4

226 12 0
                                    

TIT TIT TIT

Suara alat EKG memenuhi ruangan yang nampak sepi itu. Ditempat itu terbaring seorang remaja yang malang, tubuhnya penuh lilitan perban dan wajah babak belurnya tertutupi masker oksigen.

Seorang wanita paruh baya nampak tertidur dalam posisi duduk sembari menggenggam tangan putranya.

CEKLEK

"Mama masih tidur rupanya" ujar seseorang yang baru datang itu, Varo.

Varo perlahan mendekati Mamanya, Sabina lalu membangunkannya pelan.

"Ma, bangun!! Mama belum makan sejak kemarin. Lebih baik Mama makan dulu baru lanjut tidur lagi" ujar Varo.

Sabina menggeliat pelan. Matanya perlahan terbuka, lalu menatap sayu putra sulungnya.

"Eung? Gaperlu, Nak. Mama gak lapar" tolak Sabina.

"Ga boleh, Ma! Harus tetap makan! Kalo Mama ikutan sakit juga gimana? Nanti siapa yang bakal jaga Rio kalau Varo lagi tugas. Please, Ma. Jangan keras kepala" bujuk Varo.

Sabina terdiam untuk berfikir.

"Please, Ma. Lagipula sekarang bukan shiftku. Jadi Mama sekarang pergi makan yang banyak. Biar Varo yang jagain Rio" bujuk Varo lagi.

Sabina akhirnya bisa pasrah dengan bujukan Putra Sulungnya. Ya, mau bagaimana lagi? Ia memang belum makan sedari kemarin.

"Baiklah, Mama kekantin dulu. Mau nitip? " tawar Sabina.

"Ga usah, Ma. Aku dah makan tadi bareng Andra"

"Ya udah. Mama pergi dulu. Jaga Adikmu baik-baik, nak" pamit Sabina sebelum akhirnya menutup pintu.

Blam

Varo terdiam menatap wajah pucat adiknya yang dihiasi lebam dan luka babak belur. Dielusnya pelan wajah Adiknya. Takut menyakitinya.

"Dik, bangun dong. Ceritain ke Abang, apa yang terjadi saat itu" lirih Varo.

"Eungh... "

Sepertinya lirihan Varo terkabul. Buktinya Adiknya telah terbangun dari pingsannya.

"Baanngghhh... "

"Ya? " tanya Varo cemas.

"Dadakuhh sesaakkkhhh... "

Dengan segera Varo mengecek keadaan Adiknya.

"Tak apa. Bernafaslah perlahan. Abang bakal naikin gasnya. Jangan bergerak terlalu banyak. Luka operasimu masih basah" ujar Varo.

Rio menuruti perkataan Abangnya. Nafasnya pun mulai teratus ketika Varo menaikkan gasnya. Varo segera merogoh tas yang setia dibawanya. Memeriksa denyut jantung serta laju nafas Adiknya.

"Gimana? Dah lega? " Rio mengangguk lemah.

Varo menghela nafas lega. Tangannya terangkat guna mengelus puncak kepala Adiknya.

"Ya udah. Bobo' aja lagi. Biar nanti pas bangun makin seger"

Perlahan mata sayu itu tertutup karena terbuai elusan lembut dikepalanya. Varo tersenyum lega, kemudian mengecup pelan dahi Adiknya.

"Selamat tidur. Dan jan lupa buat bangun, yah? "

☜☆☞

TING

Suara dentingan sendok yang beradu dengan piring mengisi keheningan diruang makan keluarga Guinandra.

Tapi, lain halnya Arka. Remaja itu terdiam melamun memikirkan kejadian di RS kemarin.

Really [Lokal Vers] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang