3

206 14 0
                                    

"Apa?!"

"Baiklah, kalau begitu. Tunggu Abang disana. Abang akan kesana"

"Iya, Bang"

Pip

☜☆☞

Arka berdiri didepan pagar sembari mendekap tas Rio di dadanya. Ia menunggu seseorang dengan status sebagai Kakak Kandung dari Rio.

BRUM

Mobil berhenti tepat didepan dihadapannya. Perlahan kaca mobil itu terbuka. Menampilkan seorang pria yang lebih tua darinya. Terlihat bahwa pria itu berusaha tersenyum walau terlihat jelas bahwa ia cemas.

"Permisi, kamu yang nelpon tadi, kan? " tanya Varo, pria itu.

"Iya, Bang"

Varo menaikkan kaca mobilnya kembali, lalu turun dari mobil.

"Apakah itu tas Rio? " tanya Varo sambil menunjuk tas yang berada dalam dekapan Arka.

"Iya, Bang. Ini" jawab Arka gugup sembari memberikan tas Rio kepada Varo.

"Terima kasih, um,... "

"Arka, Bang"

"Ah, iya, Ka" ujar Varo dengan senyumnya.
Varo mengambil tas itu, lalu memasukkannya dimobil.

"Mau bantu cari Rio? " tanya Varo sopan.

"Iya, Bang"

☜☆☞

"Hhhh.... Hhhhh"

"Ghhhhkkkk, hhhh"

"Hhhh, Baaahhnnghh, hhhhh... "

"Hhhhh, sssshhh... "

"Toloonngghh,, hhh... "

"Ghhhkkk, hhhh... Tolooonngghhh... "

Remaja itu terkurung di dalam tempat yang gelap, sempit, dan pengap. Keadaannya jauh dari kata baik-baik saja. Bahkan bisa dibilang sangat mengenaskan. Pakaiannya robek sana sini. Ditubuhnya penuh dengan memar biru keunguan, serta luka yang sedikit mengeluarkan darah. Siapa yang melakukan ini padanya?

"Hhhhh, ghhhhkkk... "

Entah bagaimana, udara disekitarnya seolah menipis. Ia kesulitan bernafas. Sungguh, hal itu seperti membunuhnya perlahan.

"Hhh,, to, heuk, tolooonnghh.. " dengan tenaga terakhirnya ia berteriak sekuat tenaga.
Keadaannya sekarang membuat seluruh tubuhnya ngilu jika digerakkan. Apalagi tenaganya terkuras habis akibat usahanya mencoba melarikan diri. Tapi nyatanya, tidak berjalan lancar.

'Siapapun tolong!! '

Ceklek

Doanya terkabul. Perlahan ia menutup matanya lemas. Tak sanggup membuka apalagi bersuara. Ia hanya berharap suara deru nafasnya terdengar oleh siapa pun yang datang.

"Rio??!! "

Remaja itu tahu pemilik suara itu. Tapi, sayangnya ia tidak mempunyai tenaga sama sekali.

TAP TAP TAP

Varo yang mengenal remaja tadi segera berlari kearahnya. Ia menopang kepala orang itu, adiknya.

"Ri!! Bangun, Ri!! Jan pingsan dulu, Ri!! "

Varo panik setengah mati melihat keadaan adiknya yang seperti ini. Arka yang awalnya berdiri dipintu, ikut menyusul untuk melihat keadaan Rio.

"Ri!! Kamu denger Abang, kan!! Tarik nafas perlahan!! Jangan panik! Ingat yang udah Abang ajarin! " peringat Varo. Ia pun segera memeriksa tubuh Adiknya, barangkali ada luka menganga disana.

Rio mencoba saran Varo. Tapi, bukannya berhasil. Oksigen itu seolah lari dari sekitarnya, membuatnya benar-benar pingsan.

"Ri?!! Rio!! Ri?! " teriak Varo kelabakan sambil menepuk pipi adiknya agak keras. Tak bereaksi.

"Oh, shit"

Varo sigap mengangkat tubuh Rio dipunggungnya dan menggendong Adiknya ke mobilnya disusul Arka.

"Bang, boleh ikut? " tanya Arka.

"Hm, masuklah"

Arka pun ikut lalu duduk dibelakang, tepat disamping Rii. Ia menyandarkan kepala Rio ke bahunya. Menggenggam erat tangannya yang dingin seolah ingin memberinya semangat.

"Ri, bertahanlah"

☜☆☞

CLIIT CLIIT CLIIT

Bunyi gesekan sepatu dengan marmar lantai memenuhi rumah sakit. Varo yang notabene adalah dokter dirumah sakit ini, memeriksa Rio dengan cekatan.

"Rio, biar ku bantu" ujar seseorang yang ikut disamping Varo.

"Thanks, Dra"

"No prob, sob"

☜☆☞

CEKLEK

"Gimana, Bang? " tanya Arka cemas.
Varo menarik nafas berat. "Rio bakal dioperasi. Beberapa tulangnya retak bahkan patah. Terutama rusuknya"

"Apa?!! "

Andra, yang membantu Varo tadi, pun keluar bersama para suster yang membawa brankar milik Rio ke ruang operasi. Varo pun ikut menyusul brankar adiknya.

Arka? Ah, jangan lupakan dia. Dia ikut dibelakang Varo. Menatap sendu entah ke siapa. Yang melihat dirinya pasti akan kasihan juga padanya.

☜☆☞

Beberapa jam berlalu. Sabina, yang sebelumnya dihubungi Arka, ikut menunggu disana. Arka yang ada disampingnya hanya bisa menenangkan Ibu temannya. 

"Tante... "

"Ya? "

"Arka minta maaf" lirih Arka

"Kenapa minta maaf, nak? " tanya Sabina heran.

"Ini semua karena Arka, Tan" Arka menarik nafas berat.

"Andai saja Arka gak ninggalin Rio, pasti ini semua gak akan terjadi" ujar Arka sambil menunduk.

Sabina tersenyum sendu. Terenyuh menyadari pemuda dihadapannya mau mengakui hal yang tidak perlu.

"Jangan salahkan dirimu, Nak. Ini tak sepenuhnya kesalahanmu" tegur Sabina dengan senyum lembutnya.

Arka terdiam. Terlalu takut bahkan untuk mengangkat kepalanya, membuat Sabina menghela nafas berat lagi.

"Nak, angkat kepalamu" Arka mengangkat kepalanya perlahan namun pandangannya masih betah ke arah lantai.

"Liat ke Tante, Nak" Arka mengalihkan pandangan ke arah Sabina

"Rio, dia... "

"... Aritmia"

Tbc

Penyakit aing ganti #LOL

Soalnya kalo Pneumothoraks pas searching2 bisa diobatin segera dengan cara operasi buat keluarin udaranya. Mangkanya diganti :v

Aritmia itu gangguan jantung yang bisa buat detak jantung seseorang kadang berdetak terlalu cepat ataupun terlalu lambat. Ya, seperti itulah...

Kalo mau tahu lebih lanjut tanya Mbah Google juga boleh

Really [Lokal Vers] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang