Semenjak kejadian kemarin malam, Jeongin benar-benar berubah total, rubah manis yang biasanya ceria tersebut kini tak mengeluarkan sepatah kata pun, pandangannya terkesan hampa dan kosong.
Hyunjin sudah meminta izin ke wali kelas mereka, mengatakan jika Jeongin tengah sakit dan Hyunjin harus merawatnya mengingat tidak ada orang lain di rumah ini. Hey, tentu saja Hyunjin tidak gila untuk mengatakan kejadian yang sebenarnya.
"Jeong, makanlah, kau belum makan dari pagi." ucap Hyunjin yang datang ke kamar Jeongin dengan semangkuk bubur ayam yang ia buat tadi.
Jeongin tak menyahut, bahkan sekedar menoleh pun tidak. Jeongin masih tetap duduk di atas tempat tidurnya, memeluk kedua lututnya lalu menumpukan kepalanya di atas lutut, menatap lurus ke depan tanpa binary apapun. Hampa, smeuanya terasa tidak berarti lagi sekarang.
"Hey..." Hyunjin berjalan mendekat lalu menaruh semangkuk bubur tersbut di atas nakas, Hyunjin kemudian menarik dagu Jeongin untuk menghadap ke arahnya.
Pandangan Jeongin yang semula kosong, kini mulai menampilkan perubahan, namun perubahan tersebut justru membuat hati Hyunjin semakin sakit, kekasihnya, Jeonginnya, kini menatap Hyunjin dengan pandangan takut dan juga lelehan air mata.
"Stt...tak usah khawatir Jeong, semuanya akan baik-baik saja." Hyunjin berbisik pelan dan membawa tubuh Jeongin ke dalam pelukannya. Jeongin lagi-lagi tak bereaksi apa-apa, hanya pasrah seperti orang yang kehilangan seluruh tenaganya.
Bohong, Hyunjin berbohong saat mengatakan semuanya akan baik-baik saja, karena pada kenyataannya, Hyunjin bahkan belum mengetahui apa saja yang menimpa Jeongin semalam. Namun yang pasti, apapun itu, hal tersebut sukses membuat Jeongin amat sangat terpukul.
Selama semalaman, Hyunjin tak bisa tertidur sedikitpun, rasa bersalah menyerang hatinya, rasa bersalah karena tak bisa menjaga Jeongin dengan baik.
Yang Hyunjin bisa lakukan sekarang hanyalah menenangkan Jeongin sembari menahan air matanya, tidak, Hyunjin tidak boleh menangis di saat seperti ini, ia harus kuat, demi Jeongin, demi rubah kesayangannya.
•
Selama seharian penuh Jeongin habiskan dengan berdiam diri, namun beruntung, Jeongin tadi sudah sempat memakan masakan buatan Hyunjin, meski amat sangat sedikit.
Dan bolehkah Hyunjin bernafas lega sekarang karena pada akhirnya Jeongin kembali mengeluarkan suaranya?
"Jin, aku akan mandi." ucap Jeongin lirih, sangat lemah dan rapuh.
"Aku akan membantumu."
Hyunjin tidak memiliki niatan apapun, ia murni hanya ingin membantu Jeongin saat ini. Namun gelengan pelan dari Jeongin membatalkan niatnya tersebut.
Tanpa mengucapkan apa-apa lagi, Jeongin segera bangkit dari tempat tidur lalu berjalan lunglai menuju ke kamar mandi. Seberapa terpuruknya Jeongin, semesta masih terlalu kejam hanya untuk sekedar mengasihaninya, bagaimanapun, Jeongin harus menjalankan kehidupannya.
"Jeong, aku khawatir." lirih Hyunjin pelan sembari melihat pintu kamar mandi yang barusan ditutup oleh Jeongin.
Menghela nafas, Hyunjin kemudian pergi ke kamarnya untuk melakukan hal yang sama seperti Jeongin, Hyunjin juga perlu mandi.
Selama seharian ia hanya duduk diam dan menemani Jeongin, meski tanpa suara sedikitpun. Hyunjin hanya mengelus kepalanya, membuat makanan, mencoba mengajak mengobrol dan bahkan memeluknya saat Jeongin menangis secara tiba-tiba.
Pada awalnya Hyunjin tidak curiga sedikitpun, namun setelah melihat jam dan menyadari jika ini sudah lewat satu jam semenjak ia menyelesaikan acara mandinya, Hyunjin mulai merasa jika ada yang tidak beres.
KAMU SEDANG MEMBACA
Golden Cat [Hyunjeong] ✔
FanfictionJeongin sangat terkejut saat melihat seseorang akan melompat dari jembatan di depannya, namun Jeongin lebih terkejut ketika melihat telinga kucing melekat di tubuh lelaki yang ia selamatkan. __________ 10 Desember 2019 •Copyright © Schorpy