Bab 8

1.4K 76 2
                                    

"realitas tak semanis ekspektasi"
~Shakira Azna Mutiara~

*******

Seperti biasa, sepulang sekolah pembantu kepercayaan di rumah orang tua Azna. Sekaligus sebagai Ibu pengganti bagi Azna, selalu saja menyambutnya di depan pintu masuk rumah besar ini.

"Non sudah pulang?" tanya bibi.

"Alhamdulillah bi," jawab Azna seadanya. " Ibu udah pulang bi?" tanya Azna.

"Be-" belum juga dijawab oleh sang bibi, Azna terlebih dahulu memotong.

"Belum ya?" tanya Azna pura-pura lesu. 'Iyalah, sejak kapan Bunda Azna pulang sore. Paling cepet juga jam sembilan.' Batin Azna.

"Non ganti baju gih, bibi udah siapin makanan buat non," kata bibi.

"Nggak laper bi," jawab Azna sambil melangkah pergi keluar rumah.

Percayalah, manusia mana yang betah di rumah seperti ini? Rumah tanpa kasih sayang, rumah yang Azna anggap sebagai tempat untuk singgah. Hanya singgah, bukan beristirahat.

Bolehkah kita membenci takdir? Bolehkah kita meminta tuhan agar mengakhiri penderitaan yang tak berujung ini? Dimanakah ujungnya penderitaan ini? Agar Azna dapat mengakhirinya dengan cepat. Adakah orang yang bersedia menemani Azna dan menjadi sandaran bagi Azna?.

Azna lelah, Azna lelah menangis setiap hari. Azna lelah berpura-pura bahagia. Azna lelah menjadi orang tegar padahal hatinya sudah rapuh. Azna lelah dengan penderitaan yang tiada habis.

*******

Azna keluar dari rumah menuju taman di perumahannya. cukup dekat, Hanya jalan kaki Azna pun bisa sampai tanpa membuang waktu.

Duduk merenung meresapi kenangan yang ada, kenangan dimana keluarganya bersatu, penuh kasih sayang.

Azna ingat di ayunan itu dulu dia dan kedua orang tuanya tertawa. Masih teringat jelas tawa dari mereka, menggema di telinga, terekam di pikiran, terasa di hati.

Menyedihkan memang.

Apa yang pantas Azna senangkan dari kehidupan yang entah kapan bahagia. Apa yang pantas Azna banggakan dari kehidupan yang menyedihkan.

"Kenangan indah, memang susah di lupakan," gumam Azna.

Hujan turun membasuhi bumi, turut serta membasuhi tubuh Azna yang kian meringkuk di bawah pohon rindang. Banyak orang berbondong- bondong berlari, mencari tempat untuk berteduh.

"Gue suka hujan, karena hujan gue bisa nangis sesuka hati. Tanpa orang tau kalau gue lagi menangis," ucap Azna.

Buliran air dari pelupuk mata jatuh satu persatu, ikut jatuh ke tanah bersama derasnya hujan. Sekelebet masa lalu yang indah terngiang di benaknya.

Senyuman, tawa, kasih sayang, semua terukir indah di pikiran tanpa ada beban.

Rindu, iya rindu. Rindu ini sudah kian bertambah banyak setiap harinya. Akan terus bertumpuk dan bertambah tanpa bisa tersalurkan.

"Ngapain lo disini?" tanya seseorang dengan suara baritonnya.

Azna mendongak, menatap seseorang yang berdiri tak jauh darinya. Tinggi semampai, tapi Azna tidak bisa menerka siapa orang itu. Terlalu sulit melihat disaat hujan turun dengan deras.

I'm Fine (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang