Bab 23

1.1K 58 0
                                    

Izinkan aku masuk kedalam kehidupanmu,
Biarkan aku mengetahui segalanya tentangmu.
Salahkah aku jika mencampuri hidupmu?

♡Anaz♡

*****

"Maaf cari siapa? Sudah ada janji dengan Nyonya sama Tuan?" tanya tukang kebun.

Azna memakluminya, mungkin wajar saja ia tidak tahu bahwa yang ada di depan ia sekarang adalah putri satu-satunya keluarga ini.

"Akh, saya cari Bunda Kirana, hmm belum sih." Azna meringis.

"Nyonya lagi pergi. Maaf, kalau boleh tahu Non ini siapa ya?" tanya mang kebun, kepo.

"Saya anaknya keluarga ini," jawab Azna sambil menunjuk rumah mewah di depannya.

"Non bencanda ya? Setahu saya Nyonya nggak punya anak," ungkap mang kebun.

Azna membulatkan matanya sempurna. "Ma-maksudnya gimana? Kok nggak punya anak?"

"Jadi gini Non, waktu saya pertama kerja di sini Tuan jelasin rumah ini juga penghuninya, terus pas saya tanya 'udah punya anak atau belum' beliau jawab 'nggak punya anak'."

Penjelasan mang kebun membuat Azna tertegun, bagaimana tidak. Orang tuanya mungkin sekarang sudah mencoreng namanya dari kartu keluarga.

Azna menjatuhkan bunga di tangannya, ia menatap mang kebun dengan perasaan kalut.

Pandangannya merabun, mana kala cairan di mata akan jatuh dalam hitungan detik.

Setetes bening jatuh dari mata Azna, menuju pipi tirus gadis tersebut. Ia kemudian memalingkan wajah, tangannya menghapus air mata yang terus berjatuhan.

Azna menatap mang kebun dengan senyuman yang sudah jelas di paksakan.

"Ya-ya sudah. Kalau begitu saya pamit Mang, oh ya, tolong kasih bunga ini nanti sama Nyonya Kirana," kata. Azna seraya mengambil satu buket bunga yang ia jatuhkan tadi di lantai.

Azna berlari meninggalkan pekarangan rumah, menutup gerbang yang menjulang tinggi. Azna terisak di balik pintu, meratapi nasibnya yang kian bertambah buruk.

Azna berjalan terseok-seok, meninggalkan rumah yang pertama kali ia tinggali dulu.

Kakinya terus melangkah tanpa henti, Azna sendiri tidak tahu kemana ia akan pergi, yang jelas pergi jauh dan tak akan menampakkan diri di rumah gedong ini.

*******

Kaki Azna melangkah, membawa dirinya menyusuri taman yang baru saja ia kunjungi hari ini, detik ini pula.

Mata Azna menatap kedepan, pandangannya tak tertuju pada jalan. Ia menghela nafas untuk kesekian kali. Memikirkan pengakuan dari salah satu pegawai di rumah Bunda tersebut.

Beruntung, ucapan itu ia dengar dari pegawai, bukan langsung dari kedua orang tuanya. Jika dari orang tua, mungkin sekarang Azna sudah memilih bunuh diri.

Lelah berjalan dengan arah tak menentu, akhirnya Azna memilih duduk di kursi panjang di samping taman, menikmati orang berlalu lalang dengan senyuman yang menghiasi wajahnya.

"Sendirian aja?"

Suara bariton terdengar, kursi kayu yang Azna duduki berbunyi, menandakan ada orang yang duduk di sampingnya.

Azna menoleh, menatap orang yang duduk di sebelahnya, wajahnya masih menampakkan kesedihan. Matanya merah, berair.

"Kenapa?" tanya pria.

I'm Fine (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang