***
Akan ada saatnya,
Dimana aku yang ceria,
terbaring lemah tak berdaya.
-Azna-
***Panik, satu kata yang menggambarkan Anaz saat ini. Ia sangat panik saat gadis yang berjalan dengan ceria di depannya tiba-tiba sempoyongan, lalu ambruk dalam hitungan detik.
Anaz membawa gadis itu pergi dari para siswa yang penasaran dengan apa yang terjadi, meninggalkan kedua teman karibnya yang terus bertanya pada Anaz, padahal dirinya pun tidak mengetahui.
"Azna kenapa?" Pertanyaan itu ada saat tepat Anaz menaruh Azna dalam brankar yang sudah di sediakan sekolah.
"Pingsan," jawab Anaz.
Satu jawaban yang menjadi sejuta pertanyaan untuk gadis yang berdiri dengan air mata yang terus merembes. Ia adalah Syakila.
Saat Syakila memutuskan untuk ke kelas bersama Azura tidak sengaja di jalan ia bertubrukan dengan Anaz yang sedang membopong tubuh Azna, terlihat dengan jelas Anaz menggambarkan raut wajah kekhawatiran bagi Azna. Membuat Syakila mencemaskan gadis pingsan ini, apalagi saat ia sudah mengetahui apa yang diderita oleh sahabatnya.
"Ini kenapa hidungnya keluar darah?" tanya Syakila kembali.
"Mana gue tahu. Harusnya lo yang lebih tahu," ungkap Anaz.
Perkataan Anaz menyentuh hati Syakila, apa yang diucapkan cowok ini benar, harusnya ia sebagai sahabat lebih tahu, bukan malah bertanya pada seorang cowok yang jelas-jelas baru pertama kali ia lihat dengan Azna.
Untuk kedua kalinya Anaz melihat darah segar keluar dari hidung ini, untuk kedua kalinya ia melihat gadis ini terbaring lemah tak berdaya.
Anaz menghela nafas. "Gue mau sholat dulu. Jagain dia."
Anaz keluar dari ruang UKS, menutup pintu rapat-rapat. Meninggalkan ketiga gadis di dalam ruangan. Ia mendapati temannya Arshaq dan Denis duduk sambil mengobrol di depan ruangan ini.
Mereka bertiga berjalan menuju masjid yang letaknya tidak jauh dari ruang guru.
"Doain Azna, jangan lupa!" perintah Anaz. Ia sangat khawatir pada gadis itu.
"Sip, tenang bos. Kayaknya bos khawatir bener nih," kelakar Denis, selama setahun jadi teman Anaz baru kali ini Denis mendapati Anaz khawatir terhadap cewek sebaya.
"Hahaha, gue aja baru liat lo deket sama cewek kemarin. Udah gerak aja lo, mau nikah muda ya?" Candaan Arshaq sama sekali tak ditanggapi, Anaz merasa separuh hidupnya hilang.
******
Seperti biasa, hampir tiga jam lebih Azna belum juga sadarkan diri. Syakila senantiasa ada di sisi Azna, tidak pernah pergi sekalipun.
Syakila mulai cemas, ia mondar-mandir di ruangan. Bahkan kini kembali menangisi gadis yang terkulai lemas.
***
Gue, pernah putus asa.
Saat dimana gue mengetahui apa yang gue derita.
Nggak terima, sama sekali nggak terima.
Bahkan gue sempat berfikir 'kenapa harus gue yang punya penyakitnya?' Tapi apalah daya, memang sudah menjadi kuasa Allah ta'ala.Yang patut gue lakukan sekarang adalah usaha, menutupinya, dan berdoa agar segera di angkat penyakitnya.
Kanker otak, entah sampai kapan gue ada di dunia ini dengan menderita penyakit tersebut. Entah bagaimana gue dapat menjalani hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Fine (END)
Teen FictionShakira Azna Mutiara gadis ceroboh, heboh, cerewet, lebay, ceria, ralat, ceria hanya untuk menutupi kesedihannya. Pintar merupakan sebuah kelebihan bagi dirinya. Mungkin ia tidak senang dengan kepintaran yang ia miliki, bukan mungkin itu memang pas...