bab 9

1.2K 68 0
                                    

^^saya,^^
"Saya adalah sampah yang sekarang tepat dihadapannya...
Jangankan dipedulikan, bahkan dilihat saja tidak selera."

~Shakira Azna Mutiara~

*******

Setitik bulir jatuh membasahi pipi, tangis Azna kian tersedu-sedu. Keluarganya sudah sangat kacau, harapan bayangan akan adanya kebahagiaan setelah mengalami penderitaan seolah semu.

Sekarang Azna paham, masa lalu tak patut dikenang, karena itu sama saja artinya engkau sedang memeluk angin. Dapat merasakan semilir angin tapi tidak dapat menggapainya.

Azna melangkahkan kakinya dengan mantap melewati kedua orang tuanya yang sedang bertengkar. Buliran semakin deras, dan bertambah deras. Ia menaiki tangga menuju kamarnya.

Kedua orang tua Azna tak mempedulikan kehadirannya yang sudah parau. Menangis, mata sembab, baju basah kuyup, mengigil karena kedinginan.

Azna berdiri di balkon kamarnya. Ia mengadah, memandang langit yang luas juga cerah, andai hati Azna seluas langit mungkin akan kuat menopang berbagai kesedihan yang menimpanya.

Azna termenung, ia memikirkan rencana. kemana akan pergi? Sungguh tidak betah di rumah seperti ini.

Azna bangkit dari duduknya, mengambil handphone di tas sekolah yang tadi dilempar dengan asal hingga tergeletak mengenaskan.

Ia sudah siap jika nanti memang keduanya mengusir Azna dari rumah. Setidaknya Azna memiliki jumlah uang yang cukup besar ditabungan.

***
"Azna, kamu milih Bunda apa Ayah?" tanya Bunda Azna kala itu.

"hmm, Azna nggak mau pilih Bun. Azna sayang kalian berdua," ungkap gadis kecil yang masih dalam dekapan seorang Ibu.

"Adaikan saja sayang. Kamu mau ikut Bunda atau Ayah?" ulang Bundanya.

"Azna pilih pergi dari rumah, Azna nggak mau pilih Bun," terang Azna kembali.

Azna mendongak, menatap Bundanya yang masih membelai. "Emang ada apa Bunda tanya gitu?" Selidik Azna.

"Nggak ada." Bunda melepas pelukannya, ia melangkah pergi meninggalkan gadis yang kini tengah dilanda kebingungan akibat ucapannya.
***

Azna menangis tersedu-sedu, ternyata Kirana menanyakan itu takut kejadian ini terjadi. Nyatanya sekarang sudah terjadi bukan.

Gadis remaja membuka lemari, ia mengambil beberapa baju yang disukainya. Tidak lupa tas sekolah diisi dengan buku-buku sekolahnya.

*********

Melihat jam di diding yang menunjukkan pukul 20:00, segera bergegas gadis itu keluar kamar.

Azna mengendap seperti maling, ia memastikan agar tidak ada yang melihatnya yang sedang menjalankan misi penting, kabur. Gadis remaja itu akan kabur, ia sudah memilih tempat untuk dijadikan rumahnya nanti.

"Non." Bi asih memergoki Azna yang menyeret koper juga menggendong tas sekolahnya.

Azna meringis, misi kali ini gagal. "E-ehh bibi." ia nyengir lebar, menggaruk tengkuk yang sama sekali tidak gatal.

"Non, mau kemana?" tanya bibi.

"A-anu bi, itu ... mau kabur," ungkap Azna, ia lari maratonan supaya bisa dengan cepat mencapai pintu keluar.

"Non! Non! Mau kabur kemana?! Non!" Bibi panik, di rumah sebesar ini cuma ada dirinya. Ia segera menyambar telepon rumah untuk menelfon majikannya.

I'm Fine (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang