapa yang beberapa hari ini selalu menelepon Sam.

"Buah Be aku tau kamu suka buah"
Sam memberiku sepiring kecil berisi potongan buah.

"Kok lama?"

"Iya, ketemu temen tadi,"

"Siapa?"

"Makan aja dulu, nanti kita cari bakso yang kamu mau, kalau kelamaan entar tutup"

Aku segera memakan buah-buahan ini, dengan perasaan yang bercampur aduk, jelas sekali jika Sam tadi menerima telepon dari nomor tidak dikenal itu, dan bukan bertemu dengan temannya. Masa iya penglihatan ku salah?

Sekilas ku lirik Sam yang saat ini sedang sibuk dengan ponselnya, mungkin masalah perkerjaan atau jangan-jangan itu ada kaitannya dengan panggilan dari nomor yang tidak dikenal itu.

"Kamu sibuk ya?" Tanyaku.

"Hmm"

"Oia Sam, besok aku mau cek kandungan ya" Ucapku. Sebab aku sampai sekarang masih merasa khawatir dengan kandungan ku, dimana perutku pernah terasa sakit sekali. Dan aku tidak tahu apa penyebabnya. Lebih baik aku periksakan bukan? Dari pada aku yang menjadi khawatir sendiri.

"Aku besok ada rapat Zil, lain kali aja ya... Kalau aku gak sibuk" Ucap Sam tanpa menatapku, karena objeknya saat ini ya  ponselnya.

"Aku sama Deza aja"

"Gak usah, bareng aku aja ya, lusa gimana?"

"Kamu bisa gak sih, kalau aku lagi ngomong  liat aku! Sesibuk apa sih kamu?" Rasanya aku sudah sangat kesal saat ini, kamu merasa dihargai saat berbicara jika lawan bicara mu melihat mu bukan? Ternyata memang benar diacuhkan saat berbicara itu tidak enak, pantas saja saat itu Sam sampai merusak ponsel ku.

"Maaf Be, kamu tadi ngomong apa? Aku lupa" Ucapnya sembari meletakkan ponselnya.

"Ck... Aku bilang aku mau cek kandungan, tapi kamu gak kasih"

"Oh.. Iya... Masalahnya aku juga mau liat perkembangan anak aku Zil, lusa aja ya,"

"Terserah kamu lah" Aku sedikit melirik layar ponsel Sam yang menyala, mungkin ada pesan masuk.

Tak lama sebuah panggilan dari nomor itu masuk, namun Sam tidak menghiraukan nya, dia tetap sibuk bercerita dengan ku. Mungkin nomor itu sudah sekitar dua kali menelepon saat ini, ingat saat ini, bukan yang tadi ataupun kemarin. Aku bertekat jika nomor itu menelepon untuk ketiga kalinya, maka aku yang akan mengangkat nya. Benar saja nomor itu kembali menghubungi Sam.

"Siapa sih? Aku angkat ya" Ucapku kesal sembari mengambil ponsel Sam. Sayang Sam malah menahan tangan ku.

"Gak usah.. Biarin aja!" Ucapnya.

"Aku keganggu, sedikit-sedikit nelepon, siapa sih sebenarnya? Masa iya nomor salah sambung dari kemaren teleponin terus"

"Kamu kenapa sih Zil? Kayanya curigaan banget sama aku, yaudah kalau ganggu aku matiin aja, udah kan ?" Sam kemudian menonaktifkan ponselnya. Tetapi rasa penasaran ku tetap saja aktif.

"Aku udah lama gak denger kabar Wizly" Ucapku sembari menghabiskan buah yang Sam berikan kepadaku.

"Kamu nuduh aku ada hubungan sama Wizly?"

Aku langsung saja menatap Sam bingung, aku kan hanya bercerita, kenapa jatuhnya jadi menuduh.

"Aku cuma cerita"

"Aku paham kamu kaya gimana, aku gak tau lagi harus apa, tapi emang kamu itu kayanya curigaan banget ya sama aku "

"Kamu kenapa sih Sam? "

"Yang harusnya tanya itu aku lo Zil"

"Pulang ajalah, gak enak sama orang-orang" Aku bangkit kemudian langsung meninggalkannya. Terserah intinya aku kesal dengan ucapannya.

Jika ditanya aku curiga, Iya aku curiga. Istri mana yang tidak curiga jika berada di posisi yang sama dengan ku. Tetapi masalahnya, aku tidak menuduh si penelepon itu Wizly. Lagi pula aku hafal betul nomor ponsel Wizly,  jadi aku bukan menuduhnya aku hanya bercerita tentang apa yang sedang membuatku khawatir. Bagaimana pun dia kan suamiku. Dan Wizly juga saudari ku.

Di sepanjang perjalanan pulang aku hanya menatap ke arah luar jendela. Tidak ada obrolan dan tidak ada candaan. Kami berdua masih sibuk dengan pemikiran sendiri.

"Makan baksonya besok aja ya, selesai cek kandungan,"

Mendengar itu aku langsung saja menatap Sam, aku berusaha mencari kebohongan dari ucapannya. Namun raut wajahnya mengatakan jika itu serius.

"Kenapa?"

"Aku ada urusan sebentar,"

"Kemana?"

"Kantor"

"ini kan udah malem, bisa besok Sam"

"Penting Zil"

"Yaudah aku ikut"

"Kamu di rumah aja, aku pulang kok, gak lama "

"Aku ikut pokoknya"

"KALAU AKU BILANG DI RUMAH AJA YA DIRUMAH, KAMU NGEYEL BANGET SIH?"

Aku tersentak kaget saat Sam membentak ku. Sekuat tenaga aku menahan air mataku, aku mohon jangan menangis. Ini hanya masalah sepele.

"Gak usah bentak bisa kan ya?" Gumam ku.

"Maaf Be... Aku bener-bener lagi pusing" Ucapnya kemudian.

"Yaudah... Udah sampe, kamu pergi aja, Ati-ati" Aku lantas turun dari mobil dan segera masuk ke dalam rumah.

Aku masuk rumah dengan tergesa-gesa, aku ingin menangis di dalam kamar. Rasanya sangat sedih. Benar kata kebanyakan orang, jika wanita hamil perasaannya begitu sensitif. Dan aku merasa aku sedang berada di fase yang seperti itu.

"Suami lo mana kak?" Tanya Deza yang sedang menonton televisi.

"Minggat"

"Cieeeeee.....Lagi perang ya? HAHAHAHAHHA"

Aku mengabaikan teriakan bocah gila itu. Bagaimana tidak gila, kakaknya sedang sedih seperti ini, dia masih tega tertawa sebesar itu. Mampu sekali dia?


***

Pengantin Pengganti (Telah Tersedia Di PlayStore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang