36. Sentuhan di Lapisan Tipis Es.

530 75 8
                                    

"Aku...."

Eunha menunggu ucapan Taehyung yang menggantung dengan tidak sabaran karena dia pun ingin mengatakan sesuatu yang penting juga.

Sementara Taehyung masih bergumul dengan perasaannya sendiri.

"Taehyung, aku duluan saja. Ini sangat penting!" potong Eunha pada akhirnya. "Ini soal ibumu."

"Apa? Kenapa dengannya?" Mendadak Taehyung menjadi tertarik akan apa yang dikatakan Eunha.

"Begini," Eunha menarik napas terlebih dahulu, "pada hari itu ternyata Tifanny ahjumma menitip foto dan surat pada Yerin. Kamu pasti tidak akan percaya tetapi ahjumma ingin membuktikan padamu kalau anak perempuan kemarin adalah anak dari ayahmu, Tae."

"Apa?!" Bola mata Taehyung nyaris lepas dari tempatnya. "Kau bercanda! Itu tidak mungkin. Mana foto dan suratnya?"

"Itu yang aku belum temukan. Aku telah mengingatnya barusan. Ibumu bertengkar dengan ayahmu karena ayahmu mengira ibumu sedang mengandung anak orang lain. Ayahmu menuduh ibumu berselingkuh karena itulah ayahmu sering memukuli ibumu. Ibumu tidak sanggup lagi makanya kabur dari rumah. Itu juga karena ibumu telah dirayu menikah dengan teman prianya yaitu orang yang ayahmu kira adalah selingkuhan ibumu. Mereka menikah."

"Namun setelah anak itu telah lahir dan ternyata terbukti hasil DNA-nya merupakan hasil ayahmu, ibumu mencarimu kembali. Dia ingin kamu yang memberikan surat dan foto itu pada ayahmu. Dengar, Tae, ibumu mengalami masalah dengan suaminya. Dia sangat berharap ayahmu percaya dan mau membantunya untuk cerai dari suami yang kemudian ayah dan ibumu akan kembali rujuk."

Kepala Taehyung terasa semakin pecah setiap mendengar penuturan kata yang disampaikan Eunha. Apalagi setelah ia bisa menyimpulkan kalau berarti ayahnya tidak sepenuhnya salah. Beliau marah karena perkiraannya yang salah. Jika tidak ada kesalah-pahaman itu, beliau tidak akan bertindak kejam pada ibunya.

Ayah Taehyung kalap akan emosi.

Hingga menjadikan Taehyung seorang pembunuh.

"Tidak. Ini tidak mungkin." Taehyung mengusap wajahnya dengan kasar. Dia menggeleng kuat. "Jika ini hanya salah paham, aku tidak seharusnya membunuhnya. Tidak seharusnya aku membunuh Appa. Tidak. Ini tidak benar."

"Tae, kamu harus percaya!" Eunha menarik lengan Taehyung.

"LEPASKAN!" Taehyung menepis tangan Eunha dengan kasar. "BAGAIMANA AKU BISA PERCAYA JIKA AKU TELAH MELAKUKAN KESALAHAN BESAR!"

"DENGAR YA! JIKA KALIAN MEMBERITAHUKU TENTANG INI LEBIH AWAL, AYAHKU TIDAK MATI TERBUNUH DI TANGANKU SENDIRI!"

"KENAPA KAU HARUS MEMBERITAHUKU SEKARANG? KENAPA SEKARANG?!"

Tiba-tiba saja dada Eunha terasa sesak. Gadis itu meremas dadanya dengan sangat kuat sambil meronta kesakitan. "Aw! Akh! Sakit! Tae, sakiiit!"

"Eunha, kau kenapa?" Taehyung menjadi semakin panik. "Kau kenapa?!"

Rasanya seperti kemarin. Jantungnya teremat sangat kuat dan bernapas pun semakin sulit saja. Eunha bertumpu pada Taehyung untuk tetap bisa berdiri.

"Tolong...," rintih Eunha nyaris tak terdengar.

"Bertahanlah! Kita akan pergi ke rumah sakit!" Taehyung melirik kendaraan yang bisa mengantarkan mereka. Tidak mungkin Taehyung bisa membawa Eunha dengan sepeda motornya.

Kebetulan taksi melintas tak lama kemudian. Taehyung menepi taksi tersebut dan mereka pun buru-buru pergi. Taehyung seakan tidak peduli lagi dengan sepeda motornya.

🍃🍃🍃

Katanya....

Daun yang jatuh tidak pernah membenci angin.

AMNESIA [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang