Andai ....
Angan dan kenyataan menjadi satu,
Pasti akan seindah mimpiAzna~Anaz
****
Zaki speechles melihat Azna makan bakso, sudah setengah jam mereka berada di pedagang bakso langganan mereka.
Zaki memesan bakso isi daging, sedangkan Azna memakan bakso raksasa yang ukurannya dua atau bahkan tiga kali lipat lebih besar dari bakso yang Zaki pesan.
Gadis itu memasukkan bakso terakhir yang berada di mangkuknya, mulutnya penuh dengan bakso. Pipinya menggembung, keringat di pelipisnya mengucur. Itulah akibatnya, makan bakso dengan porsi yang waw, dan juga ekstra pedas.
Zaki tidak menyangka, gadis itu dapat menghabiskan satu mangkuk bakso yang gadis itu minta sendiri.
Bahkan, tak ada sisa dalam mangkuk itu kecuali kuah.
Ohh astaga, Zaki jadi ngeri melihatnya.
"Sudah?" tanya Zaki sambil memperhatikan Azna.
Azna mengangguk semangat, ia tidak dapat menjawab selain anggukan. Mulutnya sudah penuh dengan bakso yang sedang ia kunyah.
Zaki berdiri hendak meninggalkan Azna menuju kasir, tetapi tangannya di cekal oleh adiknya ini.
"Kenapa?" tanya Zaki kembali.
Gadis itu tak menjawab, masih sibuk mengunyah bakso di mulutnya, kali ini kecepatan mengunyahnya dua kali lebih cepat. Zaki menunggu Azna, dapat ia tebak dari mimik gadis itu, bahwa ia akan mengatakan sesuatu.
"Bakso isi daging satu sama isi telur satu, di bungkus ya Bang," ujar Azna setelah bakso terakhir masuk ke dalam tenggorokannya.
Zaki sekarang malah merasa seperti pelayan bakso di sini. Pasalnya Pernyataan Azna barusan mirip betul dengan setiap para pelanggan yang datang. Lebih mirip menyebut 'Bang' menambah kesan seorang pelayan dalam diri Zaki.
Zaki menepis pikirannya itu, ia menatap gadis di depannya dengan meringis, apakah gadis itu tak merasa kenyang sedikitpun? perutnya terbuat dengan apa?
"Lo nggak kenyang?"
"Kenyang lah, nggak liat apa ini perut gue udah kaya hamil tujuh bulan," ungkap Azna sambi mengelus perutnya.
Zaki berdecak pelan, menurutnya apa yang di katakan adiknya barusan itu sangat berlebihan. Mana mungkin seseorang yang memakan bakso ini perutnya akan sebesar orang hamil tujuh bulan.
"Ya udah." Zaki kembali berdiri untuk ke meja kasir.
"Ya udah apa?"
Perkataan Azna menghentikan langkah Zaki.
"Ya udah nggak usah beli. Katanya kenyang, nanti kalo beli mubazir," terang Zaki
"Beli dong Bang. Pliss." Azna memohon pada Zaki.
Layaknya Azna memohon pada kakaknya sendiri.
"Nggak."
"Beli." Azna tetap kekeh pada pendiriannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Fine (END)
Teen FictionShakira Azna Mutiara gadis ceroboh, heboh, cerewet, lebay, ceria, ralat, ceria hanya untuk menutupi kesedihannya. Pintar merupakan sebuah kelebihan bagi dirinya. Mungkin ia tidak senang dengan kepintaran yang ia miliki, bukan mungkin itu memang pas...