28

3.2K 176 13
                                    

Pagi ini aku pulang ke rumah. Sebenarnya aku masih rindu ibu, tetapi bagaimana lagi, Sam masih memiliki banyak urusan. Jadi mau tidak mau aku juga harus ikut pulang.

"Widihhh... Gede banget kak rumah lo" Deza berputar putar saat kami telah tiba.

"Biasa aja kali ah...."

"Bisa gak mau balik gue, kak gue pindah sekolah aja ya.. Ya... Ya... Boleh ya"

"Heh.... Apaan si, Za bukannya gue gak mau sekolahin elo, kalau elo di sini, terus ayah, ibu sama siapa?"

"Tapikan gue pengen deket sama elo si kak, boleh ya... Please.... "

"Entar gue omongin ke Sam, ayah sama ibu"

"Yah... Kok gitu"

"Ya emang harus gitu, udah ah... Mau ngamar gue, capek"

"Kamar gue yang mana...?"

"Mana gue tau..."

Aku segera meninggalkan Deza ke kamar, ya anak itu menagih janji ku saat itu, sehingga saat ini dia ikut bersamaku. Kebetulan juga dia sedang libur sekolah.

"Zil.... Kok kamu tega si, ngebiarin si Deza terlantar gitu diruang tamu" Sam masuk kemudian duduk di sampingku.

"Udah besar juga kan?"

"Ya tapi gak gitu... "

"iya-iya maaf... Emm Sam aku boleh tanya"

"Apa?"

"Kamu seriusan kan gak ciuman sama Siska? " Tanyaku ragu.

Sam tersenyum ke arah ku "sumpah enggak, kamu gak percaya?"

"Sedikit"

"Aku cuma sayang sama kamu Zil... Gak ada yang lain"

"Tapi waktu itu kamu suruh aku buat selingkuh"

"Kan lagi emosi.....oia Kamu beneran mau cerai dari aku Zil? "

"Iya... Kenapa?" Tanyaku kesal. Padahal sejujurnya aku tidak mau berpisah dengannya. Bagaimanapun juga saat ini aku sudah bisa mencintai Sam lagi, atau mungkin sebenarnya masih, entahlah.

"Gak bisa"

"Kok gak bisa?"

"Kalau sekarang gak bisa, kan kamu lagi hamil, tapi setelah melahirkan si kayanya bisa-bisa aja "

" Ooo.... Jadi Kamu mau ya pisah sama aku? iya? Ayo ngaku Sam? Diem-diem Kamu nyakitin ya Sam.... Benci aku"

"Hahahaha.... Ciee... Yang gak mau jadi janda... Hahahah" Sam mencubit gemas pipiku.

"Iyalah... Wanita mana yang siap dan mau jadi janda, gak ada yang mau Sam... Bahkan ketika maut sekalipun yang pisahkan, tetap aja gak ikhlas"

"Aku janji gak akan ninggalin kamu Be... Kita bakalan sama-sama sampai maut yang pisahkan kita, aku cuma berdoa supaya di surga nanti aku bisa ketemu kamu"

"Emang kamu yakin kamu bakalan masuk surga Sam? secara kamu kan sering jahat ke aku"

Sam menatap ku kesal "Gak bisa sedih sedikit apa? Aku udah romantis ini lo Zil.... "

"Hehehe.. Iya... Iya..... Gitu aja sewot" Aku langsung memeluk Sam yang saat ini sudah duduk di samping ku.

"Semoga doa kamu dikabulkan ya Sam. Kelak kita semua masuk surga sama-sama, aku mau kamu jadi imam yang baik buat aku dan anak-anak kita kelak"

"Amin. Aku bakalan akan terus belajar, Satu yang aku minta dari kamu"

"Apa itu?"

“Tetap jadi makmum ku Zil..... Aku cuma mau kamu" Kulihat Sam meneteskan air matanya.

"Ih... Kok kamu nangis sih? Aku aja gak nangis" Aku menghapus air matanya, dia malah memelukku erat.

"Kamu kenapa?"

"Maafin aku "

"Aku udah maafin kamu "

"Tapi aku sering nyakitin kamu Zil, bahkan disaat kamu lagi kaya gini aku tega nyakitin kamu demi ego ku"

"Udahlah Sam.. Yang berlalu biarlah jadi masa lalu, yang penting sekarang itu gimana ke depannya, oke? Udalah jangan nangis lagi, yang harusnya nangis itu aku bukan kamu, ih kan sebel"

"Lebih sebel aku Zil"

"Kenapa?"

"Iya sekarang kamu bisa ngomong, masa lalu biarlah berlalu, tapi lima menit kemudian, kamu pasti tanya, Sam kenapa sih kamu dulu nikahi aku? Kenapa aku harus ada diposisi ini? Semuanya salah kamu! Aku benci kamu!" Ucapnya sembari menirukan gaya bahasa ku. Dan itu sangat membuatku kesal.

"Bisa gak sih Sam, kamu buat aku kelihatan dewasa?"

Sam hanya tersenyum ke arah ku kemudian mencium pipiku.

"Makasih banyak Zil.... "

"Untuk?"

"Segala kesempatan yang kamu percayakan ke aku... " Seketika perasaan kesal ku bisa hilang begitu saja. Aku tidak mengerti di sini perkataan Sam yang ajaib atau hati ku yang terlalu receh.

"Za... Lo yakin mau pindah sekolah di sini?" Tanya Sam di sela-sela makan malam kami.

"Iya dong bang, boleh ya?"

"Boleh, besok biar gue carikan sekolah yang bagus sama urus kepindahan lo dari sekolah yang lama"

Aku menatap Sam kaget, apa katanya? Apa aku tak salah dengar? Kenapa dia memutuskan masalah ini secara sepihak? Tanpa aku, ayah atau ibu?

"YEYYY! makasih abang ipar... "

"Gak! Deza tetap balik kampung" Ucapku yakin sedangkan Deza hanya menatapku sedih.

"Loh kenapa?" Tanya Sam.

"Ayah sama ibu nanti gak ada yang jaga Sam,"

"Aku udah bilang ke ayah sama ibu, mereka juga ngizinin"

"Sam! Kenapa kamu seenaknya gitu sih? Deza kan adek aku "

"Adik mu juga adik ku sekarang Zil,"

"Tapi gak gitu juga, intinya aku gak setuju" Aku langsung meninggalkan mereka.

Aku bukannya tidak ingin dekat dengan Deza, aku hanya mengkhawatirkan ayah dan ibuku, aku sudah menikah dan ikut suamiku, Wizly sibuk dengan pekerjaannya di Bandung dan Deza malah mau ikut pindah bersama ku, lantas siapa yang akan menjaga ayah dan ibu.

Aku duduk di tepi kolam renang sembari merendam kaki ku dalam air, berusaha mencari ketenangan di dalamnya.

"Kamu kenapa marah Be?"

"Aku khawatir sama ibu Sam, kalau Deza ikut kita, terus ibu, ayah sama siapa?"

"Tapi kamu juga harus jaga perasaan Deza, apa kamu gak liat senangnya dia saat aku bilang aku bakalan sekolahin dia di sini? Dan apa kamu gak nyadar sedih nya dia saat kamu marah tadi? Zil, lambat laun juga Deza bakal kuliah, gak selamanya dia sama ayah dan ibu terus, keputusannya kita tetap sekolahkan Deza di sini. Urusan ibu sama ayah, kita bisa dua minggu sekali ke sana, gimana?"

Aku masih tak ingin menjawab ucapan Sam, walau sebenarnya apa yang diucapkan Sam ada benar nya juga.

"Ibu mau Deza jagain kamu saat aku kerja, apalagi kamu lagi hamil,"

"Seriusan ibu yang mau?" Aku menatap Sam kulihat dia mengangguk dan tersenyum padaku.

"Boleh ya?"

"Terserah kamu, kan uang kamu juga" Ucapku kemudian aku beranjak dari duduk ku.

"Uang suami kan uang istri "

"Sukur deh sadar, oia Deza mana? "

"Lagi galau tu di kamarnya"

Aku segera bergegas ke kamar nya, kulihat dia sedang mengemasi pakaian nya sembari menangis, seketika aku jadi merasa bersalah melihatnya, aku tidak pernah melihatnya seperti ini, dengan cepat aku langsung menemuinya.

"Mau kemana?" Tanyaku.

"Pulang"

"Katanya mau liburan di sini?"

"Buat apa kalau gue dianggap asing, gue adek lo bukan si kak? Enggak kak Wizly, enggak elo selalu aja nganggep gue pembawa beban atau bahkan gak dianggap sekalian"

"Elo adek gue Za, udah deh jangan kaya gini" Aku kembali memasukkan bajunya ke dalam lemari pakaian nya.

"Buat apa sih kak? Tadi elo seolah gak suka sama kehadiran gue, sekarang elo malah pingin gue buat tinggal? Gue mau pulang aja kak "

"Lo gak mau jagain gue? Lo gak mau nemenin gue Za? Lo sekolah di sini aja. Maaf gue tadi emosi, lo boleh kok pindah sekolah, tapi maafin gue ya"

"Kakak serius?"

"Iya... Maafin gue ya?"

"Makasih kakkkk" Deza langsung memelukku.

Aku sangat menyayangi Deza, ya walaupun kami tidak pernah akur. Walaupun begitu, aku tetap menyayanginya. Karena bagiku, rasa sayang itu tidak harus ditunjukkan dengan kata-kata ataupun perbuatan romantis.  Tidak akur juga bukan berarti benci, karena terkadang di situlah tempat kerinduan berasal. Ada yang bilang kalau jauh rindu, dikala dekat malah berdebat. Ya, mungkin kami bisa digambarkan seperti itu.

***

Pengantin Pengganti (Telah Tersedia Di PlayStore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang