1

1K 30 5
                                    

Di suatu rumah, terlihat seorang remaja yang terus menatap kelangit malam yang menampakkan ribuan bintang yang bersinar.

Ia menatap sendu pada salah satu bintang yang paling terang warnanya.

'Apa Ayah baik disana? Kehidupan kami disini baik-baik saja, jadi Ayah jangan khawatir. Bang Varo sudah menjadi dokter seperti impian Ayah. Dan sekarang ekonomi keluarga lebih baik dari sebelumnya, Yah.'

"Ri, lagi ngapain?" suara baritone seseorang yang lebih tua darinya terdengar lembut.

"Eh, Bang"

Orang yang dipanggil Bang pun segera ikut duduk disamping adiknya.

"Nah, kasih tahu Abang apa yang Adik kesayangannya Abang fikirkan" ujar Varo ke adiknya.

"Um, aku rindu Ayah, Bang" lirihnya

Varo terdiam sesaat.

"Sudah setahun lebih Ayah pergi. Kenapa Ayah ninggalin kita bang? Andai saja waktu itu Ayah nggak harus ngambil obat aku, Ayah pasti masih ada, kan?"

"Ri, jangan berbicara seperti itu. Abang tidak suka" tegur Varo dengan nada kesal.

"Maaf, bang" Rio menundukkan kepalanya.

PUK

"Tak apa, dik. Ayah cepat diambil, karena Tuhan sayang pada Ayah. Ini gak ada hubungannya sama kamu. Jadi jangan menyalahkan dirimu sendiri. Mengerti?" hibur Varo.

Rio mengangkat kepalanya. Menatap dalam manik obsidian Abangnya, menatap ketulusan di dalamnya.

"Iya Bang, maafin aku"

"Iya, gak apa-apa. Masuk sana! Cepatlah tidur! Besok kamu udah masuk sekolah. Jangan sampai kamu telat. Masa baru masuk udah buat masalah duluan? Kan gak elit. Ok?" ujar Varo sembari mengelus puncak kepala adiknya.

"Hehe, iya bang. Selamat tidur" pamit Rio lalu bangkit dari posisinya.

"Hm, tidurlah yang nyenyak"

Setelah Rio masuk ke kamarnya, Varo terdiam lalu menatap langit.

'Ayah, Varo telah menjadi dokter spesialis yang seperti Ayah harapkan. Jangan khawatir, Varo akan menyembuhkan Rio'

Varo kemudian menghela nafas lalu menuju ke kamarnya karena malam semakin larut.

☜☆☞

Dipagi yang cerah, Rio tengah mempersiapkan dirinya didepan cermin.

"Ckckck, lihatlah. Betapa tampannya pria ini" ujarnya narsis.

TOK TOK TOK

"Huaaa! Bang! Jan langsung masuk aja! Ketuk dulu kek! Ngagetin orang aja! " ujar Rio dengan wajar tertekuk.

"Eh, salahmu sendiri berdiam diri didepan cermin. Sampai tidak sadar Abang sudah berada disini" tegur Varo sembari mendekati adiknya.

"Hehehe, maaf Bang" ujar Rio dengan cengiran khasnya.

"Hey, tinggimu berapa hah? Kau tumbuh terlalu cepat sampai-sampai ngalahin Abang" goda Varo sambil mengusak kasar rambut Rio.

Really [Lokal Vers] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang