Chapter 24 - Kenapa Kau Meninggalkanku?

4.5K 732 183
                                    

Setelah perdebatan singkat di rooftop kemarin, Jeongin menghilang. Ah bukan, lebih tepatnya Jeongin memilih untuk pergi menghindari semua yang terjadi. Katakanlah Jeongin munafik karena kemarin menyuruh Hyunjin untuk tidak menghindar dari masalah, namun kali ini justru Jeongin sendiri yang melanggar kata-katanya.

Jeongin pergi meninggalkan Hyunjin, tanpa kata maupun pelukan perpisahan, hanya sepucuk surat yang menjadi saksi.

Hyunjin masih menatap tak percaya pada kertas putih yang berisi goresan pena milik Jeongin. Sederet kalimat tersebut membuat Hyunjin ingin segera berlari menghampiri Jeongin lalu mencegahnya, namun semuanya tak mungkin terjadi.

Mustahil, waktu tak bisa diulang, Hyunjin tak bisa mencegah kepergian Jeongin.

Ah tunggu sebentar, mungki kata-kataku membuat sebagian besar dari kalian menjadi salah paham, biar sedikit kuperjelas, Jeongin kini pergi meninggalkan Negaranya, memilih untuk menemui kedua orang tuanya untuk waktu yang bahkan Hyunjin sendiri tak ketahui.

Jika cahaya hidupnya pergi, bagaimana cara Hyunjin bertahan?

"Kak Hyunjin, orang tuaku ingin menemuimu untuk membahas tentang pernikahan kita."

Apa lagi ini? Kenapa setiap Mina menemuinya, yang ia sampaikan hanyalah menambah beban untuk Hyunjin?

Hyunjin yang tengah berjalan di koridor untuk segera pulang, segera menghentikan langkahnya saat mendengar suara Mina di sebelahnya.

"Baiklah."

Mina terkejut, kenapa Hyunjin bisa dibujuk semudah ini? Ah tak tahu saja dirimu jika Hyunjin saat ini sudah benar-benar pasrah. Semenjak Jeongin pergi, Hyunjin sama sekali tak memiliki arti tentang hidup. Hyunjin tak memiliki alasan selain Jeongin.

Jika semestanya saja pergi meninggalkannya dan juga poros dunianya yang telah berhenti berputar, untuk apa Hyunjin menentang garisan takdir yang begitu mempermainkannya?

Lebih baik Hyunjin mengikuti arus ini, bukankah itu akan menjadi lebih mudah?

"A-ah iya."

Mina kemudian menuntun langkah Hyunjin menuju ke mobil yang sudah datang menjemput, mobil pribadi keluarga Mina yang dikhususkan untuk mengantar-jemput gadis tersebut.

Hyunjin tak banyak bersuara, ia hanya duduk diam sembari mengamati jalanan yang mulai ramai oleh para pelajar yang berlalu lalang untuk pulang ke rumah masing-masing. Mereka semua tampak bahagia dan tanpa beban, berbeda jauh dengan Hyunjin. Hyunjin bahkan sudah sangat lama tidak merasakan sebuah kebahagiaan.

Sekitar dua puluh menit kemudian, mereka sampai di depan sebuah rumah yang cukup mewah. Seorang satpam keluar dan membukakan mereka ngerbang, sebelum akhirnya mobil yang Hyunjin tumpangi terparkir apik di halaman rumah yang luas tersebut.

"Ayo kak." Mina kemudian membuka pintu penumpang, diikuti oleh Hyunjin. Mereka kemudian berjalan ke dalam rumah megah tersebut dan sudah mendapati sesosok lelaki paruh baya yang tengah duduk di sofa sembari menyesap segelas kopi.

"Ayah aku pulang."

"Ah Mina, dimana lelaki yang kau katakana itu?"

Mina kemudian sedikit menyikut perut Hyunjin, membuat Hyunjin mau tak mau membuka suaranya.

"Saya paman."

"Baiklah, kau cukup tampan. Silahkan duduk dan kita rencanakan pernikahan kalian."

Hyunjin kini berdiri di sisi pembatas rooftop dari salah satu mall yang ada di daerah tersebut. Tanpa alasan, Hyunjin hanya ingin berjalan-jalan saja hari ini sebelum dirinya harus kembali bekerja nanti sore di café milik Woojin.

Hembusan angin terasa menerpa wajah Hyunjin, ia memejamkan matanya, berharap bebannya ikut terbang terbawa angin yang berhembus. Hyunjin bahkan tak peduli dengan terik sinar matahari yang terasa menusuk kulitnya, di sini Hyunjin bisa mendapat sedikit ketenangan.

Sebenranya Seungmin, Felix, Jisung, Minho, Chan, Woojin bahkan Changbin sudah mencoba menghibur Hyunjin, namun Hyunjin terlalu tertutup dan sulit tersentuh, Hyunjin sama sekali tak pernah menceritakan masalah yang tengah ia alami ke mereka. Saat ditanya, Hyunjin akan selalu menjawab 'tidak apa-apa' disertai dengan senyum tipisnya.

Benar-benar pembohong yang ulung.

"Hahh..." Hyunjin menghela nafasnya yang sering terasa sesak akhir-akhir ini. Pikirannya berkelana kemana-mana, namun satu objek pasti yang akan disinggahi pikiran Hyunjin adalah, Yang Jeongin, rubah kesayangannya.

Bagaimana dulu Jeongin menolongnya, merawatnya, mengobati lukanya, dan bagaimana Jeongin yang selalu tersenyum dan membuat Hyunjin selalu merasa bahagia juga khawatir di saat yang bersamaan, khawatir jika suatu saat nanti senyum itu bukan untuknya lagi.

Ah benar, Hyunjinn seharusnya tidak ada di sini sedari lama, Jeongin hanya menunda waktu kepergiannya.

Dengan senyum di wajahnya, Hyunjin memanjat pembatas tersebut, lalu berdiri di atas besi yang menjadi batas antara hidup dan mati seseorang. Mall dengan lantai tiga, siapapun yang melompat dari sana, kecil kemungkinan untuk selamat.

Namun justru hal itulah yang diinginkan Hyunjin.

"Jeong, aku mencintaimu, selalu mencintaimu." Hyunjin membuka matanya lalu menatap langit yang bersinar cerah di atasnya, seolah mengejek hari Hyunjin yang terasa kelam.

"Bahkan setiap nafasku selalu hadir dirimu." Hyunjin memegang dadanya yang terasa sangat sakit. Seharusnya, dari awal Hyunjin mengikuti jejak ayah dan bundanya, kenapa mereka meninggalkan Hyunjin sendiri di dunia yang kejam ini?

"Jantungku mungkin akan berhenti berdetak, namun tidak dengan perasaanku untukmu." Hyunjin tersenyum sendu, mencoba mengingat wajah Jeongin untuk yang terakhir kalinya.

"Aku bahkan tak bisa mengingat masa laluku dengan baik, namun kau tak perlu khawatir, aku akan selalu mengingatmu Jeong." Hyunjin mencondongkan tbuhnya ke depan, bersiap terbang bebas seperti burung selama beberapa detik sebelum gravitasi menghantamkannya dengan keras ke tanah.

"Aku mencintaimu."

Berakhir sudah, tubuh Hyunjin kini terjatuh, bersamaan dengan pekikan orang-orang yang menyaksikan kejadian tersebut.

Sakit, rasanya sangat sakit, saat seluruh tubuhnya terasa remuk karena menghantam beton di bawah sana. Kepala Hyunjin mengeluarkan darah yang cukup banyak, bersamaan dengan kepalanya yang terasa semakin berkunang.

Namun...Hyunjin tersenyum, tersenyum pada kematian yang berada di hadapannya.

Hyunjin bahagia, setidaknya setelah ini ia akan terbebas dan bisa menemui orang tuanya kembali, meski hal itu mengharuskannya untuk meninggalkan sosok yang sangat dicintainya itu.

"Jaga dirimu, aku mencintaimu, Jeongin."

Dan bersamaan dengan itu semua, kegelapan terasa mengambil alih kesadaran Hyunjin.

Dan bersamaan dengan itu semua, kegelapan terasa mengambil alih kesadaran Hyunjin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To Be Continue

Hey kalian, bertahanlah sedikit lagi :]

Tertanda, 01/01/2020

Bee, end di sini kane keknya 🌚


Golden Cat [Hyunjeong] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang