By
hyyeye
Setelah kematian Jungkook menjadi cerita pilu bagi kehidupan rumah tangga mereka, Jimin memutuskan meninggalkan Korea.Tempat itu akan terus menjadi kenangan buruk yang akan terus membawa kesedihan sepanjang hari pada Taehyung. Mereka akan melupakan yang terjadi dan memulai kehidupan baru.
Untuk menghibur Taehyungnya, Jimin akan selalu menyempatkan agar dapat berkunjung sesekali sebuah panti asuhan yang sengaja dipilihnya. Mereka menjadi salah satu donatur disana dan Jimin tidak menyesali apapun sebab kesedihan Taehyung kian berkurang ketika ia bermain dengan anak anak itu.
Mereka akhirnya bertemu satu anak perempuan cantik, keturunan asli negara itu. Matanya berbeda dengan warna yang dimilikinya ataupun Taehyung, warna rambutnya juga pirang. Namanya Calista dan Taehyung begitu menyukai anak perempuan itu.
Taehyung belum hamil lagi. Jimin adalah orang yang bertanggung jawab pada itu. Berusaha sebisa mungkin untuk mencegah kembali sosok yang lahir dari Taehyung. Sejauh ini berhasil. Sampai Taehyung berkata ingin memiliki Calista sebagai anak agar ia dapat hamil lagi, Jimin tidak dapat menolak. Ia berhenti mengkonsumsi pilnya sejak itu.
Calista anak yang luar biasa. Jimin merasa begitu terbantu akan kehadiran anak itu. Taehyung tidak lagi punya hari yang dilewati dengan kesedihan seperti sebelumnya. Calista akan membantunya menemani Taehyung disaat ia pergi bekerja. Terutama ketika akhirnya Taehyung betulan hamil anak kedua mereka. Calista dapat diandalkan sepenuhnya hingga adiknya itu lahir.
Laki-laki. Bayi mereka laki-laki dan Jimin kembali dilanda rasa was was. Masih ada sisa ingatan yang berkelumit dalam dirinya. Namun ia meyakini bahwa segalanya akan baik-baik saja.
Ia menamai bayi itu, Park Minhyung. Atau karena mereka memutuskan untuk menetap di Kanada maka berubah menjadi Mark.
Mark berbeda. Itulah yang terus Jimin inner kan. Raut wajahnya berbeda jauh dengan Jungkook. Perilakunya dan juga polah tingkahnya. Matanya sipit, tidak ada mata bulat sekelam jelaga ataupun gigi kelinci yang memikat hati.
Semuanya terasa baik-baik saja. Ada empat sesi kehidupan dan Jimin telah melewati semuanya. Tidak akan ada lagi takdir yang mencuranginya.
Ada sedikit kendala. Mark tidak menyukai belajar. Sementara Calista tumbuh menjadi anak yang luar biasa cerdas, Mark tidak seperti itu. Anaknya itu tidak bodoh, ia jenius dengan caranya sendiri. Ia hanya tidak menyukai bagaimana Jimin memaksanya untuk berlatih menulis.
"Kau sudah hampir masuk sekolah dasar. Kau tidak bisa selamanya mengandalkan Macbook untuk menulis kan?"
Mark diam. Mengerti betul maksud sang ayah namun tidak ingin melakukannya juga. "Jangan khawatir, Jim. Dia akan diajarkan nanti disekolah." Balas Taehyung dari dapur sementara putrinya hanya tertawa kecil.
Mark lalu meringsek memeluknya sambil menangis. "Dad sayang padaku, bukan?" Jimin menghela napas dan memeluk balik putranya. Mungkin Taehyung memang benar. Sambil menenangkan putranya, Jimin memperhatikan Calista yang akhirnya menyusul Taehyung kedapur, mungkin tidak ingin terlibat pada keakraban ayah dan anak laki-lakinya.
"Tentu, dad sangat menyayangimu."
"Maaf dad. Aku janji akan belajar. A-aku hanya takut jika dad akan menusukan pena itu ke mulutku seperti dulu."
.