***
Selepas senja yang menyepi pada malam,
Ada rindu yang semakin tak mampu
Ku sembunyikan.
☆MUHAMMAD ANAZ ALFARIZQI☆
***Semenjak pertemuannya dengan Azna tadi pagi, Anaz dibuat heran dengan tingkah Azna yang kerap kali berubah-ubah.
Baru pertama kali kenalan dengan Azna, Anaz sudah terkikik geli dibuatnya.
Akh ..., iya, ia ingat betul perkenalan awalnya dengan gadis yang kata orang bar-bar itu.
#flashback_on
****
Setelah meminum teh hangat buatannya, Azna hanya diam tak berkutik, sepertinya melamun."Kenapa?" tanya Anaz yang mengangetkan gadis di depannya.
"Gak papa."
Anaz mengangguk paham, ia melirik teh hangat yang masih setengah gelas di atas nakas. Sungguh tenggorokan Anaz butuh air yang menyegarkan.
"Nggak mau habisin?" tanya Anaz menunjuk teh hangat dengan dagu, sementara tangannya masih tersemat di dalam kantong celana abu-abu kebanggaan.
Azna menggeleng lemah sebagai jawaban, ia sedang meresapi rasa teh hangat yang manis tapi justru membuatnya ingin muntah.
Anaz mengambil gelas berisi teh hangat yang tinggal setengah gelas, tanpa ba bi bu, Anaz meneguk habis sisa minuman dari gadis yang menunduk lesu.
Azna melototkan mata kala melihat Anaz meneguk habis minuman sisanya, catat'minuman sisa'.
"Eh, kok dihabisin? itukan bekas gue! Gila kali ya ... itu bekas bibir gue! Kok lo mau sih?!" Pertanyaan Azna yang mirip pernyataan.
"Kenapa? Dari pada mubazir dibuang mending gue minum."
Azna mengigit bibir bawahnya kecil. "Kan bekas gue," ucapnya lirih, hampir tidak bisa Anaz dengar.
"Gapapa kali. Emang ngaruh ya kalo ini bekas bibir lo terus gue teguk," jelas Anaz.
"Kali aja lo jijik," cicit Azna.
Anaz tertawa, ia kaget mendengar jawaban yang terlontar dari gadis di depan.
"Jijik? Emang gue harus jijik di mana? Gelas itu juga bekas orang sebelum digunain buat minum lo. Bisa jadi bekas guru, atau malah satpam," jawab Anaz enteng.
"Tapikan beda ceritanya! Kalo bekas guru yang lo maksud kan seenggaknya itu gelas udah dicuci, lah ... emang tadi udah dicuci dari bekas mulut gue?" elak Azna.
"Gapapa, buktinya gue nggak mati," jawab Anaz, tanpa ingin melanjutan perdebatan.
"Terserah lo deh," ucap Azna yang menyerah dengan perselisihan antara dirinya dan cowok di samping.
"Lo udah baikan?" tanya Anaz mencairkan kembali suasana yang tadinya saling diam.
"Belum, masa baru aja bangun langsung baikan sih! Emang semanjur itu ya ... teh buatan lo," cerocosnya sebal, entah mood Azna sedang memburuk.
"Baru sadar udah ngomel-ngomel. Bisa ya? katanya belum sembuh tapi ngomongnya cepet. 20 kata maybe, dalam waktu 5 detik," ringis Anaz di akhir kalimat.
Azna memanyunkan bibirnya."Terserah deh, dasar cowok nyebelin," sungutnya.
"Udah ditolongin malah jutek," jawab Anaz.
"Iya, iya, makasih eumm ... Muhammad Anaz Alfarizqi," ucap Azna melirik name tag yang terletak di dada kanan laki-laki di sampingnya.
Azna mengadahkan kepalanya.
"Lo perhatiin gue ya? Kok lo terus sih yang nolongin gue," ucapnya menatap nyalang ke arah Anaz. Gadis itu baru menyadari ternyata yang menolongnya dari pingsan adalah orang yang sama saat ia ada di masjid.

KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Fine (END)
Teen FictionShakira Azna Mutiara gadis ceroboh, heboh, cerewet, lebay, ceria, ralat, ceria hanya untuk menutupi kesedihannya. Pintar merupakan sebuah kelebihan bagi dirinya. Mungkin ia tidak senang dengan kepintaran yang ia miliki, bukan mungkin itu memang pas...