Hyunjin sudah pulang dari rumah sakit semenjak kemarin, hybrid tersebut mengatakan kalau dirinya baik-baik saja, namun tetap saja Jeongin merasa khawatir.
Menahan semua kegelisahannya selama mendapat materi, Jeongin kini bisa bernafas lega saat bel pulang berbunyi, jujur saja, ia tidak fokus sedari tadi, yang Jeongin pikirkan hanyalah keadaan Hyunjin sekarang. Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi selama Jeongin meninggalkannya sendiri di rumah?
"Aku duluan." tanpa menunggu jawaban dari teman-temannya, Jeongin dengan cepat berlari keluar kelas, menuju ke parkiran lalu mulai mengayuh sepedanya dengan cepat pulang kerumahnya.
Sekitar sepuluh menit kemudian –Jeongin kembali memacu sepedanya dengan gila-gilaan- Jeongin akhirnya sampai di rumah. Jeongin memasukkan sepedanya ke garasi kemudian beranjak memasuki rumahnya yang tak terkunci.
"Hyunjin." Jeongin memanggil nama Hyunjin, namun hanya keheningan yang menyahuti ucapannya itu.
Jeongin kemudian membawa langkahnya menuju ke kamar Hyunjin, saat membuka pintu berwarna putih tersebut, Jeongin dikejutkan dengan sosok Hyunjin yang berdiri di depan pintu.
"Ah maaf Jeong, baru saja aku mau menghampirimu."
Jeongin mengerutkan keningnya bingung, ada yang tidak beres, suara Hyunjin sangat lemah, ditambah lagi dengan wajah pucat dan beberapa helai rambutnya yang lepek, mungkin karena keringat.
"Tidak masalah, apa kau sakit?" tanya Jeongin yang kemudian mengulurkan tangannya ke arah Hyunjin, mencoba menyentuh kening hybridnya itu.
Namun belum sempat Jeongin menyentuh kulit lembut tersebut, Hyunjin sudah terlebih dahulu menarik dirinya ke belakang.
"Aku taka pa Jeong, hanya sedikit pusing saja." ucap Hyunjin dengan senyum yang ketara sekali dipaksakan.
"Tapi kau terlihat-"
Brukk...
Belum sempat Jeongin menyelesaikan ucapannya, tubuh Hyunjin sudah limbung terlebih dahulu. Lagi, Jeongin mengalami kejadian ini, namun bedanya, kali ini Jeongin bisa lebih sigap menangkap tubuh Hyunjin sebelum terjatuh ke lantai.
Jeongin panik, ia mengguncangkan bahu Hyunjin dan sesekali menepuk pipinya dengan susah payah.
"Hyunjin...astaga kau panas sekali." Jeongin semakin panik saja setelah kulitnya bersentuhan dengan kulit Hyunjin, sangat panas. Dengan susah payah, Jeongin berusaha membawa tubuh lemah tersebut ke tempat tidurnya.
Jeongin berhasil membaringkan Hyunjin yang lagi-lagi terpejam dengan wajah pucat penuh keringatnya.
"Kau demam." Jeongin tak tahu kenapa ia berucap seperti itu.
Jeongin kemudian berlari mengambil kotak obat yang ia gunakan untuk mengobati luka Hyunjin tempo hari lalu, mengeluarkan sebuat thermometer kemudian ia masukkan ke dalam mulut Hyunjin. Jeongin menunggu selama beberapa saat lalu dengan segera mengambil thermometer itu lagi.
"Hah? 38.5?" Joengin terdiam dengan mulut yang terbuka akibat terlalu shok. Jeongin kemudian dengan segera mengambil plaster penurun demam lalu menempelkannya pada dahi Hyunjin.
"Apa yang harus kulakukan?" Jeongin mencoba untuk tidak panik, namun tetap saja perasaan resah menguasainya saat ini.
"Tenanglah Jeong, berpikir, gunakan otakmu!"
"Arghhh...kenapa otakku tidak mau bekerja sama di saat seperti ini." Jeongin mengacak rambutnya frustasi lalu segera mengambil ponsel di sakunya, mendeal satu nomer yang sepertinya bisa membantu Jeongin saat ini.
Suara ponsel terhubung terdengar beberapa kali, sampai telfun diangkat, Jeongin langsung menyemburnya dengan pertanyaan, bahkan sebelum sang lawan bicara sempat mengatakan apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Golden Cat [Hyunjeong] ✔
FanfictionJeongin sangat terkejut saat melihat seseorang akan melompat dari jembatan di depannya, namun Jeongin lebih terkejut ketika melihat telinga kucing melekat di tubuh lelaki yang ia selamatkan. __________ 10 Desember 2019 •Copyright © Schorpy