"Hyunjin, ayo kita pergi belanja." Jeongin menyembulkan kepala ke dalam kamar Hyunjin yang terletak tepat di samping kamarnya. Jeongin memang sengaja menyiapkan dan membereskan kamar kosong di samping kamarnya untuk Hyunjin tempati, karena tidak mungkin kan Hyunjin terus terusan akan tidur di kamar Jeongin. Lambat laun Hyunjin pasti akan mempunyai barang-barang pribadinya, maka lebih baik jika Hyunjin memiliki kamarnya sendiri.
Oh iya, mengenai Hyunjin yang menjadi hybrid Jeongin, kedua orang tua Jeongin sudah mengizinkannya, mereka juga bersyukur setidaknya anak semata wayangnya tidak akan kesepian selama mereka bekerja di Negara tetangga. Untuk masalah biaya hidup, orang tua Jeongin akan bertanggung jawab.
"Sekarang?" tanya Hyunjin yang tengah berbaring di atas tempat tidurnya, tanpa melakukan apapun.
Jeongin mengangguk dengan antusias lalu mendekati hyunjin dann menarik tangan yang lebih tua.
"Shh..." Jeongin terkejut dan refleks melepaskan tangannya dari lengan Hyunjin saat mendengar hybridnya meringis kesakitan.
"Ka-kau kenapa Jin?" tanya Jeongin panik.
Hyunjin tersenyum. "Aku tidak apa-apa."
Tapi bukan Jeongin namanya jika percaya begitu saja, dengan gerakan cepat Jeongin menarik tangan kiri Hyunjin kemudian menyingkap lengan baju panjang yang Hyunjin kenakan. Dan entah kenapa, pada saat itu dada Jeongin terasa sesak, ada perasaan kecewa dan marah yang menyerangnya kala melihat beberapa luka sayatan yang masih basah di sekitar pergelangan tangan Hyunjin.
"Apa ini?" Jeongin tidak bisa mengendalikan suaranya yang terdengar bergetar.
"Maafkan aku, tanganku tergores tadi."
Jeongin tidak menghiraukan Hyunjin, ia lebih memilih untuk mengamati luka luka sayatan tersebut. Jeongin tak bodoh, ia tahu itu bukanlah luka goresan, melainkan luka sayatan, yang mungkin sengaja dibuat.
"Tergores atau sengaja kau gores?" Jeongin mendongkakkan kepalanya, menatap tepat ke manik hitam Hyunjin.
Hyunjin terdiam, ia tidak tahu harus menjawab apa, dan di saat bersamaan, perasaan bersalah menghinggapi hatinya. Hyunjin tak pernah merasa sebersalah ini setiap selesai melakukan cutting.
"Tunggu di sini, aku akan segera kembali."
Jeongin kemudian berdiri dan beranjak untuk mencari kotak obat di kamarnya. Entah kenapa Jeongin merasa kesal, juga marah, ia tak suka melihat Hyunjin terluka, terlebih lagi karena disengaja. Jeongin benci saat Hyunjin berkata maupun bersikap seolah dirinya itu adalah sebuah kesalahan yang ada di dunia, Jeongin benci saat melihat pandangan kosong Hyunjin, seolah dirinya sudah tidak mempunyai alasan untuk hidup, entah kenapa Jeongin membenci itu semua.
"Arghh...sial, ada apa dengan diriku?"
Jeongin menghapus air mata yang tergenang di sudut matanya lalu dengan cepat kembali ke kamar Hyunjin dengan sekotak obat di tangannya.
Tanpa bicara sepatah katapun, Jeongin kembali menarik tangan Hyunjin lalu mulai membersihkannya dengan kapas yang sudah ia beri alkohol sebelumnya. Jeongin menyerngitkan dahinya ngilu saat mendengar rintihan kesakitan Hyunjin, apa yang dipikirkan Hyunjin sehingga menorehkan luka yang cukup dalam di tempat yang rawan? Salah-salah Hyunjin bisa memotong urat nadinya sendiri, dan itu akan sangat berakibat fatal.
Setelah selesai dengan kapas dan alkohol, Jeongin kemudian mengambil segulung perban lalu mulai membalut luka Hyunjin supaya tidak mengeluarkan banyak darah akibat pergerakan yang dilakukan Hyunjin.
Semua yang Jeongin lakukan, gerak-geriknya, ekspresinya, semuanya tak lepas dari pengamatan Hyunjin. Hyunjin tak mengerti, kenapa Jeongin bisa sebaik ini pada dirinya, ah lebih tepatnya kenapa Jeongin sebaik ini pada orang asing yang baru ia kenal? Saat Hyunjin ingin berharap, pikirannya seolah menepis semua perasaannya, mungkinkah Jeongin memang baik ke semua orang? Jika bukan Hyunjin, mungkinkah Jeongin akan tetap menolongnya?
"Jujur padaku, darimana kau mendapat luka-luka ini?" setelah keheingan yang cukup lama, Jeongin akhirnya membuka suara.
Hyunjin terkejut, Hyunjin sendiri tidak mengerti kenapa ia dengan mudahnya memberi tahu Jeongin sesuatu yang harusnya ia sembunyikan.
"Aku menggunakan cutter yang selalu kubawa di saku hoodie."
Jeongin memejamkan matanya, Jeongin tak mengerti kenapa amarahnya menjadi memuncak. Setelah selesai mengobati Hyunjin dan membereskan kotak obatnya. Jeongin berjalan ke arah pintu yang terdapat gantungan baju di belakangnya. Memasukkan tangannya ke dalam saku hoodie milik Hyunjin yang tergantung di sana, lalu mengambil sebilah cutter yang Hyunjin maksud.
Jeongin menatap lamat-lamat cutter kecil dengan panjang sekitar lima centimeter tersebut, lalu dengan santainya, Jeongin mematahkan cutter tersebut menjadi dua bagian, lalu ia patahkan lagi sehingga menjadi kepingan-kepingan kecil sebelum akhirnya melemparkannya ke dalam tong sampah, tanpa memperdulikan jari-jarinya yang sedikit tergores.
"Jika kau berani menyentuh benda sialan itu, maka aku dengan senang hati akan membuat luka di tanganku sebanyak milikmu." ucap Jeongin dengan nada dingin dan ekspresi datar, jika kalian berpikir Jeongin hanya mengancam saja, maka kalian salah. Jeongin serius dengan ucapannya, ia tidak akan segan-segan melukai tangannya karena Jeongin sudah tahu rasanya.
Jeongin tahu betapa frustasinya Hyunjin sehingga dengan nekat melakukan self harm, Jeongin tahu, itu wajar karena ia juga pernah mengalaminya. Namun, sekarang tidak lagi, Jeongin sadar, hidupnya tidak menjadi lebih baik hanya dengan dirinya yang menyakiti diri sendiri, ia tetap kesepian, orang tuanya tetap berada di luar negeri. Maka oleh sebab itu, Jeongin mulai menjauhi kebiasaannya itu secara perlahan, mulai bersikap tidak pedulian dan mulai memandang hidup dengan cara yang berbeda.
Untuk apa ia terjebak dalam jurang hitam itu, semuanya hanya akan menjadi lebih buruk. Perasaan puas saat tangannya mengeluarkan darah, tidak akan memperbaiki segalanya, yang ada justru dirinya yang terus dan terus ingin mengulangi hal yang sama, bak candu yang menjerat Jeongin ke dalam jurang penyesalan.
Jeongin pernah membaca sebuah buku yang mengatakan 'hidup itu singkat, daripada ia memikirkan hal-hal tak penting, kenapa ia tidak memikirkan hal yang lebih bermanfaat saja?' dan satu kalimat lagi yang mengubah pola pikir Jeongin 'hidup itu selalu ada masalah, jadi daripada kau menghindari masalah itu, akan lebih baik kau memilih masalah mana yang akan kau selesaikan'.
Jeongin pernah mengalami masa kelam, namun ia bisa bangkit dan menjadi pribadi yang cerah, tanpa terpengaruh dengan bayang-bayang masa lalu. Berterimakasih juga kepada Jisung yang dengan bodohnya melontarkan kalimat yang membuat Jeongin tersadar. 'Jangan terlalu berlebihan dalam menghadapi hidup, nikmati saja.'
Jeongin tahu semua itu, oleh karenanya, Jeongin tidak ingin orang lain, terutama Hyunjin mengalami hal yang sama, ia tak ingin orang lain mengulangi kesalahan yang sama.
"Maaf." sekali lagi, Hyunjin hanya bisa melontarkan kata-kata maaf. Tatapan itu, cara Jeongin memandang dirinya saat ini, Hyunjin tak menyukai hal tersebut.
To Be Continue
Buat temen temen yang pengen maupun udah ngelakuin selfharm, tolong jauhi hal tersebut. Kalau kalian udah ngelakuinnya sekali aja, itu bakal keterusan. Daripada selfharm, mending nontonin moment moment kapal kesayangan kalian asekkk...//apasih?
Tertanda, 15/12/2019
Bee, masih ngantuk
KAMU SEDANG MEMBACA
Golden Cat [Hyunjeong] ✔
Fiksi PenggemarJeongin sangat terkejut saat melihat seseorang akan melompat dari jembatan di depannya, namun Jeongin lebih terkejut ketika melihat telinga kucing melekat di tubuh lelaki yang ia selamatkan. __________ 10 Desember 2019 •Copyright © Schorpy