13

115 9 7
                                    

Orang itu, nampak diam-diam masuk ke dalam rumah. Ia sangat berusaha membuat langkah kakinya tak terdengar.

Klik

"Jam berapa sekarang?!" Ucapan dingin itu menginterupsi gerakan orang tadi.

Mengetahui dirinya ketahuan, ia hanya bisa mematung dan menunggu apa yang akan terjadi padanya. Wanita paruh baya itupun mendekati Putranya.

"Ingat rumah juga ternyata. Ngapain ke rumah lagi? " sindir wanita itu, Sabina.

"Ma, Maaf" lirih orang itu, Rio.

"Emang kamu ngapain diluar sana?! Baru pulang jam segini! Mama juga dapet telepon dari guru kamu. Katanya kamu bolos. Ngapain bolos, huh?!" Bentak Sabina.

"Ma-ma, maaf. Ri-rio ta-"

"Alah! Jan banyak alesan kamu! Kamu kira Mama bisa diboongin? Gitu?! " bentak Sabina yang memotong ucapan Rio. Si empunya menunduk dalam.

"Maaf, Ma" lirihnya.

"Ini kenapa ribut-ribut, Ma?" Tanya Varo yang baru tiba.

"Liat nih, Ro! Adik yang kamu bangga-banggain berani bolos tadi! Sungguh luar biasa! " Ujar Sabina ketus.

Varo mendekati Adiknya lalu mengelus bahunya lembut.

"Kenapa tadi bolos, dik? "

"Aku tadi ke RS, Bang. Konsul sama Bang Andra" lirih Rio.

"Alah, jangan alasan, yah?! Jawab sejujurnya! Kamu bolos gara-gara ke club, kan?!" Tuduh Sabina.

"Ma! Udah! Jangan menuduh sembarangan tanpa bukti dulu, Ma!" Bela Varo.

Varo berbalik ke arah Adiknya.

"Jangan takut. Abang bakal bela kamu" bisik Varo lembut.

Bisikan yang terdengar sangat lembut dan halus itu sukses membuat hatinya menghangat. Tentu saja membuatnya tersenyum lega.

"Makasih, Bang"

"Nah, Ri. Jelasin kenapa kamu bolos tadi " ucap Varo lembut.

"Aku pergi ke RS tadi. Aku abis konsul sama Bang Andra. Trus minta obat" jelasnya tak lengkap.

"Cih, jangan alasan, yah! Dasar anak tak tahu diuntung! Kamu udah buat Mama kecewa, Orion! Barusan kamu boong, sekarang kamu bawa-bawa nama Andra! Apa salah Andra padamu, Orion?!" Bentak Sabina .

Deg

"Ma..."

"Ma! Berhenti bentak Rio!"

"Kamu yang harusnya berhenti bela dia, Varo!! "

Tak!

Dengan emosi yang menggebu-gebu, Sabina meraih vas bunga yang berada didekatnya lalu melemparkannya ke arah Rio.

Prang!!

Sigap Varo memeluk Adiknya. Menjadikan dirinya sebagai tameng. Alhasil, vas itu pecah tepat dibahu kanannya. Syukurnya pecahan vas itu tidak melukainya.

"Sshhh"

"Bang.."

"Kamu gapapa?" Tanya Varo cemas.

Rio merasa semakin bersalah, dan hanya bisa menundukkan kepalanya.

"Ri, kamu beneran gapapa, kan? Ayo! Kasih tunjuk muka ke Abang " pinta Varo.

Rio bergeming tak mengikuti pinta Varo. Varo yang gemas sendiri kemudian mengangkat muka Adiknya.

"Hey! Ri! Darah!!" Kejut Varo.

Bagaimana tidak? Wajah Adiknya tergores tepat dipipi kirinya, dan sepertinya luka itu dalam. Tapi, bukan hanya itu masalahnya. Yang lebih parah lagi, di hidung bangir Adiknya keluar darah yang sudah menganak sungai hingga melewati mulutnya. Ini sudah termasuk parah.

"Ri, kamu gapapa, kan?"

"Bang-" lirihnya.

"Iya, Dik"

"Sesak-"

"Iya, iya. Ayuk kekamar! Biar Abang obatin kamu! "

Bruk

Tak disangka-sangka Rio langsung ambruk. Tentu saja dipelukan Varo.

"Ri? Astaga, Ri! Bangun Ri! Abang takut!" Pinta Varo cemas sembari menepuk-nepuk pipi Adiknya.

"Ada apa ribut-ribut disini?" Suara baritone itu menginstrupsi mereka.

"Papa~" lirih Varo.

Haris kemudian mendekati ketiganya sembari mengedarkan pandangannya, berusaha mencaritahu apa yang sedang terjadi. Ia melirik sebentar Sabina yang mematung dengan tangan bergetar serta wajah yang pucat. Kemudian ia mengalihkan tatapannya ke arah kedua putranya.

"Eh? Varo! Itu Rio kenapa?!" Tanya Haris cemas.

"Sepertinya shock, Pa"

"Hn, yaudah. Bawa Adikmu kekamar. Biar Papa yang bicara sama Mamamu" instruksi Haris.

"Iya, Pa"

Varo pun menggendong Adiknya kekamar.

☜☆☞

Sesampainya, Varo segera membaringkan Adiknya di kasur. Ia mengambil tissue lalu membersihkan darah bekas mimisan Adiknya.

"Eungh~~~"

"Eh? Udah sadar Ri? Syukurlah"

Varo menempelkan plester luka pada pipi Adiknya yang terluka.

"Sshhh" desisnya nyeri.

"Nah, selesai. Gimana? Masih sesak? " tanya Varo.

"Hn" angguk Rio.

"Ya udah. Kamu yang rileks. Biar Abang yang elusin dada kamu" Rio mengangguk samar.

"Bang, mau bobo' bareng" pinta Rio lirih.

"Haha. Yaudah Abang bobo' disini"

Varo pun berbaring disebelah Rio dengan menjadikan lengannya sebagai bantal Adiknya.

"Nah, ayok tidur! "

"Bang, nyanyi" pinta Varo.

"Ga ah. Suara Abang udah jelek sekarang. Ga kayak dulu. Kek bidadara yang jatuh dari surga" tolak Varo dengan sedikit candaan.

"Hahaha, emangnya sejak kapan suara Abang bagus? Malah bagusan Miper kalo nyanyi" goda Varo.

"Ya udah. Abang gajadi nyanyi deh"

"Eh, nyanyi dong Bang" bujuk Rio.

"Kkk, yaudah. Mau lagu apa?" Tanya Varo.

"Terserah Abang aja"

"Ekhem. Dengerin Abang, yah? "

"I have a dream...

A song to sing...

To help me through...

With anything..."

"If you see the wonder...

Of a fairy tale...

You can take the future...

Even if you fail..."

"I believe in angel...

Something good in everything I see...

I believe in angel...

When I know the time is right for me"

"I'll cross the stream...

I have a dream.."

Westlife-I have a dream

Suara dengkuran halus menyapa indra pendengarannya. Senyum merekah dibibirnya. Menampilkan gigi kelinci yang sangat manis kelihatannya.

"Good night, Ri"

Tbc

Aing double up hari ini! Yeay!

Really [Lokal Vers] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang