Jeongin tak habis pikir, ia tidak mengerti kenapa mengajak orang asing masuk ke rumahnya, terlebih lagi dirinya yang tinggal sendirian karena kedua orang tuanya yang bekerja di luar negeri.
Namun setelah melihat manik kelam milik orang tersebut, Jeongin seakan tersihir lalu tenggelam dalam sesuatu yang bahkan ia tak tahu itu apa.
Dengan kesadaran yang tidak sepenuhnya ia miliki, Jeongin menarik lelaki hybrid tersebut, membawa langkah mereka menuju rumah yang Jeongin tempati selama ini, tentu saja setelah Jeongin memungut kembali barang belanjaannya.
"Kau baik-baik saja?" tanya Jeongin setelah memasuki kamarnya dengan segelas susu vanilla di tangannya. Lelaki hybrid itu hanya duduk diam di pinggiran tempat tidur Jeongin, dengan kepala yang tertunduk dalam.
Jeongin mencoba membaca situasi saat ini, berpikir apa yang sebaiknya ia lakukan. Tak seberapa lama, Jeongin berjalan mendekat, menaruh segelas susu di atas nakas, lalu berjongkok di depan sang hybrid, mencoba mendapat perhatiannya yang entah tengah berlabuh kemana.
Dengan keberanian yang tiba-tiba muncul, Jeongin menggenggam kedua telapak tangan yang lebih besar dari miliknya itu, sehingga membuat sang empu mengangkat sedikit pandangannya, menatap kosong ke arah Jeongin.
"Hey, tidak apa-apa, tolong jangan pikirkan apapun yang tengah mengganggu pikiranmu itu. semuanya akan baik-baik saja." entah kebohongan apa yang Jeongin katakana, namun hal itu mampu membuat sang hybrid sedikit lebih rileks.
"Te-terimakasih."
Jeongin terkejut begitu mendengar suara hybrid itu untuk pertama kalinya, suara halus yang terdengar lebih berat dari suaranya.
Jeongin tersenyum manis. "Kalau boleh kutahu, siapa namamu?"
"Aku Hyunjin. Hwang Hyunjin."
"Ah Hyunjin, aku Yang Jeongin, panggil Jeongin saja." lagi-lagi Jeongin tersenyum manis, membuat matanya tenggelam di balik lengkungnya garis matanya, disertai dengan cengiran khas yang menampilkan gigi berbehelnya. Terlihat sangat manis di mata Hyunjin, sehingga tanpa sadar, sebuah senyum juga ikut terukir di bilah bibirnya.
"Jadi Hyunjin, kenapa kau hendak melompat di sungai tadi?" Jeongin memulai percakapan karena keheningan menyebalkan yang lagi-lagi tercipta. Kali ini, Jeongin memilih untuk duduk di samping Hyunjin, genggamannya juga terlepas, Jeongin tidak ingin di cap lancang meski kenyataannya memang begitu.
Tatapan Hyunjin yang awalnya sudah mulai cerah, berubah suram seketika, membuat Jeongin merasa tidak enak karena kembali mengingatkan Hyunjin dengan masalahnya. Namun Jeongin rasa, ia harus mengetahui barang sedikitpun, mengingat dia juga terlibat dalam hal ini.
"Aku seorang hybrid." jawaban yang tidak Jeongin mengerti keluar dari bibir tebal Hyunjin.
Jeongin mengerutkan alisnya bingung. "Aku tahu, memang apa yang salah dengan hal itu?" tanya Jeongin heran.
Di zaman sekarang, hybrid sudah bukan hal yang tabu lagi, kaum hybrid sudah diperlakukan dan berbaur layaknya manusia normal, mereka hidup, bersekolah dan menjalani aktivitas seperti manusia normal, tanpa harus mendapat kecaman maupun deskriminasi dari pihak manapun. Ya benar, kaum hybrid sudah diterima sepenuhnya di dunia ini, jadi, apa yang harus dikhawatirkan?
"Kau tahu, aku sebelumnya adalah manusia normal, sama sepertimu."
dan di saat inilah, Jeongin baru mengerti arah pembicaraan ini.
"Apa yang terjadi sehingga kau sampai berubah menjadi hybrid?"
kasus seperti ini memang sedikit langka, kebanyakan hybrid murni itu tercipta semenjak mereka lahir. Hanya beberapa manusia saja yang memilih berubah menjadi hybrid untuk alasan tertentu, bisa dikatakan, mereka itu half hybrid.
"Dua bulan yang lalu, aku dan keluargaku mengalami kecelakaan hebat. Aku langsung tidak sadar semenjak hari itu, sampai pada akhirnya, aku terbangun dengan telinga yang aneh ini. Mereka mengatakan jika telah melakukan transplatasi kepada beberapa organ tubuhku yang sudah benar-benar rusak. Aku bisa selamat, namun harus hidup sebagai hybrid. Sedangkan kedua orang tua dan juga adikku, mereka tidak bisa terselamatkan."
Sama halnya seperti Jeongin yang membawanya datang ke rumah, Hyunjin juga tidak mengerti kenapa ia bisa dengan mudahnya menceritakan masalah yang sedang menimpanya ini.
Padahal setelah siuman dan sembuh pasca kecelakaan dan setelah mengetahui semua kebenarannya, Hyunjin tidak pernah sekalipun keluar dari rumah, ia mengurung diri selama seminggu, tanpa makan maupun minum apapun, dan sekalinya ia keluar rumah, Hyunjin justru ingin menenggelamkan diri ke sungai.
Hyunjin berpikir, tidak ada lagi yang harus ia lakukan di dunia ini, tak ada lagi yang harus ia pertahankan ataupun lindungi, jadi untuk apa ia bertahan?
"Kau masih punya banyak sesuatu yang harus dilakukan, jangan akhiri hidupmu dengan cara seperti itu." seolah mengerti isi pikiran Hyunjin, Jeongin segera melontarkan kata-kata penenang. Untuk kesekian kalinya, Jeongin masih tidak mengerti kenapa bisa percaya semudah ini kepada Hyunjin yang notabenenya baru ia temui malam ini.
"Omong kosong apa yang tengah kau bicarakan Jeong?" tanya Hyunjin diselingi senyum sendunya.
"Untuk apa aku hidup? Memang apa yang bisa dilakukan oleh orang sepertiku? Remaja tujuh belas tahun yang kehilangan keluarganya lalu beurbah menjadi hybrid dalam waktu semalam, apa yang bisa kuperbuat untuk melalui cobaan ini?" lanjut Hyunjin dengan air mata yang sudah tak bisa ia tahan lagi. Hyunjin mengahpus air matanya dengan kasar, kemudian berdiri dan menatap Jeongin sendu.
"Terimakasih karena telah menyelamatkanku dan mendengar sedikit isi hatiku, kau sungguh orang yang sangat baik Jeong. Namun maaf, aku tidak bisa mengenalmu lebih jauh." Hyunjin hendak berjalan pergi, namun tangannya sudah terlebih dahulu ditahan oleh tangan mungil Jeongin.
"H-Hyunjin, tolong jangan pergi," cicit Jeongin pelan namun masih bisa didengar oleh Hyunjin.
"Kumohon jangan pergi,"
"Jangan tinggalkan aku,"
"Aku tak mau sendirian lagi,"
Jeongin sedikit menjeda kalimatnya akibat suaranya yang terasa tercekat, entah sejak kapan, namun setetes demi tetes air mata mulai mengalir dari manik matanya. Dan entah untuk keberapa kalinya mala mini, Jeongin tidak paham dengan dirinya sendiri, tidak mengerti dengan tubuhnya yang bekerja refleks tanpa diperintah oleh otaknya, karena dengan mudahnya, Jeongin melontarkan kalimat yang bahkan tidak ia sadari.
"Tolong jadilah hybridku."
To Be Continue
Tertanda, 10/12/2019
Bee, sedang belanja
KAMU SEDANG MEMBACA
Golden Cat [Hyunjeong] ✔
Fiksi PenggemarJeongin sangat terkejut saat melihat seseorang akan melompat dari jembatan di depannya, namun Jeongin lebih terkejut ketika melihat telinga kucing melekat di tubuh lelaki yang ia selamatkan. __________ 10 Desember 2019 •Copyright © Schorpy