Bab 14

1.2K 53 2
                                    

***
Satu kebohongan kecil akan menjadi kebohongan besar,
Kebohongan besar akan terus mengejar, dan akan tersebar, jika engkau tidak dapat menutupinya dengan benar
-Syakila-

***

Azna berlari kecil menuju kamar, ia sudah berderaian air mata. Bu Asih yang melihat gadisnya hanya mampu merasa perihatin, dan berharap masalah yang menimpa anak gadisnya segera selesai. Selesai dengan baik.

Sementara itu, Syakila keluar dari rumah Azna dengan menenteng tas, ia menangis, tak pernah menyangka selama ini sahabatnya sendiri memiliki masalah besar, yang sama sekali tidak diketahui dirinya.

"Gue kecewa sama lo, Na," ujarnya.

"Gue kecewa sama diri gue sendiri!" Teriakan Syakila melengking. Ia melangkah terseok-seok.

Syakila menaiki angkot, ia masih menangis. Beberapa kali ia mengusap air matanya yang jatuh, tapi tetap saja keluar. Ia marah pada dirinya sendiri. Ia merasa dirinya tak berguna sama sekali.

*****

Angin bertiup membuat gadis yang berdiri di trotoar jilbabnya melayang-layang seolah menari. Namun, hatinya tak seperti jilbabnya yang menggambarkan kecerian, gadis itu justru menundukkan pandangan seraya mengusap air mata yang keluar secara tiba-tiba tanpa diminta.

Gadis tersebut menghentikan angkot, ia menaikinya lalu memilih tempat duduk di samping jendela yang terbuka lebar, membiarkan jilbabnya kembali tertiup angin.

"Aduh, Neng kenapa nangis? putus cinta ya? dari kemarin kok dapet penumpang gadis naik angkot saya sambil nangis," ujar Mang angkot, Azna hanya tersenyum menanggapinya.

Tunggu?
Kemarin?

Ingatan Azna berputar pada hari kemarin, dimana ia bertengkar dengan Syakila, apa gadis yang dimaksud itu Syakila? Akh, tidak mungkin dia, untuk apa Syakila menangisi sahabat ini yang tak mau jujur kepadanya.

Kalau itu memang Syakila, mengapa ia menangis. Harus bersikap seperti apa Azna nanti di sekolah saat bersama Syakila. Akan kah Syakila marah hingga sekarang.

"Neng, udah nyampe nih. Nggak mau turun?" tanya Mang angkot lewat kaca spion tengah.

Azna tersadar dari lamunannya. "Akh, iya." Ia turun dari angkot, lalu memberi uang dengan jumlah yang pas.

Angkot jalan menyisakan Azna dengan beberapa  murid yang berlalu lalang masuk ke sekolah. Tidak mau buang waktu dengan memandangi angkot yang sudah pergi, Azna melangkahkan kaki menuju kelasnya.

"Assalamualaikum," salam Azna yang langsung dijawab oleh seluruh kelas.

Azna melihat bangkunya dari pintu, Syakila sudah duduk di bangku sebelah Azna. Tatapan mereka bertemu, hanya sesaat. Karena Syakila membuang muka. Dapat Azna lihat, kantung mata Syakila menghitam, apa ia tidak bisa tidur semalam.

Azna melangkah dengan perasaan kacau, ia direndung dengan berbagai fikiran yang tidak-tidak.

Azna mendudukan dirinya tepat di samping Syakila, agak sedikit canggung dari biasanya atau sangat canggung karena Zaki yang duduk tepat di belakang bangku Azna menyadari hal itu.

I'm Fine (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang